Resep Jitu Menjaga Kehormatan Muslimah
Saudariku, kehormatanmu lebih berharga daripada perhiasan termahal di dunia. Maka jagalah ia dengan sebaik mungkin, baik sebelum menikah ataupun setelah bersuami.
Berbagai kasus pemerkosaan menghiasi surat kabar nasional, bahkan tak jarang seorang akhwat muslimah jadi korbannya.
Kita harus selalu bertawakkal kepada Allah, serta ridha dan menerima takdir yang ditetapkan Allah. Tetapi, tawakkal kita menjadi timpang jika tidak diiringi dengan usaha maksimal. Maka di sini saudaramu mencoba mengajukan beberapa resep jitu in sya’a Allah, sebagai bentuk usaha menjaga kesucian dan kehormatan seorang mukminah:
1. Tutuplah Auratmu dengan Sempurna
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu MEREKA TIDAK DIGANGGU. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Ahzab: 59)
Seluruh ulama sepakat bahwa semua tubuh wanita adalah aurat. Terkecuali wajah dan kedua telapak tangan, dalam hal ini mereka berbeda pendapat. Satu pendapat mengatakan kebolehan membuka wajah dan kedua telapak tangan hanya dalam shalat, di luar shalat seluruh tubuhnya adalah aurat. Pendapat lain mengatakan boleh memperlihatkan wajah dan telapak tangan di luar shalat. Kendati demikian, semua ulama tetap menyarankan seorang mukminah menutup seluruh tubuhnya jika keluar rumah.
Apalagi zaman kita sekarang adalah zaman fitnah, maka pendapat yang menyatakan seluruh tubuh wanita adalah aurat yang harus ditutupi, termasuk wajah dan kedua telapak tangan, harus menjadi bahan pertimbangan.
2. Tundukkan Pandangan, Jaga Kemaluan.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka. (QS.an-Nur: 31)
Jika mata seorang wanita telah liar dan tak terjaga, maka kesucian serta kehormatannya telah terancam.
3. Tegaslah Saat Berbicara kepada Lelaki non-Mahram, Hindari Suara Lembut apalagi Mendayu-dayu.
“Maka janganlah kamu tunduk* dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya**, dan ucapkanlah perkataan yang baik” (QS. al-Ahzab: 32)
*Tunduk dalam berbicara maksudnya: berbicara dengan sikap yang menimbulkan keberanian orang berbuat jahat kepadanya.
** Orang berpenyakit hatinya: adalah orang yang cenderung suka berbuat serong dengan wanita, seperti berzina.
4. Maksimalkan Aktivitas dalam Rumah, dan Kurangi Keluar Rumah Kecuali Bila Mendesak. Sibukkan Diri di Rumah dengan Ibadah dan Aktivitas Bermanfaat.
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. (QS. al-Ahzab: 33)
5. Jauhi ‘Pacaran’ dengan Berbagai Bentuknya.
Semua bentuk pacaran haram hukumnya, kecuali pacaran antara suami-isteri setelah menikah. Pacaran adalah pintu zina, tidak ada seorangpun terjerembab ke dalam lembah zina secara sekaligus tanpa pendahuluan-pendahuluan, dan inilah langkah-langkah setan. Karena pacaran adalah pintu yang mendekatkan seseorang kepada zina, maka pacaran diharamkan.
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. al-Isra’: 32)
Ketahuilah, wanita mulia adalah yang tidak sudi berpacaran. Karena dengan pacaran seorang wanita tak ubahnya seperti sandal yang dicoba-coba oleh siapa saja, jika tak cocok langsung ditinggalkan. Tentu seorang muslimah bukanlah barang buat dicoba-coba.
6. Hindari Berduan dengan Pria Bukan Mahram(khalwat), apapun Alasannya di Manapun Tempatnya.
Dari Ibn Abbas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani muhrimnya.” Lalu seorang laki-laki bangkit seraya berkata,”Wahai Rasulullah, isteriku berangkat hendak menunaikan haji sementara aku diwajibkan untuk mengikuti perang ini dan ini.” beliau bersabda:”Kalau begitu, kembali dan tunaikanlah haji bersama isterimu.
Beliau juga bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” (HR. Ahmad 1/18)
7. Jagalah Jarak dengan Kerabat Dekat yang Bukan Mahram, Sekalipun Ia Iparmu.
Ingatlah pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
Hati-hati kalian masuk ke tempat para wanita!” Berkatalah seseorang dari kalangan Anshar, “Wahai Rasulullah! Apa pendapat anda dengan ipar?” Beliau menjawab, “Ipar adalah maut.” (HR. Al-Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 5638)
Ipar di sini adalah kerabat suami selain ayah dan anak laki-lakinya.
Makna “Ipar adalah maut”, kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu, bahwa kekhawatiran terhadap ipar lebih besar daripada orang selainnya. Kejelekan bisa terjadi darinya dan fitnahnya lebih besar. Karena biasanya ia bisa masuk dengan leluasa menemui wanita yang merupakan istri saudaranya atau istri keponakannya, serta memungkinkan baginya berdua-duaan dengan si wanita tanpa ada pengingkaran, karena dianggap keluarga sendiri. Beda halnya kalau yang melakukan hal itu laki-laki ajnabi yang tidak ada hubungan keluarga dengan si wanita. (Al-Minhaj, 14/ 378)
Begitu pula dengan sepupu laki-laki, di beberapa daerah, sepupu laki-laki sering diperlakukan bak saudara kandung sendiri. Padahal ia bukanlah mahram.
8. Jika Ia Soleh, maka Terimalah Lamarannya.
Kemapaman ekonomi calon suami memang penting. Tetapi agamanya jauh lebih penting. Derajat sosial, ketampnana, dll hanyalah unsur pendukung. Agama tetap yang utama. Maka jika seorang ikhwan datang melamarmu dengan baik, sedangkan akhlak dan agamanya bagus, maka jangan sekali-kali kau menolaknya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kalian didatangi oleh seseorang yang kalian terima agama dan akhlaknya maka nikahkanlah dia, jika tidak maka akan lahir fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. at-Tirmidzi )
Seringkali alasan uang hantaran/panaik menjadi hambatan, sehingga si ikhwan terpaksa pulang dengan tangan hampa. Dalam hal ini, kedua belah pihak memang harus saling mengerti. Si Ikhwan harus berusaha semaksimal mungkin memenuhi tuntutan keluarga calon mempelai wanitanya. Dan si akhwat harus berusaha menekan keluarganya agar memberi keringanan kepada pelamarnya.
Jika budaya menolak lamaran orang baik merajalela, hanya karena keterbatasan ekonominya, maka kita khwatir ancaman Rasulullah benar-benar terjadi; “akan lahir fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.”
9. Berdo’alah Selalu Kepada Allah, Agar Harga Diri dan Kesucianmu Tetap Terjaga Sampai Ajal Menjemput Nantinya, dengan Do’a-do’a yang Ma’tsur.
بِسـمِ اللهِ الذي لا يَضُـرُّ مَعَ اسمِـهِ شَيءٌ في الأرْضِ وَلا في السّمـاءِ وَهـوَ السّمـيعُ العَلـيم
(dengan nama Allah, dengan nama-Nya tidak akan berbahaya sesuatu yang ada di bumi maupun yang ada di langit, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui)
اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وَآمِنْ رَوْعَاتِنَا
Ya, (yaitu) ya Alloh tutupilah aurat kami dan lindungilah rahasia kami.
اللّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu petunjuk, ketakwaan, terjaga (dari perbuatan yang merusak kehormatan) dan kekayaan.”
10. Pertahankan Kesucianmu, walau Nyawa Taruhannya.
Jika takdir Allah menggariskan kesucianmu terancam, maka pertahankanlah ia sampai mati, demi mengharap ridha Allah. Mati dalam menjaga kesucian jauh lebih mulia, dari pada hidup menanggung malu. Jika mati karena mempertahankan harta benda dihukumi syahid, maka begitu pula mati mempertahankan kesucian dan harga diri.
Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya maka ia syahid, barangsiapa yang terbunuh karena membela agamanya maka ia syahid, barangsiapa yg terbunuh karena membela darahnya (jiwanya) maka ia syahid & barangsiapa yg terbunuh karena membela keluarganya maka ia syahid. [HR. Tirmidzi No.1341].
Semoga Allah Azza wa Jalla menjaga kita, menjaga agama dan harga diri kita semua.
Amin
(sumber)