Ngalap Berkah, Antara Syar’i dan Syirik
Makna Tabarruk Atau Ngalap Berkah
Ngalap Berkah atau Tabarruk adalah mencari berkah berupa tambahan kebaikan dan pahala dan setiap yang dibutuhkan hamba dalam dunia dan agamanya, dengan benda atau wahyu yang barakah. Tabarruk ini terbagi menjadi dua macam yaitu tabarruk yang syar’i dan yang tidak syar’i. Banyak kaum muslimin yang tidak memahami tabarruk yang sesuai syariat dan tabarruk yang tidak sesuai dengan syariat. Akibatnya banyak kaum muslimin yang berbondong-bondong ke tempat keramat atau orang yang disangka punya berkah seperti kuburan wali, gua, pemandian, pohon, telaga dan sebagainya. Kenyataan ini diperburuk dengan ada orang yang dipandang oleh masyarakat sebagai kiai atau ulama kemudian malah menganjurkan.
Islam Memandang Ngalap Berkah
Abu Waqid Al-Laitsi menuturkan, suatu saat kami pergi keluar bersama Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam ke Hunain, sedang kami dalam keadaan baru saja masuk Islam. Kemudian kami melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik yang dinamakan Dzatu Anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon itu untuk mencari berkah. Kami pun berkata: “Ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana Dzatu Anwath mereka.” Maka Rasulullah bersabda: “Allahu Akbar, itulah tradisi (orang-orang sebelum kamu). Dan demi Allah yang diriku hanya berada di Tangan-Nya, ucapan kalian seperti perkataan Bani Israil kepada Musa: ‘Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana tuhan orang-orang itu.’ Musa menjawab, ‘Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengerti.’” Beliau bersabda lagi, “Sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu (Yahudi dan Nasrani).” (Hadits shahih, riwayat At-Tirmidzi)
Para sahabat meminta kepada Rasulullah untuk bertabarruk dengan pohon tersebut sebagaimana orang musyrik. Namun jawaban beliau amat keras, beliau malah menyamakan permintaan itu dengan meminta sesembahan selain Allah, dan ini adalah syirik besar. Namun mereka melakukan itu karena baru saja lepas dari kekufuran dan belum mengetahui bahwa hal tersebut dilarang. Dan mereka belum melaksanakan permintaan tersebut. Dari hadits ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hal-hal yang diperbuat oleh orang-orang yang meyakini bahwa boleh ngalap berkah dari pohon dan bebatuan, wukuf dan menyembelih hewan di tempat tersebut merupakan kesyirikan.
Umar bin Khattab ketika beliau mencium Hajar Aswad beliau mengatakan, “Sungguh aku tahu bahwa kamu hanyalah sebuah batu, tidak mendatangkan manfaat juga tidak mendatangkan mudharat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu maka aku pun tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari). Perhatikan sikap Umar terhadap syariat yang ditetapkan ketika beliau mencium Hajar Aswad. Beliau mencium Hajar Aswad karena mencontoh Rasulullah, dan dengan mencontoh Rasulullah inilah didapatkan barakah. Lain halnya dengan beberapa kaum muslimin yang justru mengusap baju-baju mereka di Hajar Aswad untuk mencari berkah!
Tabarruk yang Syar’i dan yang Tidak Syar’i
Tabbaruk dengan sesuatu yang syar’i dan diketahui secara pasti atau ada dalilnya bahwa sesuatu tersebut mendatangkan barakah.
- Tabarruk dengan perkataan dan perbuatan: membaca Al Quran, berzikir, belajar ilmu agama dan mengajarkannya, makan dengan berjamaah dan menjilati jari sesudah makan.
- Tabarruk dengan tempat: I’tikaf di masjid, tinggal di Mekkah, Madinah atau Syam.
- Tabarruk dengan waktu: semangat beribadah di malam Lailatul Qodar, banyak berdoa di waktu sahur.
- Tabarruk dengan makanan dan minuman: Meminum madu dan air zam-zam, memakai minyak zaitun, mengonsumsi habatussauda’ (jintan hitam).
- Tabarruk dengan zat Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam: berebut ludahnya, mengambil keringatnya, mengumpulkan rontokan rambutnya ketika beliau masih hidup.
Tabarruk yang tidak syar’i atau terlarang yaitu tabarruk yang tidak ada dalil syar’inya atau tidak mengikuti tuntunan syariat.
- Tabarruk dengan perkataan dan perbuatan: Sholawat atau zikir yang bid’ah.
- Tabbaruk dengan tempat: Ziarah religius ke kubur para wali.
- Tabarruk dengan waktu peringatan-peringatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat beliau.
- Tabarruk dengan makanan dan minuman: minum sisa kyai, berebut tumpeng sekaten.
- Tabarruk dengan benda-benda: mengambil tanah karbala, berebut kotoran “Kyai Slamet”, sabuk supranatural.
- Tabarruk dengan zat orang shalih atau peninggalannya: meminum ludahnya atau keringatnya, berebut bekas peci atau bajunya, memilih shalat di tempat orang shalih itu shalat, meminum atau menyimpan sisa air wudhu’ orang shalih, atau dengan menciumi lututnya.
Keberkahan Hanya dari Allah Ta’ala
Mencari berkah adalah meminta kebaikan yang banyak dan meminta tetapnya kebaikan tersebut. Dalam al-Qur’an dan hadits menunjukkan bahwasanya keberkahan hanya berasal dari Allah semata dan tidak ada seorang makhluk pun yang dapat memberikan keberkahan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Allah yang memberikan berkah, telah menurunkan al-Furqaan (yaitu al-Qur’an) kepada hamba-Nya” (al-Furqan: 1),
yaitu menunjukkan banyaknya dan tetapnya kebaikan yang Allah berikan kepada hamba-Nya berupa al-Qur’an. Allah juga berfirman (yang artinya),
“Kami limpahkan keberkahan atasnya dan atas Ishaq” (Ash-Shafaat: 113).
“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada” (Maryam: 31).
Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwasanya yang memberikan berkah hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka tidak boleh seseorang mengatakan,’Saya memberikan berkah pada perbuatan kalian, sehingga perbuatan tersebut lancar’. Karena berkah, banyaknya kebaikan, dan kelanggengan kebaikan hanya Allah Ta’ala yang mampu memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Bagaimana Mencari Berkah dari Kyai?
Sebagian kaum muslimin saat ini ketika menghadapi kesulitan dalam hidupnya, mereka mencari berkah dari para kyai. Mereka meng-qiyas-kan hal ini dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh diambil rambut dan keringatnya sebagai suatu keberkahan, maka menurut mereka para kyai juga pantas untuk dimintai berkahnya baik dari ludahnya atau rambutnya. Bahkan ada pula yang mengambil kotoran kyai/gurunya untuk mendapatkan berkah, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sufi. Bukankah mencari berkah secara dzat seperti ini tidak diperbolehkan untuk selain para Nabi?
Qiyas yang mereka lakukan adalah qiyas yang keliru dan jelas berbeda. Jangankan mencari berkah dari kyai, mencari berkah dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu -sahabat yang mulia, yang keimanannya jika ditimbang akan lebih berat dari keimanan umat ini dan sudah dijamin masuk surga- saja tidak diperbolehkan karena beliau bukan Nabi dan tidak pernah di antara para sahabat yang lain mencari berkah dari beliau. Apalagi dengan para kyai yang tingkat keimanannya di bawah Abu Bakar dan belum dijamin masuk surga, maka tidaklah pantas seorang pun mengambil berkah darinya.
Maka bagaimana pula dengan mengambil berkah dari kyai? Sungguh perbuatan ini tidaklah masuk akal dan tidak mungkin memberikan kebaikan sama sekali, tetapi malah akan menambah dosa. Dosa ini adalah dosa paling besar dari dosa-dosa lainnya yaitu dosa syirik dan Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni dosa yang berada di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An Nisa’: 116)
Tingkat KesyirikanTabaruk (Mencari Berkah)
Syaikh Shalih Alu-Syaikh menjelaskan bahwa jika kita memperhatikan apa yang dilakukan oleh orang yang datang ke kuburan para wali dan beribadah kepadanya di zaman kita ini, di negeri-negeri yang tersebar berbagai macam kesyirikan, kita akan mendapati di antara mereka ada yang melakukan ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu terhadap laata, ‘uzza, dan dzatu anwat. Para penyembah kubur tersebut duduk-duduk di kuburan atau di sekeliling pagarnya, mereka berada di atas kuburan atau di celah-celah dinding yang mengelilingi kuburan. Mereka berkeyakinan apabila mereka menyentuhnya dengan tujuan mencari berkah seolah-olah mereka menyentuh orang yang berada dalam kuburan tersebut, terhubungkan roh mereka dengannya dan mereka meyakini bahwa orang yang berada di dalam kubur akan menjadi perantara antara mereka dengan Allah.
Itulah pengagungan kepada kubur tersebut. Inilah syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam,-pen) karena perkara ini mengandung ketergantungan hati kepada selain Allah dalam mengambil manfaat dan menolak bahaya serta menjadikan perantara antara diri mereka dengan Allah. Perbuatan seperti ini adalah sebagaimana yang dilakukan orang-orang musyrik dahulu (yang telah dianggap kafir oleh Allah dan Rasul-Nya,-pen). Hal ini dapat dilihat pada firman Allah (yang artinya),
”Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (Az Zumar: 3).
Adapun apabila mereka mengusap-ngusap kubur tersebut dan meyakini bahwa kubur tersebut adalah tempat yang penuh berkah dan hanya sebagai sebab mendapatkan berkah. Maka ini adalah syirik ashgar.
Wahai kaum muslimin, seseorang bisa keluar dari Islam disebabkan melakukan perbuatan syirik akbar ini. Maka renungkanlah. Semoga Allah menunjukkan kita kepada kebenaran dan meneguhkan kita di atasnya. Sesungguhnya Allah menunjuki pada jalan yang lurus bagi siapa yang dikehendaki. wallahu’alam bishowab.