Kajian, Kontemporer|20/01/2013 12:29 pm

Syariat Islam dan Pelecehan Terhadap Wanita

Perda syariat Aceh kembali menjadi sorotan sebagian kalangan. Kali ini dipicu oleh dibuatnya perda yang melarang wanita di Aceh untuk dibonceng ngangkang dengan alasan aurat mudah tersingkap dan tidak sesuai dengan budaya setempat.

Senin malam (7/1/2013) salah satu TV swasta yang menggelar debat berkenaan dengan hal tersebut dengan tema “Perda Bermasalah, Siapa Resah”. Dalam debat itu salah satu pembicara mengatakan “Lihat kasus pemerkosaan di negara Arab dimana wanitanya berpakaian tertutup (jilbab), ternyata lebih tinggi daripada di Negara-negara Eropa padahal wanitanya sangat minim dalam berpakaian, bahkan bebas berbikini di pantai….”. Pernyataan tersebut bisa dikatakan sebagai pembohongan publik sebab fakta berbicara lain. Menurut hasil survei yang dipublikasikan di sebuah website menyatakan bahwa justru tingkat perkosaan wanita yang tinggi di dominasi oleh negara-negara Eropa seperti Prancis, Jerman, Swedia dan lainnya. Arab Saudi yang menjadi kambing hitam dalam pernyataan bohong tersebut itu justru menduduki peringkat 115 dari 116 negara yang disurvei! (lihat di https://www.nationmaster.com/graph/cri_rap-crime-rapes)

Amerika Serikat yang berada diurutan ke 57 dalam survei tersebut dari data statistik menunjukkan 17,7 juta wanita AS pernah menjadi korban percobaan perkosaan atau perkosaan. Bahkan setiap menit terjadi 24 pemerkosaan di Amerika. Data statistik itu dihimpun organisasi nasional AS untuk anti kekerasan seksual yakni Rape, Abuse, and Incest National Network (RAINN). Dikutip dari situs resminya (www.rainn.org), satu dari enam wanita AS pernah menjadi korban perkosaan. Dari jumlah itu, 2,8 persen menjadi korban percobaan perkosaan.

Nah, bagaimana korban pemerkosaan di negara-negara Eropa yang menduduki sepuluh besar tingkat perkosaannya? Belum lagi hubungan suka sama suka di luar nikah alias ‘kumpul kebo’ dari negara-negara dengan budaya serba permisif tersebut. Yang pastinya lebih banyak. Bukankah perilaku hidup layaknya binatang tersebut juga merupakan pelecehan terhadap wanita?

Kita mungkin saja tidak setuju dengan perda pelarangan bonceng ngangkang bagi wanita di Aceh dengan adanya pertimbangan-pertimbangan lain. Tak masalah, sebab hal tersebut bukan sesuatu yang subtansial dan masih bisa untuk didiskusikan. Tapi persoalan menjadi lain ketika hal tersebut menyeret kita untuk mencela syariat Islam apalagi berbohong agar orang jauh dari syariat Islam.

Siapa Hukum yang Terbaik?
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menciptakan kita tentulah lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Termasuk hukum yang berhak untuk mengatur kehidupan kita. Sangat naif jika manusia menganggap adanya hukum yang lebih berhak untuk diaplikasikan di muka bumi ini selain apa yang diturunkan oleh Allah melalui al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu…”(QS. Al-Maidah: 49)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahkan menantang manusia dengan firman-Nya (yang artinya):

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50)

Mengomentari ayat di atas, dalam buku “Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” penulis mencatat: “Allah mengingkari orang yang berhukum kepada selain hukum Allah, karena hukum Allah itu mencakup segala kebaikan dan melarang segala keburukan. Berhukum kepada selain hukum Allah berarti beralih kepada hukum selain-Nya, seperti kepada pendapat, hawa nafsu dan konsep-konsep yang disusun oleh para tokoh tanpa bersandar kepada syariat Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyah yang berhukum kepada kesesatan dan kebodohan yang disusun berdasarkan penalaran dan seleranya sendiri. Oleh karena itu Allah berfirman: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki?” dan berpaling dari hukum Allah.”

Tujuan Syariat Islam
Syariat Islam tiada lain adalah untuk kemaslahatan ummat manusia dunia dan di akhirat. Sebagaimana makna syariat menurut istilah adalah hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui rasul-rasul-Nya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.

Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa tujuan hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemashlahatan hamba dunia dan akhirat. Menurutnya, seluruh hukum itu mengandung keadilan, rahmat, kemashlahatan dan hikmah, jika keluar dari keempat nilai yang dikandungnya, maka hukum tersebut tidak dapat dinamakan Hukum Islam.

Menurut Imam as-Syatibi, maqashid al-syari’ah (tujuan dari syariat) yang bersifat dharuriyat (harus ada) mencakup lima, yaitu: (1) menjaga agama (hifzh ad-din); (2) menjaga jiwa (hifzh an-nafs); (3) menjaga akal (hifzh al-’aql); (4) menjaga keturunan (hifzh an-nasl); (5) menjaga harta (hifzh al-mal). (al-Muwafaqat fi Ushul al- Syari’ah) jilid II, h. 2-3.

Wanita dalam Penjagaan Syariat
Sebelum datangnya Islam (masa jahiliyah) wanita adalah makhluk yang tidak dianggap. Sebagaimana kata Umar bin Khathab, “Pada masa jahiliyah, wanita itu tak ada harganya bagi kami. Sampai akhirnya Islam datang dan menyatakan bahwa wanita itu sederajat dengan laki-laki.”

Dalam Islam, wanita menempati tempat yang istimewa. Secara khusus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada ummatnya dalam sabda beliau: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR. Muslim)

Bahkan barometer kebaikan akhlak seorang laki-laki adalah bagaimana sikap mereka terhadap wanita, khususnya kepada istrinya.

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku.” (HR Tirmidzi, dinyatakan shahih oleh Al Albani)

Muhammad Thahir ‘Asyur rahimahullah berkata, “Agama Islam sangat memperhatikan kebaikan urusan wanita. Bagaimana tidak, karena wanita adalah setengah dari jenis manusia, pendidik pertama dalam pendidikan jiwa sebelum yang lainnya, pendidikan yang berorientasi pada akal agar ia tidak terpengaruh dengan segala pengaruh buruk, dan juga hati agar ia tidak dimasuki pengaruh setan…
Islam adalah agama syariat dan aturan. Oleh karena itu ia datang untuk memperbaiki kondisi kaum wanita, mengangkat derajatnya, agar umat Islam (dengan perannya) memiliki kesiapan untuk mencapai kemajuan dan memimpin dunia.” (al Tahrir wa al Tanwir: 2/400-401)

Selain menjamin hak-hak wanita, Islam pun menjaga kaum wanita dari segala hal yang dapat menodai kehormatannya, menjatuhkan wibawa dan merendahkan martabatnya. Islam menempatkannya wanita sebagai makhluk yang mulia yang harus dijaga, bagaikan mutiara yang mahal harganya. Untuk itu sejumlah aturan ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Di antara aturan yang khusus bagi wanita adalah aturan dalam pakaian yang menutupi seluruh tubuh wanita. Aturan ini berbeda dengan kaum laki-laki. Allah memerintahkan demikian agar mereka dapat selamat dari mata-mata khianat kaum laki-laki dan tidak menjadi fitnah bagi mereka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)

Wanita pun diperintah oleh Allah untuk menjaga kehormatan mereka di hadapan laki-laki yang bukan suaminya dengan cara tidak bercampur baur dengan mereka, lebih banyak tinggal di rumah, menjaga pandangan, tidak memakai wangi-wangian saat keluar rumah, tidak merendahkan suara dan lain-lain.

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al Ahzab: 33)

Semua syariat ini ditetapkan oleh Allah dalam rangka menjaga dan memuliakan kaum wanita, sekaligus menjamin tatanan kehidupan yang baik dan bersih dari perilaku menyimpang yang muncul akibat hancurnya sekat-sekat pergaulan antara kaum laki-laki dan wanita. Merebaknya perzinahan dan terjadinya pelecehan seksual adalah diantara fenomena yang diakibatkan karena kaum wanita tidak menjaga aturan Allah.

Penutup
Sebagai bentuk keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala, kita dituntut untuk tunduk, pasrah, dan berserah diri kepada hukum Allah Ta’ala dengan selalu berusaha untuk mengaplikasikan dan menegakkannya. Dimulai dari pribadi-pribadi kita, keluarga kemudian dalam masyarakat hingga bernegara. Kita harus yakin bahwa hanya dengan syariat Islam kehidupan akan terjaga bagi seluruh manusia serta lingkungan sekitarnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya):

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96).

Wallahu a’lam.[]

Zainal Lamu (alfathonah.blogspot.com)

    Raih amal shaleh, kirim postingan ini ke: