Perkara-perkara yang Merusak Amal
Ada sebuah prinsip yang diajarkan oleh salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu. Beliau pernah berkata: “Dahulu orang-orang (para Sahabat) bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan. Sementara aku menanyakan kepada beliau tentang keburukan, karena khawatir terjerumus ke dalamnya”
Selain mengetahui kebaikan-kebaikan, maka kita pun seharusnya mengetahui keburukan-keburukan untuk menghindarinya sehingga kita tidak terjerumus ke dalamnya. Nah, kali ini kami mengajak kepada pembacauntuk menyimak berbagai perkara-perkara perusak amalan yang kami ringkas dari terjemahan tulisan syaikh Salim al-Hilaly. Semoga bermanfaat!
Berikut ini diantara perkara-perkara yang merusak amal:
1. Kufur, syirik, murtad, dan nifaq.
Siapa yang mati dalam keadaan kafir atau musyrik atau murtad, maka segala amal yang baik tidak ada manfaatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti shalat, sedekah, silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga dan lain-lainnya. Sebab di antara syarat taqarrub adalah mengetahui siapa yang didekati. Sementara itu orang kafir tidaklah demikian. Maka secara spontan amalnya menjadi rusak dan sia-sia.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Baqarah: 217).
“Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya dan ia pada akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Maidah: 5).
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi’.” (QS. Az-Zumar: 65).
Allah juga berfirman, mengabarkan tentang keadaan semua rasul:
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya leyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 88).
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila orang-orang mengumpulan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian untuk satu hari dan tiada keraguan di dalamnya, maka ada penyeru yang berseru: ‘Barangsiapa telah menyekutukan seseorang dalam suatu amalan yang mestinya dikerjakan karena Allah, lalu dia minta pahala di sisi-Nya, maka sesungguhnya Allah adalah yang paling tidak membutuhkan untuk dipersekutukan’.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad & Ibnu Hibban, hasan.
2. Riya’.
Celaan terhadap riya’ telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
“… seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu sperti batu yang licin dan diatasnya ada tanah, kemudian batu itu mejadilah bersih (tidak bertanah). Mereka itu tidak menguasai sesuatu sesuatu apapun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 264).
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya yang aku paling takutkan atas kamu sekalian ialah syirik kecil, yaitu riya’. Allah berfirman pada hari kiamat, tatkala memberikan balasan terhadap amal-amal manusia, ‘Pergilah kepada orang-orang yang dulu kamu berbuat riya’ di dunia, lalu lihatlah apakah kamu mendapatkan balasan bagi mereka?” (HR. Ahmad).
Maka dari itu jauhilah riya’, karena ia merupakan bencana amat jahat, yang bisa menggugurkan amal dan menjadikannya sia-sia. Ketahuilah, bahwa orang-orang yang riya’ adalah pertama kali menjadi santapan neraka, karena mereka telah menikmati hasil perbuatannya di dunia, sehingga tidak ada yang menyisa di akhirat.
3. Menyebut-nyebut sedekah dan menyakiti orang yang diberi.
Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman jangalah kamu menghilangkan (pahala) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS. Al-Baqarah: 264).
Jika kita mensedekahkan harta karena mengharap balasan dari orang yang diberi, maka kita tidak akan mendapatkan keridhaan Allah. Begitu pula jika mensedekahkan karena terpaksa dan menyebut-nyebut pemberian kepada orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut sedekah dan mendustakan takdir.” (HR. Ibnu Abi Ashim, Ath-Thabrany, hasan).
Abu Bakar Al-Warraq berkata, “Kebaikan yang paling baik, pada setiap waktu adalah perbuatan yang tidak dilanjuti dengan menyebut-nyebutnya.”
4. Mendustakan takdir.
Iman seorang hamba tidak dianggap sah kecuali dia beriman kepada takdir Allah, baik maupun buruk. Dia juga harus tahu bahwa bencana yang menimpanya bukan untuk menyalahkannya, dan apa yang membuatnya salah bukan untuk menimpakan bencana kepadanya. Semua ketentuan sudah ditetapkan dan ditulis di Mushhaf yang hanya diketahui Allah semata, sebelum suatu peristiwa benar-benar terjadi dan sebelum Dia menciptakan alam.
Telah disebutkan dalam hadits yang ditulis di atas bahwa salah satu sebab tidak diterimanya amalan manusia adalah mendustakan takdir.
5. Melakukan bid’ah dalam agama.
Melakukan perkara baru (bid’ah) akan mengugurkan amal dan menghapus pahala. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menciptakan sesuatu yang baru dalam agama kami ini yang tidak termasuk bagian darinya, maka ia tertolak.”
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak termasuk agama kami, maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari & Muslim).
6. Mendatangi dukun dan peramal.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang-orang yang mendatangi dukun dan sejenisnya, lalu meminta sesuatu kepadanya, bahwa shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari. Beliau bersabda:
“Barangsiapa mendatangi peramal lalu bertanya tentang sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari.” (HR. Muslim).
Ancaman ini diperuntukkan bagi orang yang mendatangi dukun dan menanyakan sesuatu kepadanya. Sedangkan orang yang membenarkannya, maka dia dianggap sebagai orang yang mengingkari apa yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
“Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim, Abu Daud & Ahmad).
7. Durhaka kepada kedua orang tua.
Allah Ta’ala telah memerintahkan agar berbuat baik kepada ibu bapak dan berbakti kepada keduanya. Dia memperingatkan, mendurhakai keduanya dan mengingkari kelebihan keduanya dalam pendidikan merupakan dosa besar dan melenyapkan pahala amal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir.”
8. Mengkonsumsi sesuatu yang memabukkan (Khamr).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa meminum khamr, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Dan, jika mengulanginya keempat kalinya, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat maka Allah tidak mengampuninya dan Dia mengguyurnya dengan air sungai al-khabal.” Ada yang bertanya, “Wahai Abu Abdurrahman (Nabi), apakah sungai al-khabal itu?” Beliau menjawab, “Air sungai dari nanah para penghuni neraka.” (HR. At-Tirmidzi, shahih).
9. Perkataan dusta dan palsu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pelaksaannya, maka Allah tidak mempunyai kebutuhan untuk meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Al-Bukhari).
Di dalam hadits ini terkandung dalil perkataan palsu dan pengamalannya dapat meleyapkan pahala puasa.
10. Memelihara anjing, kecuali anjing pelacak, penunggu tanaman atau berburu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa memelihara seekor anjing, maka pahala amalnya dikurangi setiap hari satu qirath (dalam riwayat lain: dua qirath) kecuali anjing untuk menjaga tanaman atau pun anjing pelacak.” (HR. Al-Bukhari & Muslim).
11. Wanita yang nusyuz, hingga kembali menaati suaminya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dua orang yang shalatnya tidak melebihi kepalanya, yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya hingga kembali lagi kepadanya dan wanita yang mendurhakai suaminya hingga kembali lagi.”
12. Orang yang menjadi Imam suatu kaum dan mereka benci kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tiga orang yang shalatnya tidak melebihi telinga mereka, yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya sehingga dia kembali yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya sehingga dia kembali, wanita yang semalaman suaminya dalam keadaan marah kepadanya, dan imam suatu kaum, sedang mereka benci kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi, shahih).
Ada kisah yang dinukil dari Manshur, dia berkata: “Kami pernah bertanya tentang masalah imam. Maka ada yang menjawab, “Yang dimaksud hadits ini adalah imam yang zhalim. Sedangkan imam yang menegakkan Sunnah, maka dosanya kembali kepada orang-orang yang membencinya.”
13. Menjauhi saudara sesama Muslim tanpa alasan yang dibenarkan syariat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, seungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, lalu setiap hamba yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah akan diampuni, kecuali seseorang yang antara dirinya dan saudaranya terdapat permusuhan. Lalu dikatakan: ‘Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai.” (HR. Muslim).[]
(Salim Al-Hilaly)