Untaian Sunnah Wudhu yang Terabaikan
Oleh : Abu Shafwan Al-Munawi
Telah menjadi cita seorang muslim, untuk memperindah dan menyempurnakan ibadahnya dihadapan Allah Azza wa Jalla, yang dengan kesempurnaan itu ia akan merasa lebih khusyu’ dan tenang dalam bermunajat kepada Rabbnya.
Diantara ibadah yang butuh adanya kesempurnaan dan perhatian lebih, dalam menjalankannya adalah wudhu’, sebab diwaktu yang sama ia juga berperan sebagai syarat sahnya shalat seorang hamba, karena barangsiapa yang shalat tanpa wudhu’, maka sudah tentu shalatnya tidak sah.
Karena pentingnya wudhu ini dalam terkabulnya ibadah seorang hamba, maka seorang muslim seyogyanya memperhatikan dan mempratekannya sesuai petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mulai dari syarat-syaratnya, ini semua tidaklah asing bagi kebanyakan muslim, sebab itu pada bahasan sederhana ini, penulis hanya mengingatkan pembaca akan sebagian sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang banyak terabaikan bahkan terlalaikan dalam masalah wudhu’, padahal kesempurnaan wudhu merupakan bagian dari kesempurnaan shalat itu sendiri.
Adapun sebagian sunnah-sunnah tersebut, sebagai berikut :
1. Menghemat penggunaan air dalam berwudhu’
Hemat dalam menggunakan air wudhu’ merupakan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang beliau praktekkan dalam wudhu’ beliau. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata :
Artinya : “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu dengan kadar satu mud” (HR. Al-Bukhari (201), dan Muslim (325))
Dan satu mud sama dengan ukuran satu tadah kedua tangan dewasa. Hadits ini menunujukkan betapa hematnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan air dalam berwudhu’, dan seorang muslim, sudah sepantasnya meneladani beliau dan berusaha semaksimal mungkin memperhemat penggunaan air ketika berwudhu’, sebab selain hal ini sebagai sunnah, juga sebagai salah satu perbuatan untuk menghindari pemborosan air yang merupakan nikmat Allah azza wa jalla atas hambaNya.
2. Mencuci anggota wudhu’ sebanyak tiga kali
Diantara sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam wudhu’, adalah mencuci anggota wudhu’ tiga kali selain mengusap kepala sekaligus kedua telinga yang sunnahnya Cuma satu kali. Dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam masalah ini banyak sekali, diantaraya:
Dari Humran, Maula ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Utsman meminta air wudhu’, lalu berwudhu’, mencuci kedua tangannya tiga kali, lalu berkumur-kumur sekaligus beristinsyaq (menghidup air kedalam hidung), dan mengeluarkannya sebanyak tiga kali, lalu mencuci mukanya tiga kali, lalu mencuci tangan kanan hingga sikunya tiga kali, lalu tangan kirinya seperti itu juga, lalu mengusap kepalanya, lalu mencuci kaki kanan hingga kedua mata kakinya tiga kali, lalu kaki kirinya seperti itu juga, kemudian dia berkata : “saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu’ seperti wudhu’ saya ini, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhu saya ini kemudian shalat dua rakaat (dengan khusyu’) tanpa terbesit dalam hatinya perkara dunia, maka dosa-dosanya yang berlalu, terampuni. (HR. AlBukhori (159), dan Muslim (226))
Adapun hadits-hadits yang menyebutkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencuci anggota wudhu’nya sekali atau dua kali saja, sebagaimana yang disebutkan dalam Shohih Al Bukhori (no. 157 dan 158) itu beliau lakukan untuk menjelaskan bolehnya mencuci anggota wudhu’ kurang dari tiga kali, namkun hal ini kadang-kadang saja, karena pada umumnya Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam mencucinya tiga kali. Dan seseorang tidaklah dilarang mencuci anggota wudhu’nya Cuma sekali, asal semua anggota wudhu’nya tersebut telah tersentuh air, namun seringnya melakukan ini merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun keutamaan shalat sunat wudhu’ dalam hadits ini, penjelasannya akan ditulis diakhir bahasan ini. Insya Allah
3. Menyela-nyela jari tangan/kaki tatkala berwudhu’
Ini juga merupakan sunnah yang banyak dilalaikan oleh kebanyakan muslim dalam berwudhu’, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melakukan ini, bahkan menyuruh sahabat-sahabat beliau, dalam sabdanya :
Artinya : “Sempurnakanlah wudhu’, dan hendakya engkau menyela-nyela jari (kaki/tangan) dan berlebih-lebihlah dalam Istinsyaq (menghirup air kedalam hidung)” (HR. Ahmad (3/211), Abu Daud (142), At-Tirmidzi (788), An-Nasa’i (87) dan Ibnu Majah (406) dari sahabat Laqith bin Shobarah radhiyallahu ‘anhu)
Sela-sela jari tangan atau kaki termasuk bagian kulit yang sulit disentuh air wudhu’ maka dengan menyela-nyela jari tersebut dengan jari tangan, ia akan tersentuh air hingga wudhu’pun menjadi sempurna, sedangkan membiarkannya tanpa tersentuh air dengan sengaja, merupakan penyebab tidak sahnya wudhu’ dan harus mengulanginya. Namun, jika seorang yang berwudhu’ merasa yakin bahwa sela-sela jemarinya telah tersentuh air, ia juga tetap disunnahkan menyela-nyelanya, sebagi bentuk aplikasi sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan jika ia tahu bahwa ada sela-sela jemarinya yang belum terkena air, ia wajib untuk menyela-nyela jari tersebut –wallahu a’lam.
4. Belebih-lebihan dalam Istinsyaq (menghirup air kedalam hidung)
Diantara manfaat istinsyaq ini, membersihkan hidung dari debu dan kotoran yang terhirup kedalamnya, yang bisa saja menyebakan berbagai penyakit, sebab itu, ia sangat bermanfaat bagi kebrsihan dan kesehatan hidung.
Inilah salah satu hikmah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang beliau nasehatkan kepada para sahabatnya :
Artinya :”Dan berlebih-lebihlah dalam berinstinsyaq kecuali jika engkau sedang berpuasa” (takhrijnya telah disebutkan sebelumnya).
Adapun sebab pengecualian beliau terhadap orang yang berpuasa, ini sebagai bentuk kehati-hatian agar air yang ia hirup kedalam hidungya tidak serta merta memasuki kerongkongan, lalu turun kelambungnya, dan akhirnya membatalkan puasanya. Wallahu A’lam.
5. Bersiwak saat berwudhu’
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Artinya : “Seandainya saya tidak memberatkan umatku saya sungguh akan memerintahkan mereka untuk bersiwak dalm setiap berwudhu” (HR. Al Bukhari (887), Muslim (252), Malik (1481))
Inilah sunnah yang banyak terabaikan bahkan terlupakan, padahal salah satu waktu yang paling afdhol untuk bersiwak adalah saat berwudhu, sebagaimana dalam hadits diatas. Sunguh, andai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak merasa memberatkan umatnya, ia pasti akan mewajibkan hal ini, namun karena rasa kasihan beliau terhadap mereka beliaupun menjadikannya sebagai sunnah yang mustahab.
Para ulama rahimahullah telah sepakat bahwa bersiwak tatkala berwudhu dapat dilakukan sebelum, tatkala berkumur-kumur, ataupun sesudah berwudhu’, namun yang menjadi khilaf diantara mereka hanyalah pada saat apakah yang lebih afdhol?
6. Mengusap bagian luar dan dalam telinga
Sebagian orang yang berwudhu’, hanyalah memperhatikan salah satu dari keduanya, diantara mereka ada yang mengusap bagian dalam saja tanpa bagian luar, dan yang lainnya Cuma mengusap bagian luar, dan membiarkan bagian dalam telinga. Ini tentunya tidaklah sesuai dengan petunjuk dan tata cara wudhu’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang disebutkan dalam hadits :
Artinya : “Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memasukkan kedua telunjuknya kedalam dua telingaya dan mengusap kulit luar telinganya dengan kedua ibu jaringan sedangkan bagian dalam telinga dengan kedua telunjuknya” (HR. Ahmad (2.180), Abu Daud (135), dan Ibnu Majah (422).
7. Berdoa sesuai berwudhu
Ini diantara sunnah yang masyhur setiap muslim mengetahui keutamaan dan pahlanya, namun betapa banyak diantara mereka yang lalai dari hal ini. Allahu Al Musta’an !! (mengenai keutamaannya yang sangat agung itu, disebutkan dalam hadits Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Tidaklah salah seorang diantara kamu berwudhu’ lalu dia menyempurnakanya, lalu berdoa : “Asyhadu AnLaailaahaillallahu wahdahu laa syarika lahu, wa asyhadu ana muhammadan ‘abduhu warasuluh” melainkan dibukakan baginya delapan pintu syurga, ia masuk kedalamnya dari pintu mana saja yang ia kehendaki (HR. Muslim (234)).
Subhanalah, keutamaan apalagi yang lebih agung dari ini…memasuki surga Allah lewat pintu yang dikehendaki… saudaraku!!! Bergegaslah untuk meraihnya, semoga Allah menjadikan kita semua termasuk ke dalam golongan ini… amin..
Adapun tambahan do’a diatas dalam Jami’ At-Tirmidzi (no.55), yaitu : (Allahumma ij’alny minattawwabiina waminal mutathohirin), adalah riwayat yang lemah dan cukuplah bagi kita hadits shohih riwayat Imam Muslim diatas. Wallahu A’lam
Memperbaharui Wudhu’ dan Shalat Sunnat Wudhu’ setelahnya
Imam Al Bukhari rahimahullah meletakkan dalam shohihnya, salah satu bab dalam “kitab tahajjud” dengan tema “Bab Keutamaan bersuci (berwudhu) pada malam dan siang hari dan keutamaan shalat sesudah wudhu pada malam dan siang hari” lalu dibawah ini, beliau menyebutkan satu hadits riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
Bahwasaya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Bilal tatkala shalat fajar :
“Wahai Bilal, beritahukan padaku amal apakah yang paling engkau … dalam Islam? Karena sungguh saya mendengar suara gerakan terompahmu didepan saya dalam surga. Bilal menjawab : “saya tidak melakukan amalan yang paling saya…. (kecuali) : saya tidaklah bersuci (berwudhu) dengan satu wudhupun pada waktu malam atau siang hari melainkan saya melakukan shalat dengan wudhu tersebut sebanyak apa yang diberikan kemampuan kepadaku untuk shalat”. (HR. Al-Bukhari (1499))
Sudah semestinya seorang muslim untuk menjaga dan memperbaharui wudhu, dan jika ia mampu, hendaknya ia menyempurnakannya denga shalat sunat wudhu’ sesuai kehendaknya. Dan dalam riwayat At-Tirmidzi, Bilal menyebutkan shalatnya cuma dua rakaat, lalu Rasulullah bersabda : “Dengan (pahala) kedua (rakaat), itulah (hingga aku mendengar suara terompahmu didepanku dalam surga). (no.3689)
Ini menunjukkan bahwa jumlah rakaat shalat sunat wudhu’, tidaklah terbatas namun sesuai kehendak seseorang, namun shalat ini tentunya tidak boleh dilakukan pada waktu-waktu terlarang untuk sholat. Dan jika seseorang berwudhu’, lalu shalat sunat lain selain sunat wudhu’, misalnya tahajjud, witir, sunat rawatib dan lainnya. Maka ia tetap mendapatkan keutamaan ini –Insya Allah) Dan keutamaan lain adalah pengampunan dosa-dosanya yang telah berlalu, sebagaimana dalam hadits utsman yang telah disebutkan sebelumya. Adapun yang selalu memperbaharui wudhu dan tidak melakukan shalat setelahnya, maka semoga saja dia bisa amendapatkan keutamaan dalam hadits ini sebagaiman yang diistinbatkan oleh Al Bukhari dalam nama bab yang tersebut diatas. Wallahu a’lam
(darul-anshar.com)