Published On: Mon, Feb 11th, 2013

Titik Kelemahan Terbesar

Agar sebuah pekerjaan dapat diselesaikan, maka kita membutuhkan 2 hal: keinginan dan kemampuan. Dan apabila kita bertanya: yang manakah diantara keduanya yang paling penting untuk kesuksesan pekerjaan: kemampuan atau keinginan? Maka tanpa ragu saya akan mengatakan: keinginanlah yang paling penting. Mengapa? Karena seorang manusia ketika ingin mencapai sesuatu, maka keinginannya akan mendorongnya untuk memenuhi semua sebab dan peralatan untuk itu. Persis seperti orang yang lapar yang tidak mempunyai makanan untuk hari itu, maka dorongan keras dan keinginannya yang sangat kuat untuk makan akan mendorongnya untuk benar-benar mencarinya dan membuat seribu satu muslihat demi hal tersebut. Dengan keinginan yang kuat, seorang yang lemah bisa mendapatkan kemampuan apapun, seorang yang bodoh dapat mempelajari apapun yang ia butuhkan, dan ia dapat menciptakan hal besar dari hal yang remeh…

Namun jika keinginan telah hilang, maka tidak ada satupun yang akan ada di hadapan kita. Bayangkanlah bersamaku -wahai pembaca yang budiman- seorang pria mengalami sakit yang sangat parah. Dan di samping rumahnya ada rumah sakit terbaik dengan pelayanan medis terbaik lagi gratis. Namun ia menolak untuk pergi karena suatu sebab. Sesungguhnya semua fasilitas kesehatan itu menjadi tidak bermakna baginya, karena ia kehilangan keinginan untuk berobat. Dan di sini saya ingin mengisyaratkan 3 poin penting:

  1. Jika kita memperhatikan perbedaan yang terwujud di antara manusia dalam hal keistiqamahan, keberuntungan dan kesuksesan, maka kita akan menemukan bahwa -secara mendasar- lahir disebabkan oleh perbedaan kehendak dan tekad. Dan bukan karena perbedaan kemampuan. Si Mahmud mampu untuk membaca satu jam dalam sehari, mampu untuk pergi ke masjid 5 waktu dalam sehari, dan mampu untuk mendahului mengucapkan salam kepada siapa yang ia temui di jalan. Namun ia tidak melakukannya. Sementara Si Ahmad melakukan itu semua setiap hari, karena di samping kemampuan, ia memiliki keinginan/kehendak. Dan demikianlah seterusnya…
  2. Sesungguhnya salah satu bukti rahmat Allah Ta’ala kepada kita adalah melakukan penguatan terhadap kehendak-yang merupakan hal yang wajib dalam kemajuan kita-dapat selalu dilakukan dan oleh setiap orang. Maka ini merupakan “hadiah” dari Sang Maha Pengasih untuk kita semua, dan untuk orang-orang fakir dan lemah secara khusus. Sedangkan pengembangan kemampuan mungkin tidak terbuka bagi banyak orang disebabkan kondisi mereka yang buruk. Karena itu, maka keengganan dan kemalasan banyak pemuda untuk meraih cita-cita yang tinggi adalah sesuatu yang tidak memiliki alasan.
  3. Kita seringkali mencampuradukkan antara kemampuan dan kehendak. Kita lalu mengatakan: bahwa kita tidak mampu melakukan ini dan itu… Padahal sebenarnya kita tidak menghendakinya, namun kita malu untuk mengatakan: bahwa kita tidak menghendakinya, maka kita pun mengatakan: kita tidak mampu. Ketika orang-orang munafik mundur dari Perang Tabuk, mereka beralasan dengan ketidakmampuan mereka, dimana mereka mengatakan-sebagaimana yang dikabarkan Allah Ta’ala tentang mereka-:

“Mereka akan bersumpah dengan (Nama) Allah: ‘Andai kami mampu, kami pasti akan keluar bersama kalian.’ Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa mereka benar-benar para pendusta.” (QS. al-Taubah: 42)

Kemudian Allah Ta’ala mengabarkan bahwa persoalannya bukan persoalan kemampuan, namun persoalan kehendak. Allah Azza wa Jalla berfirman (yang artinya):

“Dan andai mereka mau keluar, pasti mereka telah menyiapkan bekal untuknya.” (QS. al-Taubah: 46)

Kemarilah -wahai pembaca sekalian- agar setiap kita memperhatikan keadaan dan kondisinya, agar ia dapat melihat: apakah persoalan kelalaiannya disebabkan oleh kelemahan kehendaknya atau kelemahan kemampuannya. Dan saya percaya bahwa pandangan yang objektif dan dalam akan mengantarkan kita untuk meyakini bahwa mayoritas kelalaian kita disebabkan oleh lemahnya kehendak kita.

Pertanyaan yang sudah selayaknya kita lontarkan adalah sekarang adalah: apakah jalan untuk menguatkan kehendak itu?
Jawabannya tersimpul secara rinitgkas sebagai berikut:

  1. Kita sangat memerlukan pertolongan Allah Ta’ala agar dapat menundukkan diri, nafsu syahwat dan kebiasaan-kebiasaan buruk kita. Dan sungguh sebaik-baik cara untuk meminta diturunkannya pertolongan itu adalah ber-mujahadah (berjuang menundukkan) diri sendiri. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan orang-orang yang bermujahadah di (jalan) Kami, niscaya akan Kami tunjukkan pada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. al-’Ankabut: 69). Semua solusi tanpa adanya mujahadah terhadap diri adalah solusi yang tidak tepat dan berguna.
  2. Hendaknya setiap kita mengulang-ulangi dalam dirinya ungkapan-ungkapan yang menunjukkan kekuatan kehendak, seperti: “Saya menginginkan kebaikan untuk si Fulan, saya bertekad untuk membantunya”, “Saya bertekad untuk menunaikan shalat Subuh di Mesjid”. Ini dengan izin Allah akan membuat kehendak saya menjadi tidak lemah. Bahkan menjadi kuat dan sangat kuat…
  3. Untuk menguatkan kehendak haruslah secara bertahap, dengan cara mengharuskan diri untuk melaksanakan hal-hal kecil dan terbatas. Bila itu telah menjadi bagian dari perilaku kita, maka kita akan menambahkan hal-hal kecil lainnya. Seperti jika kita belum terbiasa untuk membaca apapun dalam sehari, maka ia hendaknya mengharuskan dirinya untuk membaca 20 menit setiap hari selama setahun. Dan pada tahun kedua, ia hendaknya mengharuskan dirinya untuk membaca 40 menit setiap hari, dan seterusnya…
  4. Berusahalah selalu untuk menahan diri untuk beberapa hal yang kita sukai demi membuktikan eksistensimu di hadapannya. Maka jika diri kita mengajak untuk meninggalkan pekerjaan demi meminum segelas teh atau jus, atau untuk ngobrol tentang hal yang tidak penting dengan si fulan, maka tundalah permintaannya sesaat. Jika ia mengajakmu untuk keluar dari mesjid cepat-cepat untuk membeli sesuatu yang tidak mendesak dan sebenarnya tidak kita butuhkan, maka tolaklah permintaannya. Itu untuk menunjukkan bahwa kita benar-benar dapat menguasai dirimu sendiri.
  5. Berusahalah saat setiap kali terlepas dari sebuah kebiasaan buruk atau sesuatu yang diharamkan, maka tempatkanlah sebagai gantinya seitabuah kebiasaan yang baik atau sesuatu yang bermanfaat. Maka bila kita terlalu banyak mengeluh kepada orang lain, bebaskanlah dirimu dari hal itu. Lalu letakkanlah sebagai gantinya banyak memuji Allah secara intensif, baik saat kita sendiri atau tidak. Dan orang yang tidur lebih banyak dari apa yang dibutuhkan oleh tubuhnya, harus melepaskan dirinya dari kelebihan itu dan memanfaatkan waktu yang tersedia untuk hal-hal yang bermanfaat.
  6. Bertemanlah dengan orang-orang yang dikenal memiliki keteguhan kehendak dan kekuatan tekad, karena engkau akan memetik spirit dan tekad mereka tanpa engkau sadari. Dan berusahalah untuk mempelajari dari mereka bagaimana melawan berbagai dorongan kehendak.

Ketekunan Itu Melahirkan Berbagai Keajaiban
Jika kita membuka lembaran sejarah hidup orang-orang besar, baik pria maupun wanita, kita akan menemukan bahwa mereka sama-sama memiliki kesamaan dalam sifat dan kebiasaan-kebiasaan baik. Dan inilah yang menjadikan mereka sebagai orang-orang agung dan istimewa. Dan kita juga akan menemukan bahwa di antara sifat istimewa itu adalah ketekunan dan kemampuan untuk berkelanjutan dalam bekerja. Itu karena amal-amal yang kecil ketika ia berkelanjutan, maka ia akan berkumpul dan berubah menjadi amal-amal yang spektakuler. Dan setiap kita pasti mengetahui apa yang dilakukan oleh tetesan-tetesan air yang jatuh ke batu yang keras. Ia dengan terus-menerus dapat menyebabkan tergalinya lobang dan mengubah bentuk batu tersebut. Sesungguhnya banyak dari amal syetan yang terkonsentrasi untuk menghalangi kita untuk berkelanjutan dalam melakukan amal-amal shaleh dan bermanfaat, lalu memalingkan kita untuk bersenang-senang atau mengerjakan perbuatan yang tidak ada kebaikan di dalamnya.

Sesungguhnya seorang muslim harus berusaha menunaikan apa yang menjadi komitmennya untuk mengerjakan ibadah sunnah di malam hari. Dan jika ia terluput untuk menunaikannya karena suatu hal, maka ia segera membaca atau menunaikannya di paruh awal waktu siang, untuk menunjukkan bahwa ia belum dapat dikalahkan dan bahwa ia tidak akan mundur. Dan bahwa ia mampu untuk mengejar apa yang terluput darinya dalam waktu yang tidak lama. Dan dalam konteks memperingatkan bahaya berhenti, mundur dan hilangnya keberlanjutan dalam beribadah, Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata padanya:

“Wahai Abdullah! Janganlah engkau seperti si fulan, dahulu ia bangun mengerjakan shalat malam, lalu ia meninggalkan shalat malam.” (Muttafaqun ‘alaih)

Apa pelajaran dari ini semua wahai pembaca yang budiman?
Pelajarannya adalah:

  1. Biasakanlah diri kita untuk meminta tolong kepada Allah Ta’ala dalam setiap urusan.
  2. Setiap orang dari kita harus mengatur misi-misi penting hariannya dalam tataran ibadah, membaca dan menyelesaikan beberapa pekerjaan yang bermanfaat. Dan hendaknya ia berusaha agar apa yang menjadi komitmennya itu berada dalam batas kemampuan dan kesanggupan. Kita harus berhati-hati untuk tidak berlebihan agar tidak terjatuh dalam kelemahan dan kebosanan, dan agar tidak mendapatkan alasan dalam diri untuk berhenti.
  3. Berusahalah untuk berteman dengan orang yang memiliki obsesi yang tinggi, yang istiqamah dan teguh, agar kitan dapat memetik tekad dan semangat mereka.
  4. Lawanlah bisikan-bisikan syetan untuk menghentikan kita dari beramal, dan berjuanglah menundukkan diri untuk itu.
  5. Konsistenlah dalam mengganti apa yang terluput oleh kita, baik berupa waktu membaca atau amalan sunnah. Itu adalah untuk mendidik diri dan membawanya untuk selalu memiliki tekad yang kuat.
  6. Aturlah untuk diri hukuman-hukuman yang bersifat pribadi ketika kita lalai menunaikan apa yang telah menjadi komitmen; seperti membaca selama 1,5 jam sebagai “hukuman” melalaikan membaca selama 1 jam.
  7. Bacalah biografi-biografi orang-orang yang sukses mewujudkan keberhasilan-keberhasilan besar, agar kita dapat mempelajari hal-hal apa yang memungkinkan mereka untuk naik ke puncak.[]

Prof. Dr. Abdul Karim Bakkar (Dari bukunya: Khamsuna Idha’ah, alih bahasa Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc. M.Si. (www.KuliahIslamOnline.com)

Pasang toolbar wahdahmakassar.org di browser Anda, Klik Di sini!

About the Author