Tak Sekedar Janji
“Insya Allah, ya dik, besok ahad saya ke tempat anti,” janjiku pada seorang teman seusai menghadiri kajian. “Insya Allah-nya beneran kan mbak,” kata temanku minta kepastian. “Insya Allah,” jawabku lagi. “Jangan insya Allah saja mbak. Benerkan mau datang?” desak temanku. “Lho, saya kan dah bilang, insya Allah saya mau datang, kok ga percaya sih!” tegasku kemudian.
Sepanjang perjalanan pulang, saya terus mikir, apa ad insya Allah yang tidak beneran ya? Padahal sudah menjadi kemestian bagi seorang muslim yang berjanji untuk mengatakan insya Allah, yang artinya jika Allah menghendaki. Apa mungkin kita akan mempermainkan ucapan itu? “Iya mbak, sekarang harus ada kepastian, karena biasanya ucapan insya Allah hanya sekedar ucapan saja, tidak ada realisasinya. Bahkan sebagai sarana untuk berkilah, kan kalau Allah menghendaki, kalau tidak berarti ga jadi,” papar temanku di waktu lain.
Tidak kita sadari, seringkali kita membuat janji dengan orang lain bahkan muda sekali untuk berjanji. “Insya Allah, besok ya,” “Nanti aku jemput kamu, deh,” “Besok aku bawain kamu oleh-oleh,” dan beragam janji yang biasa kita ucapkan. Akan tetapi sangat disayangkan, giliran waktu pemenuhan janji, ada saja alasan yang diungkapkan untuk mengelak. Bahkan terkadang tanpa alasan yang pasti, malas misalnya. Boleh jadi pada waktu harus memenuhi janji, kita merasa berada dalam situasi yang dilematis. Walaupun sebenarnya dalam teori problem solving apalagi dari tinjauan syar’i tidak ada masalah yang bersifat dilematis. Ada skala prioritas dari tiap permasalahan, yang mana yang mesti didahulukan.
Menepati janji merupakan perintah Allah dan akan diminta pertanggungjawabannya. Menepati janji juga merupakan bagian akhlak yang mulia. Begitupun sebaliknya, melanggar janji merupakan salah satu karakter orang munafik. Tidak layak bagi seorang muslim yang telah berjanji untuk membatalkannya tanpa alasan yang dibenarkan. Selama masih ada peluang untuk merealisasikan janji, seyogyanya kita tunaikan. Semoga tidak sekedar janji yang kita berikan dan “insya Allah” tidak sekedar menjadi penghias untaian janji yang kita ucapkan.
Sumber: Majalah Elfata edisi 01 vol. 08 tahun 2008