Seputar I’tikaf
I’tikaf sangat dianjurkan pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan sekaligus untuk meraih keutamaan Lailatul Qadar. Orang yang belum pernah i’tikaf, menggambarkannya sebagai sebuah ibadah yang berat dan sulit. Padahal i’tikaf sangatlah mudah bagi orang yang Allah beri kemudahan. Yaitu bagi orang yang mempersenjatai dirinya dengan niat ikhlas dan tekad yang sungguh-sungguh, Allah pasti akan menolongnya.
Albalagh edisi ke kali ini akan menyajikan sekilas fikih yang berkaitan dengan I’tikaf, selamat membaca.
Defenisi I’tikaf
Pertama: Definisi I’tikaf
Secara etimologi i’tikaf adalah menetapi sesuatu dan mengikat diri kepadanya.
Secara terminologi syariat: “menetapi masjid dan berdiam di dalamnya dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
Hikmah Disyariatkannya I’tikaf
Ibnul Qayyim ketika menjelaskan beberapa hikmah i’tikaf berkata: “Kelurusan hati dalam perjalanannya menuju Allah sangat bergantung kepada kuat tidaknya hati itu berkonsentrasi mengingat Allah. Dan merapikan kekusutan hati serta menghadapkannya secara total kepada Allah. Sebab kekusutan hati hanya dapat dirapikan dengan menghadapkan secara total kepada Allah. Perlu diketahui bahwasanya makan dan minum yang berlebihan, kepenatan jiwa dalam berinteraksi sosial, terlalu banyak berbicara dan tidur akan menambah kekusutan hati bahkan dapat menceraiberaikannya, dan menghambat perjalanannya menuju Allah atau melemahkan langkahnya. Maka sebagai konsekuensi rahmat Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengasih terhadap hamba-hambaNya, Allah mensyari’atkan ibadah puasa atas mereka untuk menghilangkan kebiasaan makan dan minum secara berlebih-lebihan serta membersihkan hati dari noda-noda syahwat yang menghalangi perjalanannya menuju Allah. Dan mensyariatkan i’tikaf yang inti dan tujuannya ialah menambat hati untuk senantiasa mengingat Allah, menyendiri mengingat-Nya, menghentikan segala kesibukan yang berhubungan dengan makhluk, dan memfokuskan diri bersama Allah semata. Sehingga kegundahan dan goresan-goresan hati dapat diisi dan dipenuhi dengan dzikrullah, mencintai dan menghadap kepada-Nya.
Hukum I’tikaf
I’tikaf merupakan bentuk pendekatan diri dan ketaatan kepada Allah. Mengamalkannya adalah sunnat (dianjurkan). Dan sangat dianjurkan diamalkan pada bulan Ramadhan. Dan terlebih lagi pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Dan hukumnya menjadi wajib jika dinadzarkan.
“Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allah, hendaklah ia mentaati-Nya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan juga dari ‘Abdullah bin ‘Umar ia menceritakan bahwa ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu kemudian beliau bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam “Pada masa jahiliyah dahulu aku pernah bernadzar beri’tikaf semalam di Masjidil Haram.” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda “Tunaikanlah nadzarmu.”
Syarat-syarat I’tikaf
Islam, Berakal, Baligh, Niat, di dalam masjid, suci dari janabah, haidh dan nifas. Alim ‘ulama berbeda pendapat apakah seorang yang beri’tikaf harus dalam keadaan berpuasa? Demikian pula mengenai jangka waktu beri’tikaf. Kelihatannya yang paling tepat adalah tidak disyaratkan harus berpuasa dan tidak ada pembatasan waktu. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz.
Amalan-Amalan Sunnat Bagi Orang Yang Beri’tikaf
Memperbanyak ibadah, seperti shalat, tilawah Al-Qur’an, membaca buku-buku ahli ilmu dan lain-lain.
Menjauhkan diri dari ucapan sia-sia, seperti berdebat, mencela, memaki dan lain-lain.
Berdiam di tempat i’tikaf dalam masjid. Berdasarkan riwayat Muslim dari Nafi’ ia berkata: “’Abdullah bin ‘Umar menunjukkan kepadaku tempat yang dipakai RasulullahShallallaahu alaihi wa Sallam beri’tikaf di dalam masjid.”
Perkara-perkara Yang Dibolehkan Bagi Orang Yang Beri’tikaf
Keluar dari tempat i’tikaf untuk suatu keperluan yang mendesak. Berdasarkan hadits shahih dari ‘Aisyah bahwa ia berkata:
“Tuntunan bagi orang yang beri’tikaf untuk tidak menjenguk orang sakit, tidak menghadiri penyelenggaraan jenazah, tidak menyentuh dan mendekati kaum wanita, tidak keluar dari tempat i’tikaf kecuali untuk sebuah keperluan yang mendesak.” (HR. Abu Dawud dan dikatakan oleh Ibnu Hajar: “Para perawinya tidak bermasalah.”)
Boleh makan, minum dan tidur di dalam masjid dengan tetap menjaga kebersihan. Berbicara yang dibolehkan dengan orang lain untuk suatu keperluan.
Merapikan rambut, memotong kuku, membersihkan badan, mengenakan pakaian bagus dan memakai minyak wangi. Berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata: “Ketika Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam sedang i’tikaf di dalam masjid, beliau mengeluarkan kepalanya dari sela-sela kamar kemudian aku mencuci kepala beliau.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Kemudian aku merapikan rambut beliau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Melepas kepulangan keluarga yang menjenguknya, berdasarkan hadits Shafiyah yang mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya.
Perkara-perkara Yang Dimakruhkan Atas Orang Yang Beri’tikaf
1. Berjual-beli.
2. Berbicara yang mendatangkan dosa.
3. Diam dan tidak berbicara sama sekali. Jika ia meyakininya sebagai ibadah.
Perkara-perkara Yang Membatalkan I’tikaf
1. Keluar dari masjid dengan sengaja tanpa keperluan, sekalipun hanya sesekali.
2. Bersetubuh.
3. Gila dan mabuk.
4. Haidh dan nifas bagi kaum wanita, disebabkan hilang-nya syarat bersuci.
5. Murtad. Semoga Allah menghindarkan kita darinya.
Waktu Memasuki Tempat I’tikaf Dan Keluar Darinya
Bilamana seseorang memasuki masjid dan berniat untuk taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), maka ia telah terhitung beri’tikaf hingga keluar dari masjid. Apabila ia meniatkan beri’tikaf pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan, hendaklah ia memasuki tempat i’tikaf sebelum matahari terbenam (menjelang malam kedua puluh satu). Dan meninggalkan tempat i’tikaf pada hari terakhir bulan Ramadhan setelah matahari terbenam.
Wahai saudaraku, segeralah menghidupkan sunnah Nabi ini dan memasyarakatkannya di tengah-tengah keluarga, kerabat dekat, saudara-saudara dan teman-temanmu serta di tengah masyarakatmu. Semoga Allah memberikan kemudahan dan kekuatan menghidupkan sunnah yang mulia ini. Amin ya rabbal alamin. (Disusun oleh: Abu Royyan)