Setelah Ramadhan, Apa yang Bertahan?
Bulan penuh ampunan, berkah, dan berbagai macam kemuliaan ukhrawi telah berlalu beriring dengan berjalannya waktu. Pergi untuk selamanya atau kembali pada tahun berikutnya. Menyadari itu mungkin ada di antara kita yang merasa sedih, menyesal atau perasaan semacamnya tapi kembali kita diingatkan oleh pesan ulama ”Kun rabbaniyyan wala takun Ramadhaniyyan”, (Jadilah hamba-hamba Allah dan janganlah menjadi hamba-hamba Ramadhan). Dan juga pesan mereka adalah “Man ya’budu ramadhan fa innahu qod fata, wa man ya’budullah fa innahu hayyun la yamut”
Ramadhan ibarat ladang pahala yang sangat subur sehingga wajar ketika amalan ibadah pada bulan tersebut kita tingkatkan kualitas dan kuantitasnya, tapi ia bukanlah momen untuk berspekulasi ataupun memanipulasi iman, semua maksiat terhenti untuk sementara tapi setelah Ramadhan dilanjutkan kembali. Sebagaimana yang dilansir dalam suatu media islam bahwa saat awal hingga akhir Ramadhan pencari kata “seks” dari sebuah mesin pencari menurun drastis. Namun, ketika Ramadhan berakhir, para pengguna internet yang mencari kata “seks” berlipat-lipat lagi, dan bahkan mencapai puncaknya.
Beroperasinya kembali tempat-tempat maksiat setelah ditutup secara resmi selama sebulan. Seolah Allah hanya ada pada bulan Ramadhan. Menurut ulama bahwa mereka adalah seburuk-buruk orang yang hanya mengenal Allah pada bulan Ramadhan saja. Padahal, Allah adalah Tuhan dan Pemilik semua bulan, tak pernah lengah sedetikpun, Maha Hidup dan tak pernah tidur.
Ramadhan seharusnya menjadi ajang latihan buat untuk menjadi hamba yang lebih baik dari sebelumnya. Keberhasilan dari suatu latihan dilihat di arena pertandingan bukan hanya saat latihan saja. Satu bulan penuh kita latihan dan sebelas bulan berikutnya adalah waktu untuk bertanding dan saat inilah penentuan kemenangan.
Bukti diterimanya ibadah dalam satu musim kebaikan adalah setelah melakukan ibadah tersebut. Begitupun dalam bulan Ramadhan, ada banyak amalan shaleh baik yang wajib maupun sunnah dapat kita lakukan dengan mudah dan ringan, alangkah baiknya jika amalan-amalan tersebut tetap dipertahankan meski dengan intensitas yang lebih sedikit dibanding dalam bulan Ramadhan. Berikut ini beberapa contoh amalan tersebut.
Shaum/Puasa
Shaum adalah kewajiban selama sebulan penuh di bulan Ramadhan, di bulan lain pun ada banyak shaum sunnah yang bisa dilakukan dan bisa kita rutinkan misalnya shaum hari senin dan kamis, shaum 3 hari pada tanggal 13, 14, 15 tiap bulan hijriyah, atau shaum sebagaimana Nabi Daud ‘alaihi salam sehari shaum dan sehari berbuka. Dari jenis shaum tersebut kita bisa merutinkan apa yang termudah dan bisa kita lakukan, dan mudah-mudahan dengan itu kita mendapatkan sebagaimana kabar gembira dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam buat orang-orang yang ahli shaum:
“Sesungguh dalam syurga ada satu pintu yang disebut dengan rayyan, orang-orang yang shaum akan masuk di hari kiamat nanti dari pintu tersebut tak ada orang selain mereka yang memasukinya. Jika telah masuk orang terakhir yang puasa ditutuplah pintu tersebut barang siapa yang masuk akan minum dan barang siapa yang minum tak akan merasa haus untuk selamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan banyak lagi keutamaan shaum yang tidak bisa disebutkan satu persatu di ruang yang terbatas ini.
Ada juga jenis shaum pada momen tertentu misalnya shaum hari arafah 9 Dzulhijjah, shaum 6 hari di bulan Syawal.
Untuk shaum yang terakhir di atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa shaum penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (shaum) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia shaum selama satu tahun .” (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa’i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shaum Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (shaum) sepuluh bulan, sedangkan shaum enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (shaum) dua bulan, maka itulah bagaikan shaum selama setahun penuh.” (Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam “Shahih” mereka.)
Shaum 6 hari di bulan Syawal tidak mesti berurutan, dilakukan selang-seling insyaAllah tak mengapa.
Shalat Lail
Shalat tarwih yang kita lakukan tiap malam Ramadhan sebenarnya adalah shalat lail sebagaimana tahajjud dan witir. Alangkah baiknya jika shalat lail tetap ditegakkan di bulan-bulan lainnya. Bagi pemula, shalat tahajjud yang dikerjakan setelah tidur mungkin agak berat sehingga memerlukan latihan yang bertahap. Paling minimal kita menjaga shalat witir tiap malam. Kalaupun masih berat dilakukan pada seperdua atau sepertiga malam setelah tidur maka witir bisa dikerjakan sebelum beranjak untuk tidur.
“Barang siapa takut tidak bangun di akhir malam, maka witirlah pada awal malam, dan barang siapa berkeinginan untuk bangun di akhir malam, maka witirlah di akhir malam, karena sesungguhnya shalat pada akhir malam masyhudah (“disaksikan”) (HR. Muslim).
Shalat Berjama’ah
Pada bulan Ramadhan khususnya di malam awal-awal Ramadhan masjid menjadi ramai, tapi sayang seiring dengan berlalunya Ramadhan masjid kembali sepi sebagaimana semula. Hukum shalat berjama’ah bagi laki-laki dalam hal ini ada ikhtilaf di kalangan ulama, sebagian mengatakan wajib dan ada yang berpendapat sunnah muakkadah (sunnah yang mendekati wajib). Terlepas dari itu motivasi-motivasi untuk shalat berjama’ah dari banyak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seharusnya membangkitkan semangat kita untuk senantiasa memenuhi panggilan dan menjadi tamu di rumah-rumah Allah di tiap waktu shalat dan berjama’ah di dalamnya.
Tadarrus al-Qur’an
Pada Ramadhan lalu mungkin di antara kita ada yang sempat khatam al-Qur’an satu, dua atau bahkan lebih tiga kali. Keakraban dengan al-Qur’an yang terbina pada bulan al-Qur’an tersebut sedapat mungkin tetap terjaga pada bulan-bulan lainnya. Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan bahwa seharusnya seorang muslim membaca al-Qur’an sekurangnya 80 ayat tiap hari.
Pada bulan lainpun seharusnya kita punya target untuk mengkhatamkan al-Qur’an misalnya satu bulan sekali, kalaupun dirasa berat maka bisa sekali khatam dalam dua atau tiga bulan. Ini akan terasa ringan jika tiap hari kita menyediakan waktu khusus untuk bersama dengan al-Qur’an meski sebentar.
Tentu saja kedekatan dengan al-Qur’an kita tidak inginkan hanya sebatas huruf-huruf saja tapi mengetahui makna-makna yang terkandung di dalamnya kemudian mengamalkan dan mendakwahkannya adalah merupakan kewajiban setiap muslim. Dengan itu mudah-mudahan kita bukan termasuk orang yang diadukan oleh Rasulullah kepada Allah sebagaimana dalam al-Qur’an
Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan “. (QS. al-Furqan (25) : 30)
Shadaqah
Bulan Ramadhan menjadi berkah tersendiri bagi fakir miskin, bagaimana tidak? Banyak di antara orang-orang yang punya menjadikan Ramadhan sebagai bulan berbagi. Shadaqah di bulan Ramadhan memang lebih utama dibandingkan di luar Ramadhan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya dengan bulan muwasah/saling tolong menolong. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat dermawan di bulan Ramadhan, tepatnya ketika malaikat Jibril menemuinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan terhadap hartanya daripada angin yang berhembus. Tapi beliau tetaplah seorang yang dermawan di luar bulan Ramadhan.
Berdo’a
Tak satupun di antara kita yang bisa memastikan amalan ibadah pada bulan Ramadhan diterima oleh Allah atau tidak. Pada akhirnya kita tetap berharap mudah-mudahan keikhlasan dan keinginan untuk i’tiba’ (mengikuti) Rasulullah menjadi sebab diterimanya amalan ibadah kita. Ulama salaf memberikan teladan kepada kita, bahwasanya 6 bulan setelah Ramadhan maka salah satu lantunan do’a yang senantiasa keluar dari bibir mereka adalah agar amalan ibadah mereka yang telah di kerjakan pada bulan Ramadhan di terima oleh Allah Azza wa Jalla, mereka begitu khawatir jangan sampai amalan mereka sia-sia, tentunya kita pada generasi sekarang ini lebih berhak untuk itu.
Itulah sekelumit amalan-amalan yang sebaiknya tetap dipertahankan agar kita menikmati Ramadhan sepanjang masa dan ketakwaan yang telah tumbuh tak layu meski Ramadhan telah berlalu. Wallahu a’lam bishshowab.
Abu Fauzan ibnu Lamu’