Rumahku Surgaku

1

Oleh Ustadz Maulana La Eda, Lc.

Setiap kita pasti mengangankan terwujudnya rasa bahagia, dan nuansa serba indah dalam bingkai kehidupan rumah tangga, jauh sebelum layar biduk pernikahan yang dicitakan terbentang. Semuanya terbayang syahdu hanyutkan angan dalam aneka dunia fantasi, seakan biduk rumah tangga tersebut akan terus melanggeng indah tanpa adanya hadangan badai dan gelombang kehidupan. Hanya saja banyak di antara kita yang masih enggan untuk bercita-cita meneladani potret rumah tangga Sang Teladan Muhammad shallallahu’alaihi wasallam bahkan kita sering kali tak menghiraukan faktor-faktor penting terwujudnya rumah tangga bahagia dan harmonis. Sehingga tak jarang, rumah yang seharusnya menjadi surga dan taman-taman syahdu bagi penghuninya seketika menjelma menjadi neraka dunia yang penuh petaka dan kesengsaraan.

Oleh karena itu demi mewujudkan keluarga yang mawaddah wa rahmah serta merealisasikan tujuan utama terbangunnya suatu rumah tangga Allah ta’ala telah menegaskan beberapa faktornya dalam Al-Quran, sebagaimana dalam beberapa firman-Nya, di antaranya: “Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah”. (QS Ar-Rum: 21).

Juga firman-Nya: “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS Al-Baqarah: 187)

Dua ayat ini mengisyaratkan dua poin penting tentang fondasi dasar terbangunnya rumah tangga yang bahagia yaitu:

  1. Saling memberikan sikap kenyamanan (sakinah), cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah)
  2. Saling menunjukkan adanya perhatian yang lebih.

Bahkan Nabi shallallahu’alaihi wasallam sering kali menekankan hal ini lewat sabda dan sikap teladan yang dicontohkannya dalam hidup berumah tangga. Rumah tangga beliau yang merupakan teladan utama bagi setiap rumah tangga muslim, sangat menggambarkan kondisi mawaddah dan rahmah ini karena di dalamnya terdapat banyak faktor yang bisa mewujudkannya, di antara yang terpenting adalah:

Pertama: Agama dan Ibadah Sebagai Fondasi Utama Rumah Tangga

Banyak orang yang membangun keluarga dan rumah tangga di atas fondasi agama yang rapuh dan mudah roboh lantaran hanya bermodalkan materi sehingga kebahagiaan yang mereka cari tidak kunjung didapat bahkan materi tersebut kadang hanya menambah kelamnya suasana rumah tangga. Atau bila materi tersebut mendatangkan bahagia dan kenyamanan, maka ia hanya bersifat lahiriyah, semu, dan tidak permanen, bukan kebahagiaan hakiki yang menghunjam dalam jiwa dan rohani. Sebab bahagia itu tidak bisa diukur dari kemegahan lahir dan berlimpahnya materi, namun diukur oleh ketenangan jiwa dan kepuasan rohani walaupun ada kekurangan dari segi materi.

Sehingga demi mewujudkan suasana “Baiti Jannati; Rumahku Surgaku”, islam telah memberikan trik pertama dan utama dalam memilih pasangan hidup sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam: “Wanita umumnya dinikahi karena 4 hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Karena itu, pilihlah yang memiliki agama, kalian akan beruntung.” (HR Bukhari: 5090 dan Muslim: 1466 ).

Keberuntungan yang didapat lewat kriteria pasutri yang agamis ini tentunya tidak hanya tercurah dalam bentuk sakinah, mawaddah, wa rahmah di kehidupan fana ini, namun lebih dari itu akan terus langgeng dan kekal hingga dipertemukan kembali di surga-Nya dalam anugerah “masuk surga sekeluarga”: “Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh (surga), bertelekan di atas dipan-dipan”. (QS Yasin: 56)

Kedua: Akhlaqul-Karimah dan Pergaulan Yang Baik Sebagai Dinding Kokoh Terbinanya Rumah Tangga.

Sering kali cinta, kecantikan atau ketampanan bukanlah penopang utama dari terbangunnya sebuah rumah tangga dan ikatan pernikahan. Betapa banyak pasutri sukses menata bangunan rumah tangga mereka tanpa diawali oleh rasa cinta, atau takjuban terhadap rupa yang tampan atau paras yang cantik. Hal ini membuktikan bahwa penopang utama kokohnya rumah tangga setelah kriteria iman dan agama adalah kemuliaan akhlak, tutur kata yang lembut, dan indahnya pergaulan antara pasutri. Perkara inilah yang mengekalkan romantisme pernikahan, sebab dalam banyak fakta pernikahan yang terbangun di atas cinta (pacaran misalnya), atau ketampanan dan kecantikan; juga hancur berantakan lantaran cinta tersebut tak mampu menanamkan akhlak, dan pergaulan baik. Sebaliknya pergaulan dan akhlak baik serta lembutnya tutur kata sedikit demi sedikit akan menanamkan mawaddah dan rahmah tanpa memandang ketampanan dan kecantikan. Kriteria inilah yang ditekankan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya: “Dan bergaullah dengan mereka (istri-istrimu) secara baik”. (QS.An-Nisa’ : 19). Juga firman-Nya: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya (suaminya) menurut cara yang makruf”. (QS. Al-Baqarah : 228).

Sikap ini jugalah yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam membina rumah tangga beliau bersama istri-istri beliau. Tutur kata beliau yang selalu santun, tak menampakkan rasa kesal apalagi sikap kasar, membuat rumah tangga beliau indah dan bahagia. Bahkan disela-sela kesibukan beliau dalam men-tarbiyah para sahabat, dan memonitor urusan negeri islam, beliau tak segan-segan membantu pekerjaan rumah istri-istri beliau, sebagaimana yang dikisahkan Aisyah radhiyallahu’anha ketika ditanya tentang aktifitas Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ketika bersama istrinya, beliau menjawab: “Beliau selalu membantu aktivitas (rumah) istrinya, dan bila waktu shalat telah tiba, beliau akan keluar (untuk menunaikan shalat)”. (HR Bukhari dalam Adab Mufrad: 538, shahih).

Ini merupakan salah satu potret pergaulan indah terhadap istri, yang apabila dikerjakan oleh sang suami setiap kali memiliki waktu luang, tentu akan semakin menumbuhkan rasa sakinah, mawaddah, wa rahmah. Sebaliknya sang istri juga hendaknya membantu pekerjaan suaminya atau minimal menenangkan sang suami dan melayaninya sebaik mungkin.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda: “Seorang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya”. (HR Tirmidzi: 1162, shahih).

Seorang istri bila taat dan bergaul dengan baik dengan suaminya, maka tentu akan meraih predikat wanita terbaik sebagaimana juga yang disebutkan dalam hadis: “Bila seorang wanita telah shalat lima waktu, berpuasa bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan menaati suaminya, maka akan dikatakan padanya di akhirat kelak: “Masuklah kedalam surga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki”. (HR Ahmad: 1661, dengan sanad hasan).

Bahkan akhlaqul-karimah ini wajib pula diwujudkan ketika bergaul dengan putra putri kita, sebab mereka paling berhak mendapatkan pergaulan yang baik, dan merasakan indahnya suasana keluarga dan rumah tangga yang mengayomi mereka. Kecupan kasih sayang, tutur kata yang lembut, dan arahan-arahan yang bijak semakin akan mengharmoniskan hubungan antara ortu dengan mereka, dan tentunya akan menghiasi suasana rumah serasa “surga”. Sikap-sikap seperti inilah yang selalu dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersama anak-anaknya sebagaimana dikisahkan oleh Aisyah radhiyallahu’anha: “Ketika Fathimah datang kepada Nabi, Nabi berdiri menyambutnya lalu mengambil tangannya kemudian menciumnya dan membawanya duduk di tempat duduk beliau, dan apabila Nabi datang kepada Fathimah, Fathimah berdiri menyambut beliau lalu mengambil tangan beliau kemudian menciumnya, setelah itu ia mempersilakan beliau duduk di tempatnya”. (HR Abu Daud: 8217, Tirmidzi: 4210, shahih).

Ketiga: Sabar dan Syukur Sebagai Perabot dan Hiasan Rumah Tangga

Bahagia dan sedih, senang dan susah, pasti akan datang silih berganti dalam kehidupan keluarga dan rumah tangga. Dari sinilah keteguhan seorang suami dan kesabaran seorang istri diuji oleh Allah Ta’ala. Bahkan sukses tidaknya atau bahagia tidaknya suatu rumah tangga diukur dari reaksi dan sikap mereka tatkala bahagia atau sedih. Suatu keluarga dianggap bahagia bila merealisasikan rasa syukur kepada Allah ta’ala dan merasa cukup / qana’ah atas setiap nikmat dan karunia yang dianugrahkanNya, serta menampakkan sikap sabar dan penuh tawakkal bila ada problem, bencana atau kesusahan yang menimpa mereka, sebab dua hal ini merupakan dua dari tiga pilar kebahagiaan yang ditetapkan oleh islam yaitu syukur, sabar dan taubat kepada Allah ta’ala. Hal ini ditegaskan oleh banyak ayat dan hadis, di antaranya: ”Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya dan kebaikan itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Apabila dia mendapat kesenangan dia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah dia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya.” (HR Muslim: 2999).

Problem rumah tangga tentunya begitu banyak, jenis dan beratnya pun beragam. Nah, seorang muslim yang hakiki harusnya bersikap dewasa dan tenang ketika menghadapi problem-problem ini, tanpa harus mengedepankan perasaan pribadi atau memprioritaskan sikap egoisme.

Dengan tiga poin ini keluarga dan rumah tangga akan terus terbina dalam suasana bahagia dan ceria, dan para anggotanya akan terus merasakan cinta dan kasih sayang dalam bingkai “Baiti Jannati: Rumahku Surgaku”, bukan hanya rumah fana yang kini ada, namun akan terus berlanjut hingga disurga ‘Adn, sebagaimana firman-Nya: “(yaitu) Surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya”. (QS Ar-Ra’d: 23).

Akhir kata, marilah banyak berdoa kepada Allah ta’ala agar selalu menjadikan keluarga dan rumah tangga kita semua dan setiap muslim sebagai rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Ya Rabb, masukkanlah kami ke dalam syurga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada kami dan masukkanlah pula orang tua kami, istri-istri kami, dan keturunan kami ke dalamnya. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Aamiin.

Sumber: Majalah SEDEKAH PLUS edisi 26 Tahun ke II

Share.

1 Comment

Leave A Reply