Seringkali kita terperangah, takjub dan bangga dengan jumlah yang banyak. Dan dengan jumlah yang banyak itu, kita mengukur dan menetapkan sebuah “barometer” keberhasilan. Dalam bidang Sumber Daya Manusia (SDM), salah satu pengukur sebuah negara dikatakan maju atau berkembang jika jumlah penduduknya yang bertitel sarjana sangat banyak. Tapi, jarang dibuktikan sejauh mana keberhasilan sarjana itu dalam lapangan kehidupan. Banyak orang menenteng gelar sarjana, tapi tak mempunyai pekerjaan yang berdayaguna alias menganggur. Dari yang bekerja itu, sangat jarang yang dapat memanfaatkan pekerjaannya untuk mengembangkan diri, ia hanya puas dengan pendapatan tetap bulanan. Dari yang berhasil mengembangkan diri ke taraf yang lebih baik, sedikit dari mereka yang mampu membuka lapangan kerja dan memberi manfaat kepada masyarakat sekitar di mana ia tinggal. Berkaitan dengan ini, Rasulullah –Shallallahu’alaihiwasallam – bersabda : “Sebaik-baik manusia ialah yang berguna untuk orang lain”. (HR. At-Thabaraniy)
Banyak orang yang memiliki fisik sehat, jasmani kuat dan bertenaga. Maka tidak heran, saat ini tempat-tempat latihan kebugaran untuk membentuk tubuh dan otot menjadi kuat dan berbentuk atletis semakin banyak, bak tumbuhnya jamur di musim hujan. Buku-buku serta acara-acara yang memberikan informasi kebugaran pun menjadi sesuatu yang sangat diminati. Tapi yang sering kita lupa, dari sekian banyak manusia yang berbadan sehat, kuat sangat sedikit yang menggunakan kesehatannya untuk sesuatu yang bermanfaat dan berdayaguna. Alangkah indahnya, jika karunia kesehatan itu tidak ia nikmati sendiri tatapi ia menjadikannya sebagai wasilah untuk melakukan amalan yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.
Begitu juga dengan waktu, kesempatan dan usia yang ditakdirkan untuk kita. Kita terkadang tertipu dengan banyak dan panjangnya waktu yang tersedia buat kita. Kalau dihitung-hitung dalam sebulan kita menghabiskan waktu kurang lebih 480 jam (dikurangi 8 jam perhari untuk istirahat) untuk pelbagai aktifitas kita sehari-hari. Tapi dari sekian ratus jam itu, mungkin hanya sekian jam saja yang mampu kita maksimalkan untuk meningkatkan kwalitas ibadah kita, diri kita, keluarga kita dan hal-hal yang positif lainnya. Untuk kedua poin ini (tenaga dan waktu), Rasulullah –Shallallahu’alaihi wasallam : “Ada dua nikmat, yang membuat banyak manusia tertipu (lalai) dengannya : kesehatan dan kesempatan”. (HR. al-Bukhari)
Dari sisi harta, kita terkadang menghargai seseorang sebagai orang yang terhormat, berkedudukan mulia dengan jumlah kekayaan yang ia miliki. Tapi, penghormatan kita akan jauh lebih mendalam jika kita tahu bahwa kekayaan yang ia miliki tak membuatnya ia sombong, angkuh, menjaga jarak dengan orang yang berada di bawahnya. Ia tidak menganggap dirinya berada pada kasta yang berbeda dengan orang lain. Tapi, kita akan semakin takjub dan menaruh hormat, jika dibalik itu semua ia mampu berbagi dengan harta yang ia miliki untuk menebar kebajikan kepada sesama. Tapi, jumlah manusia yang bertipe dermawan seperti ini tentulah tidak banyak. Tapi yang lebih langka lagi, adalah tipe orang yang berpenghasilan pas-pasan bahkan cenderung kurang dan tidak mampu, tetapi di balik keterbatasannya ia mampu menyisihkan sebagian atau bahkan jumlah yang “tidak wajar” untuk berbagi dengan sesama. Rasulullah –Shallallahu’alaihi wasallam- bersabda : “Satu Dirham melampaui seratus ribu Dirham”. (HR. Ahmad dan An-Nasai ) . Para ulama menjelaskan bahwa satu dirham yang disedekahkan oleh orang yang berpenghasilan dua dirham sehari, jauh lebih mulia dibandingkan seratus ribu dirham yang disedekahkan oleh orang yang mempunyai kekayaan yang melimpah.
Sebagai pembelajar, kita juga terkadang bangga dengan banyaknya ilmu yang dapat kita serap dan kita ketahui. Bahkan, mungkin dari kwantitas jumlah buku bahkan kitab yang mampu kita koleksi sangat banyak dan berjilid-jilid. Tapi dari sekian banyak ilmu yang kita ketahui, sedikit diantaranya yang kita kuasai secara menyeluruh, apalagi jika kita mampu untuk meng-upgrade- standar keilmuan kita. Gelar kesarjanaan terkadang tidak berjalan secara seimbang dengan tingkat kepakaran dan kehlian seseorang dalam bidang ilmu pengetahuan yang ia geluti. Dari sekian banyak buku yang kita koleksi, sedikit yang pernah kita baca sampai tamat, dari sekian banyak yang kita tamatkan sedikit yang dapat kita fahami dan kuasai secara matang dan mendalam. Tapi apalah artinya ilmu yang banyak dan pengetahuan yang luas jika tak diwujudkan dalam bentuk amalan. Apalah gunanya sekian banyak teori dan kaidah yang kita kuasai namun untuk hal yang sangat sederhana dalam kehidupan, kita tak dapat mengaplikasikan teori dan kaidah itu. Olehnya itu, diantara do’a yang sering dibaca oleh baginda Rasulullah –Shallallahu’alaihi wasallam- : “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu, dari ilmu yang tidak bermanfaat”. (HR. Muslim ). Ilmu memanggil amal, jika dijawab ia akan kekal, jika tidak maka ia masuk kategori gagal. Begitu kira-kira nasehat para ulama dahulu kepada para pembelajar dan penuntut ilmu.
Sebagai aktifis dan pejuang dakwah (Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita untuk konsisten di Jalan ini ). Sungguh jalan ini penuh onak dan duri. Sungguh jalur ini, sunyi dan sepi dari hingar bingar gemerlap kemewahan dunia. Berusaha untuk bertahan di jalan ini sangat berat dan mempunyai konsekwensi yang tidak ringan. Siap hidup pas-pasan bahkan mungkin kekurangan adalah harga yang mungkin dibayarkan untuk pilihan ini. Menjadi tenar dan terkenal mungkin adalah impian yang siap siaga untuk dilupakan dan dikeluarkan dari susunan agenda prioritas kita. Caci makian, pandangan miring dan hujatan mungkin akan menjadi suguhan hidangan dan menu harian yang kerap dinikmati. Bertolak belakang dengan kemauan banyak orang, bahkan terkadang dengan orang yang terdekat dengan kita adalah sebuah kemestian yang sulit dielakkan. Sangat wajar jika yang memilih jalan ini sangat sedikit.
Tapi, lebih sedikit lagi diantara yang sedikit, orang-orang yang berusaha untuk sabar, konsisten, bertahan untuk menjadi sokoguru, padepokan dan pabrik yang secara berkesinambungan memproduksi manusia-manusia berkarakter “sedikit” yang berkualifikasi terbaik. Melahirkan dan membumikan kader-kader militan yang siap mengabdi di setiap zaman dan tempat. Ketahuilah, pilihan ini adalah para ulama Rabbani, pilihan generasi terbaik, pilihan para Nabi, pilihan Rasul-rasul Ulul Azmi, pilihan manusia terbaik yang pernah dilahirkan untuk manusia dan kemanusian, inilah pilihan hidup Sang Panutan, Baginda Rasul -Shallallahu’alaihi wasallam- yang pernah berujar dari lisan beliau yang tak pernah berdusta : “Sungguh Manusia ibarat ratusan ekor unta, hampir-hampir engkau tak mendapatkan (dari sekian banyak jumlah unta) satu ekor yang layak untuk dijadikan tunggangan”. (HR. Bukhari & Muslim).
Uhibbukumfillah
Nasim, Riyadh 11 R. Awal 1434.
Ahmad Hanafi DY