Murtadisasi Kian Marak!
Selain menghadapi serangan sekularisme, pluralisme, dan liberalisme dan aliran sesat seperti Ahmadiyah , syi’ah dan sebagainya, Indonesia juga menghadapi bahaya “Kristenisasi“. Tidak bisa dinafikan bahwa umat Islam Indonesia sedang menghadapi ‘serangan akidah’ yang luar biasa. Indonesia benar-benar mendapat ‘prioritas utama’ sebagai lahan ‘Injilisasi dunia’.
Para misionaris selalu memanfaatkan segala momen, termasuk di tengah maraknya bencana di tanah air. Hal yang perlu diwaspadai umat Islam ketika terjadi bencana disuatu kawasan adalah upaya kristenisasi oleh para misionaris. Mereka yang selalu mencari kesempatan di tengah kesusahan yang dialami korban bencana. Tentu saja dengan kedok bantuan yang diberikan kepada korban. Hal serupa ternyata terjadi di sekitar kawasan bencana Merapi, tahun 2010 yang lalu. Sebagaimana yang dilaporkan oleh saudara M. Fanni Rahman, Koordinator Relawan Masjid Indonesia. Kejadian ini terjadi pada hari Selasa (30/11/2010) di tiga dusun yang berbeda di Magelang, tepatnya Dusun Kembar, Dusun Karang Gondang, dan Dusun Dukuh.
Setelah warga pulang dari barak pengungsian, mereka tinggal di dusun mereka sendiri. Kemudian ada pengumuman pembagian bantuan di Masjid. Warga pun kemudian berbondong-bondong kumpul di dalam Masjid. Setelah berkumpul, warga dibagi bantuan, antara lain nasi bungkus, beras, dan sembako lainnya. Juga diadakan acara untuk menghilangkan trauma bencana oleh Yayasan Citra Kasih dan Anak Nusantara Berbagi Kasih dari Jakarta dan Temanggung.
Terakhir di acara tersebut, dibagikan roti pemberkatan oleh Rohaniawan dan Relawan mereka, dan yang hadir di dalam Masjid semuanya diberkati atas nama Tuhan Yesus. Acara tersebut berlangsung di dalam Masjid, dan dihadiri oleh mayoritas warga yang beragama Islam. Inilah kelicikan mereka, disaat warga membutuhkan bantuan, mereka gunakan untuk melakukan pemurtadan, dan parahnya lagi dilakukan di dalam Masjid.
Sebelumnya pada hari Rabu (24/11/2010) di dusun Windu Sajan, desa Wonolelo, kecamatan Sawangan Magelang. Para misionaris membagikan Injil di tengah komunitas Muslim.
Kejadian di atas bukanlah yang pertama kali, di setiap bencana mereka senantiasa hadir mencuri kesempatan, memanfaatkan apa saja dan dengan berbagai cara dan upaya mengikis akidah umat untuk kemudian dengan mudah mereka murtadkan.
Mereka melakukan apa saja demi tercapai tujuannya, bahkan dengan cara yang licik sekalipun. Dalam beberapa kasus, mereka melakukan kristenisasi dengan kedok pernikahan. Sebagaimana yang dialami oleh seorang Ibu rumah tangga yang kini sering dipaksa oleh suaminya yang murtad pergi ke Gereja. Sebelum menikah mereka memang melakukan hubungan yang haram, pacaran. Ketika menikah calon suaminya yang masih memeluk agama kristen kemudian masuk Islam. Namun kemudian tak lama setelah perkawinan suaminya kemudian kembali ke agama sebelumnya dan berusaha agar istrinya juga ikut dalam agamanya.
Kasus yang paling sering adalah “pemuda kristen hamili gadis muslimah”. Seorang wanita menceritakan bahwa adiknya dihamili oleh pacarnya yang non muslim. Akhirnya mereka dinikahkan dengan upacara Islam, setelah menikah mereka pindah kota, jauh dari keluarga. Belakangan mereka mengetahui bahwa wanita tersebut telah menjadi aktivis gereja mengikuti suaminya, na’udzubillah.
Mereka terus bekerja
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. …” (QS. Al Baqarah : 120)
Tidak disangsikan lagi bahwa orang-orang kafir terus berupaya untuk meneguhkan agamanya di bumi sehingga manusia di atasnya memeluk dan menerimanya sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah akan pernah meridhai apa yang mereka lakukan.
Mereka terus bekerja siang dan malam, dengan rencana yang terstruktur dan terorganisir, tak bosan dan tak kenal lelah. Dalam keadaan seperti itu, sebagian besar umat Islam tidak sadar malah ikut-ikutan dalam program pemurtadan mereka.
Perlu diketahui bahwa upaya mereka tidak akan frontal dengan langsung mengajak kita kepada agamanya sebab bisa dipastikan seorang muslim pasti akan langsung menolak. Tapi mereka meninabobokan kita dengan cara yang halus, sedikit demi sedikit. Mendangkalkan akidah umat Islam dan pada saat yang sama mereka melakukan penanaman akidah sesat mereka dalam otak kaum muslimin. Semua itu mereka lakukan tak henti-hentinya dengan berbagai cara, melalui tayangan televisi, surat kabar, spanduk-spanduk, poster-poster, majalah-majalah, singkatnya umat Islam dikepung dengan berbagai upaya penjauhan dari Islam dan pemurtadan.
“Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya.” Para sahabat lantas bertanya, “Apakah yang anda maksud orang-orang Yahudi dan Nasrani, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR. Bukhari)
Kristenisasi di Bulan Desember
Di bulan Desember ini, telinga kita akan sering diperdengarkan alunan lagu-lagu gereja. Baik dalam iklan di sela-sela acara TV ataupun radio, di mall-mall, di jalan-jalan, kendaraan umum, dll. Mata kita akan sering melihat simbol-simbol kristiani dalam bentuk aksesori-aksesori hiasan ruangan di mall-mall ataupun gedung-gedung umum lainnya. Suasana natal dan tahun baru masehi akan menyulap negeri mayoritas muslim ini seakan-akan menjadi negeri kristiani.
Mungkin para pemilik toko, mall dan sebagainya yang muslim mengatakan ini adalah sebagai bentuk toleransi antar umat beragama. Iya, toleransi yang kebablasan sebab untuk menerapkan toleransi kita tidak perlu mengucapkan selamat ataupun lagi ikut-ikutan dalam perayaan mereka. Mengucapkan selamat artinya kita membenarkan keyakinan mereka, bahwa Isa almasih adalah anak Tuhan dan keyakinan lainnya yang syirik. Apatah lagi jika kita juga larut dalam perayaan tersebut.
Dalam surah al-Kaafirun, Allah telah memberi batasan toleransi yang indah, “Bagimu agamamu dan bagi kami agama kami”. Kalaupun mereka memberi ucapan selamat kepada hari raya Islam maka sama sekali tidak ada kewajiban bagi kita untuk membalas ucapan selamat tersebut.
“Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (QS. al-Qalam ayat 8-9)
Sangat disayangkan kebanyakan umat Islam justru ikut andil dalam ritual tahunan tersebut. Lihat saja penjual terompet yang sekarang sudah banyak di tepi-tepi jalan, tanyakan kepada mereka apa agama mereka? Kebanyakan mereka adalah muslim. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tegas melarang kita untuk saling tolong menolong dalam keburukan apalagi kekufuran!
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya.” (Al-Maa`idah:2)
Ayat ini sebagai dalil yang jelas akan wajibnya tolong menolong dalam kebaikan dan takwa serta dilarang tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.
Di akhir ayat ini Allah mengancam dengan siksaan-Nya yang keras bagi siapa saja yang berbuat dosa dan pelanggaran ataupun tolong menolong di dalam perbuatan tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak halal bagi kaum muslimin ber-Tasyabuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka ; seperti, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah ataupun yang lainnya. Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan perhiasan.”
Ringkasnya, tidak boleh melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas dari syi’ar mereka pada hari itu.
Hari raya mereka bagi umat Islam haruslah seperti hari-hari biasanya, tidak ada hal istimewa atau khusus yang dilakukan umat Islam. Adapun jika dilakukan hal-hal tersebut oleh umat Islam tanpa sengaja maka berbagai golongan dari kaum salaf dan khalaf menganggapnya makruh. Sedangkan pengkhususan seperti yang tersebut di atas maka tidak ada perbedaan di antara ulama, bahkan sebagian ulama menganggap kafir orang yang melakukan hal tersebut, karena dia telah mengagungkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Wallahu a’lam[]
Abu Fauzan (alfathonah.blogspot.com)
Dimuat di buletin Dakwah al-Balagh edisi 01 Muharram 1432 H