Published On: Sat, Aug 22nd, 2009

Syi’ah Berdusta Atas Nama Ahlul Bait

Share This
Tags

IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) sebuah organisasi yang menyandarkan dirinya pada Ahli Bait (keluarga) Rasulullah SAW, akan menggelar muktamar. Hajatan besar jamaah Syi’ah ini mengusung tema berbunga-bunga; Muliakan Peradaban Bangsa dengan Mazhab Akhlak dan Cinta. Sampai sejauh mana kebenaran slogan ini dan siapa sebenarnya Ahlul Bait Rasulullah? Al-Balagh edisi kali ini mencoba menyorotnya dari sisi lain. Selamat mengikuti!

Siapa Ahlul Bait?
Ahli Bait Rasulullah adalah kerabat keluarga Rasulullah yang beriman. Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, keluarga Abbas dan mereka yang diharamkan menerima sedekah. Ahli Bait Rasulullah termasuk istri-istri beliau yang ditetapkan oleh nash al-Qur’an (al-Ahzab:22-23). Mereka adalah Khadijah bintu Khuwailid, A’isyah bintu Abi Bakr, Hafshah bintu Umar bin al-Khatthab, Ummu Habibah bintu Abi Sufyan, Ummu Salamah bintu Abi Umayyah bin Mughirah, Saudah bintu Zam’ah bin Qais, Zainab bintu Jahsy, Maimunah bintu al-Harits, Juwairiyah bintu al-Harits bin Abi Dhirar dan Shafiyyah bintu Huyay.

Ahlussunnah meyakini kesucian mereka karena Allah sendiri yang menyatakan hal itu. Mereka semua adalah istri Rasulullah di dunia dan akhirat. Ahlussunnah juga meyakini bahwa yang paling mulia di atara mereka adalah Khadijah bintu Khuwailid dan Aisyah bintu Abi Bakr. Aisyah sendiri yang dituding dengan tuduhan keji oleh orang-orang munafik telah disucikan oleh Allah dalam al-Qur’an (al-Nur:23). Karena itu, siapa yang mencela keduanya atau menuduhnya dengan tuduhan keji maka sungguh ia telah kafir.
Lalu bagaimana dengan kaum Syi’ah? Kaum Syi’ah sendiri melaknat dua istri Rasulullah SAW, Aisyah dan Hafshah. Dalam kumpulan Do’a Kumail disebutkan, “… Ya Allah laknatlah dua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar), dua thaghut dan jibtnya, dua pendusta dan pembohongnya, dan kedua anak perempuannya (Aisyah dan Hafshah) karena mereka telah mengingkari perintahMu, mendustakan wahyuMu, tidak mensyukuri nikmatMu, bermaksiat pada RasulMu…” .
Perhatikan potongan doa yang dicetak tebal, mereka (orang Syi’ah) ternyata membenarkan tuduhan orang-orang munafik bahwa Aisyah mengkhianati Rasulullah dalam peristiwa haditsul ifk (kisah fitnah). Mereka menuduh bahwa ‘Aisyah telah berzina padahal Allah sendiri telah mensucikan beliau dari tuduhan dusta itu (al-Ahzab:33). Dengan demikian, siapa yang menuduh salah seorang istri Rasulullah telah berbuat keji maka ia telah kafir. Meski yang dituduh bukan Aisyah
Maka sekali lagi perhatikanlah beginikah orang-orang yang menyandarkan diri pada Ahlul Bait mulutnya penuh kekotoran dengan mencaci dua istri Rasulullh SAW.

Benarkan Mereka Penganut Mazhab Cinta?
Mari kita uji pengakuan ini dengan aqidah dan sepak terjang mereka sepanjang sejarah
Aqidah Syi’ah berpijak di atas pencacian, pencelaan dan pengkafiran terhadap para shahabat Rasulullah. al-Kulaini mengungkapkan dalam Furu’ul Kaafi yang diriwayatkan dari Ja’far -rahimahullah- (yang kami tidak yakin kebenaran penisbatannya, red), “Semua shahabat sepeninggal Rasulullah murtad kecuali tiga orang”, lalu saya bertanya kepadanya, “siapakah ketiga shabat itu?”. Ia menjawab, ”al-Miqdad bin al-Aswad, AbuDzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi.

Al-Majlisi menyebutkan dalam kitabnya Haqqul Yaqin bahwa Ali bin Husain -rahimahullah- (Maha Suci Allah atas kedustaan ini, red) berkata pada hamba sahayanya, “Bagiku atas kamu hak pelayanan ceritakan padaku tentang Abu Bakr dan Umar? Maka ia menjawab, ”Mereka berdua adalah kafir dan mereka yang cinta kepadanya juga kafir”.
Ketika menafsirkan firman Allah, wa yanhaa ‘anil fahsyaa’i wal munkar wal baghy”. (an-Nahl:90). Penafsir al-Qummy (ahli tafsir Syi’ah) menafsirkan, “ al-fahsyaa’ adalah Abu Bakr, al-munkar adalah Umar dan al-Baghy adalah Utsman”.

Pada tanggal 10 Muharram, mereka membawa anjing yang diberi nama Umar, lalu mereka membawanya ramai-ramai lalu memukulnya dengan tongkat dan melemparinya dengan batu sampai mati. Setelah itu mereka mendatangkan kambing betina yang diberi nama Aisyah, lalu mereka mencabuti bulu-bulunya dan memukulnya dengan sepatu sampai mati.

Di waktu yang lain, mereka berpesta dalam rangka merayakan hari kematian Umar bin al-Khatthab dan memberi penghargaan kepada pembunuhnya, Abu Lu’lu’ah al-Majusi sebagai seorang pahlawan agama.

Wahai kaum Muslimin… inilah aqidah mereka tentang shahabat Rasulullah yang penuh dengan kebencian dan caci maki. Inikah Mazhab cinta? Cinta apa yang bisa disebarkan oleh orang-orang yang yang lisannya berlumuran kotoran cacian dan laknat kepada sekumpulan manusia terbaik yang diridhai oleh Allah?
Allah berfirman,”Orang-orang terdahuliu pertama masuk Islam at-taubah 100

Sejarah Syi’ah adalah Sejarah Pengkhianatan
Jika kita bicara tentang cinta, maka kesetiaan adalah anak kandungnya. Begitu juga ketika kita bicara tentang akhlak, saling melindungi adalah buah dari pekerti yang terpuji. Lalu jika orang syi’ah tiba-tiba berbicara tentang cinta, cinta apa yang mereka maksud? Akhlak macam apa yang mereka akan usung jika sejarah mereka adalah sejarah kelicikan terhadap kaum muslimin

Selanjutnya mari kita lihat sejarah bagaimana orang-orang Syiah ini mengkhianati kaum Muslimin. Ketika Hulagu menyerbu Baghdad pada tahun 656 H, untuk menaklukkan, menghancurkan dan mengakhiri Daulah Abbasiyyah maka orang-orang Syi’ah yang ada di al-Hullah dan dua masyhad semuanya selamat berkat terkabulnya permintaan ulama Syi’ah yang diajukan kepada Hulagu agar keamanan mereka dijamin.

‘Allamah Muhammad Husain al-Mudhaffari salah seorang ulama Syi’ah mengukuhkan kaitan Nashiruddin at-Thusi yang Syi’ah saat ia menjadi penasehat Hulagu tak lama sebelum raja Mongol itu menyerbu Baghdad.

Keruntuhan Baghdad yang berarti berakhirnya Dinasti Abbasiyyah, juga melibatkan Muhammad bin Ahmad al-Alqami. Ia adalah salah seorang menteri di era al-Mu’tashim khalifah terakhir daulah Abbasiyyah. Menteri Syi’ah ini berkhianat pada negara dan memberikan banyak informasi rahasia pada Mongol bahkan dia pulalah yang memberi semangat menyerbu Baghdad dan meruntuhkan Daulah Abbasiyyah yang Sunni itu.

Kedua tokoh Syi’ah di atas ketika Baghdad banjir darah, khalifah, para ulama dan rakyat bergelimpangan justru Nashiruddin at-Thusi diangkat menjadi Menteri Wakaf dan dibuatkan observatorium di Maraghah dan al-Alqami bebas menghirup udara segar.

Pada era awal Dinasti Shafawiyah (907 H) kawasan Iran belum seluruhnya menjadi Syi’ah, kecuali beberapa kota seperti Qum, Qasyan dan Naisabur. Nanti setelah Syah Ismail bertahta baru kemudian diumumkan dekrit Syi’ah ke seluruh penjuru Iran sebagai mazhab resmi negara mullah itu. Orang ini memang sangat fanatik dengan mazhab Syi’ah sehingga ia menyebarkan mazhab ini ke seluruh penjuru Iran dengan melakukan terror dan ancaman bunuh bagi mereka yang tidak mau memeluk mazhab batil ini.

Ada satu peristiwa yang menggelikan, yaitu ketika penduduk Isfahan yang menganut paham Khawarij menerima ultimatum dari para pasukan Syah Ismail agar mereka memeluk Syi’ah atau jika menolak maka hukuman pancung menanti mereka. Lalu penduduk Isfahan meminta waktu selama 40 hari. Tapi waktu yang lama ini bukan digunakan untuk berpikir dan menimbang, justru mereka akan menggunakan rentang waktu itu dipakai untuk melampiaskan kutukan sepuas-puasnya kepada Ali bin Abi Thalib. Padahal bagi orang syi’ah Ali sangat dikultuskan bahkan banyak sekte-sekte Syi’ah lainnya sudah sampai menuhankan shahabat yang mulia ini. Lucunya Syah Ismail mengabulkan permintaan ini.

Kisah teror penyebaran Syi’ah juga dialami wilayah Tabriz. Waktu itu Syah Ismail ingin memaksa penduduknya agar pindah mazhab Syi’ah, ia dingatkan oleh penasehatnya agar ia tidak melakukan pemaksaan karena dua pertiga penduduknya adalah sunni, Syah dengan enteng ia berkata, “Saya dapat mandat untuk melakukan ini. Dan sungguh Allah dan Imam-imam yang ma’shum bersamaku dalam hal ini. Aku tak takut pada siapapun, jika kutemukan orang yang menentangku, maka akan kupenggal lehernya!”
Inikah akhlak dan cinta…? Kalau cinta itu ada, ditujukan pada siapa? Kepada para orang-orang zindiq?

Pada masa Syah ini pulalah dinasti Shafawiyyah telah menjalin hubungan keamanan dan ekonomi dengan Eropa untuk menghadapi musuh bersama yaitu Daulah Utsmaniyah. Pada masa itu mereka merancang nota kesepahaman yang salah satu bunyinya adalah dinasti Syi’ah ini tidak akan menuntut Portugal agar mengembalikan pulau Hurmuz yang dirampas tapi sebagai konpensasinya seluruh kekuatan Eropa akan membantu Syah Ismail melawan Turki Utsmani.

Kerja sama serupa juga dilakukan oleh penerus Syah Ismail yaitu Syah Abbas. Bahkan Syah ini lebih gencar lagi. Syah ini bahkan menghubungi Paus Paulus V dan memintanya agar mengompori raja-raja Nasrani di Eropa guna bersatupadu memusnahkan Khilafah Utsmaniyah. Ibarat berbalas pantun sang Paus mengucapkan selamat kepada Syah atas keberhasilannya menghadapi orang-orang Uzbek yang sunni sambil terus menyemangatinya untuk menyerang Khilafah Utsmaniyah. Pada kesempatan itu Paus menegaskan kesediannya menggunaan pengaruhnya untuk mendorong raja-raja Eropa untuk memerangi khilafah…!

Wahai yang punya nurani… inikah akhlak? Inikah cinta?
Jadi sebagai kata simpul, kalau ada sekelompok orang yang berfaham Syi’ah, tiba-tiba dalam muktamarnya mengangkat tema akhlak dan cinta, maka patut kita bertanya-tanya akhlak dan cinta model bagaimana yang akan mereka sebarkan di tengah-tengat umat Islam Indonesia yang sunni? Bisakah berpadu antara cinta kepada keluarga Rasulullah tapi di sisi yang lain kusumat dan dendam membara dilontarkan melalui lisan-lisan mereka yang kotor terhadap sahabat Rasulullah terutama Abu Bakar Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan?

Hajar Aswad pun Mereka Curi
Pernahkah terlintas dalam benak Anda bahwa pernah kaum muslimin berhaji selama 20 tahun tanpa hajar aswad di ka’bah? Kapan dan Bagaimana peristiwa ini terjadi?

Kisahnya, pada musim haji tahun 317 H serombongan haji dari Iraq yang dipimpin oleh Manshur ad-Dailami menunaikan ibadah haji. Namun, entah kenapa tiba-tiba pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) orang-orang Qaramaithah (salah satu sekte Syi’ah) membuat keonaran di tanah haram dengan merampok harta jamaah haji. Akibatnya banyak jamaah yang meninggal dunia meski berada dekat ka’bah.

Pada saat itu, pemimpin orang-orang Qaramithah Abu Thahir berdiri depan pintu ka’bah sambil menyaksikan pasukannya membantai jamaah haji berkata, ”Saya adalah Allah. Saya bersama Allah. Sayalah yang menciptakan makhluk. Dan Sayalah yang membinasakan mereka”.

Massa yang kacau balau berlarian ke sana-kemari,. Sebagian berpegang di kelambu ka’bah, namun mereka tetap mendapat sabetan pedang dari pasukan Abu Thahir. Begitu pula orang-orang thawaf dan termasuk para ahli hadits. Usai pembantaian, mayat-mayat yang bergelimpangan di seret dan dibenamkan di sumur zam-zam. Setelah itu Abu Thahir memerintahkan pasukannya mencongkel hajar aswad. Dengan sesumbar Abu Thahir berkata, “Mana burung abaabil? Mana bebatuan dari nereka Sijjil?”

Berbagai upaya yang dilakukan untuk mengembalikan hajar namun gagal. Kaum Qaraamithah berkata,”Kami mengambilnya dengan perintah dan kami mejuga akan mengembalikannya dengan perintah”.

Akhirnya pada tahun 339 H. atas satu tunggangan saja hajar aswad kembali sampai di Makah pada bulan Dzulqa’dah 339 H. padahal saat ia diambil paksa orang-orang qaramithah harus mengangkutnya dengan beberapa ekor onta bahkan punuk-punuk onta itu bernanah.

Sekali lagi, ini salah satu penhkhianatan orang Syi’ah terhadap Islam dan kaum Muslimin
Pada masa Shafawiyah inilah lahir ulama-ulama beken Syi’ah yang banyak melahirkan karya-karya ‘ilmiyah’ berisi penghujatan terhadap Islam. Di antaranya yang terkenal Muhammad al-Majlisi yang menulis kitab al-Bihar wal Anwar . Buku ini terdiri dari 23 jilid ang berisi hadits-hadits palsu, kisah-kisah fiktif yang disandarkan pada imam-imam Syi’ah (Bersambung) -Al Balagh-

Pasang toolbar wahdahmakassar.org di browser Anda, Klik Di sini!

About the Author