Published On: Tue, Apr 2nd, 2013

Meraih Kelezatan Beribadah

Oleh : ‘Abdah Qayid AdzDzuraiby

Sesungguhnya Allah tidaklah menciptakan para makhluk dengan sia-sia dan tidak pula membiarkan amalan mereka tidak berguna ,akan tetapi Dia menciptakan mereka demi sebuah tujuan yang agung

وَمَا خَلَقْتُ الْـجِنَّ وَالإنسَ إلاَّ لِيَعْبُدُون

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembahku” (Adzdzariyat: 56)

Untuk itu Allah lebih mengutamakan para hambaNya yang mewujudkan kewajiban ibadah ini dengan menganugrahkan mereka sebuah kelezatan dan kebahagiaan dalam ibadah yang tidak bisa ditandingi oleh semua kelezatan dunia yang fana. Kelezatan ini berbeda-beda kapasitasnya diantara para hamba sesuai dengan tingkat kuat atau lemahnya iman mereka.

مَنْ عَمِلَ صَالِـحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan “, (An Nahl 97 )

Rasa ketenangan dan kebahagiaan ini tidaklah mungkin didapat kecuali dengan hanya mengikhlaskan ibadah kepada Allah semata, memurnikan rasa ketergantungan denganNya dan konsisten dengan dzikir terhadapNya. Ibnul Qayim rahimahullah berkata: “Dan sikap menyerahkan diri kepada Allah, bertaubat kepadaNya, perasaan ridha dengan takdir dan DzatNya, penuhnya hati dengan kecintaan dan seringnya lisan berdzikir terhadapNya, serta perasaan bahagia dan gembira karena mengenalNya, semuanya merupakan ganjaran yang disegerakan ,suatu surga dan kehidupan yang hakiki (bagi seorang muslim didunia –pent) yang sama sekali tidak bisa ditandingi oleh gemerlapnya kehidupan para raja “.

Adapun seorang hamba yang berpaling dari petunjuk Allah ta’ala dan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ,maka ia akan hidup dalam kehidupan yang penuh kejenuhan dan kesengsaraan

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً

Artinya : “Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit “. (Thaha 124 )

Orang yang seperti ini adalah yang tidak mendapatkan rasa tenang dan ketentraman dada, bahkan dadanya sangatlah sempit lagi merasa susah lantaran kesesatannya sendiri walaupun secara lahir ia terlihat hidup bahagia, berpakaian dan makan sekehendaknya ataupun tinggal dimana saja yang ia kehendaki, sebab selama hatinya tidak dimurnikan diatas keyakinan (terhadap Allah) dan petunjukNya maka dirinya akan terus ada dalam kejenuhan, kebingungan dan keraguan sehingga iapun terus-terusan berada dalam keraguannya . Dan ini merupakan cirri sengsaranya suatu kehidupan.

Adapun sebab atau cara untuk mendapatkan kelezatan ini dalam ibadah adalah sebagai berikut :

a. Bersungguh-sungguh dalam beribadah dan membiasakan diri dengannya sedikit demi sedikit

Ibnul Qayim rahimahullah berkata : “Orang yang beribadah pada awalnya akan merasakan lelah atas banyaknya beban ibadah, dan mendapatkan kesulitan beramal disebabkan belum adanya rasa ketenangan hati terhadap Dzat yang ia sembah (Allah), namun jika hatinya mulai merasakan adanya ruh ketenangan maka semua rasa beban dan kesulitan tersebut akan sirna ,sehingga shalatnya menjadi sebuah penyejuk hati ,sumber kekuatan dan kelezatan. “ Tsabit AlBunani rahimahullah berkata : “Saya memaksakan diriku untuk konsisten dengan shalat selama 20 tahun sehingga saya bisa merasakan kenikmatan didalamnya selama 20 tahun setelahnya.” Abu Yazid rahimahullah berkata : “Saya awalnya membawa jiwaku untuk beribadah kepada Allah dalam keadaan menangis (lelah), namun saya terus menerus memaksanya sehingga iapun menghadapNya dalam keadaan tertawa (bahagia).”

Allah ta’ala berfirman :

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإنَّ اللَّهَ لَـمَعَ الْـمُحْسِنِينَ

Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan kami ,Kami akan tunjukkan pada mereka jalan-jalan Kami..” (Al’Ankabut 69)

Jadi, jika seorang hamba terus-menerus bersungguh-sungguh dalam ibadah ,Allah akan menganugrahkan padanya hidayah dan memudahkan dirinya untuk mencapai cita-cita dibalik ibadahnya tersebut.

b. Memperbanyak ibadah-ibadah sunat dan tidak monoton terhadap satu ibadah saja

Agar jiwa tidak merasakan adanya kebosanan atau kejenuhan yang bisa menyebabkan hilangnya semangat ibadah, maka hendaknya mengganti-ganti jenis ibadah yang dilakukan, kadang melakukan shalat sunat, kadang puasa sunat ,sedekah sunat ataupun ibadah sunat lainnya karena cara ini dapat menanamkan rasa cinta kepada Allah ta’ala sebagaimana yang terdapat dalam hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Allah ta’ala berfirman :

وما يزال عبدي يتقرب إليَّ بالنوافل حتى أحبه…

Artinya : “Dan tidaklah hambaKu terus-terusan mendekatkan diri kepadaKu dengan ibadah-ibadah sunat sehingga Aku mencintainya”

Jadi, barangsiapa yang mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunat maka Allah ta’ala akan mendekatkan orang tersebut kepada diriNya, dan menaikkan derajat ‘ubudiyahnya dari derajat iman ke derajat ihsan sehingga iapun beribadah kepada Allah dengan penuh konsentrasi dan kehadiran hati seakan-akan ia melihatNya, dan hatinya akan dipenuhi oleh ma’rifat, mahabbah (cinta), khauf (rasa takut), pengagungan, ketenangan dan syauq (kerinduan) terhadapNya…”.

c. Bermajelis dengan orang-orang shalih dan sering merenungi kisah perjalanan hidup mereka

Ja’far bin Sulaiman rahimahullah berkata : “Dulu jika saya mendapati hatiku dalam keadaan keras, saya mendatangi Muhammad bin Wasi’ dan memandang wajahnya yang seperti orang yang sangat sedih karena kematian anaknya (sehingga kerasnya hatikupun hilang –pent)”. Ibnul Mubarak rahimahullah berkata : “Jika saya memandang Fudhail bin ‘Iyadh maka saya akan merasa sedih (karena rasa takut kepada Allah –pent) dan memarahi diriku sendiri (karena banyak lalai –pent )”, kemudian iapun menangis.

d. Sering membaca Al-Qur’an dan tadabbur/ merenungi maknanya

Al-Qur’an merupakan penyembuh bagi semua penyakit hati, pembersih dari semua noda didalamnya, pelembut dari kerasnya hati, dan pengingat atas kelalaian yang merasukinya serta didalamnya banyak terkandung berbagai macam janji dan ancaman dan penjelasan dua keadaan para hamba; ahli surga dan ahli neraka. Jika seandainya ketika membaca Al-Qur’an seorang hamba membayangkan bahwa saat itu ia sedang berhadapan dengan Allah saja, dan merenungi bahwa semua ayat-ayat yang dibaca itu hanyalah ditujukan oleh Allah untuk dirinya sendiri maka hatinya sungguh akan merasakan adanya rasa takut ,yang dengannya bisa menjadikan hatinya tenang dan tentram ketika bermunajat terhadap Tuhannya dan mendapatkan kelezatan iman , khususnya jika mentadabburi Al-Qur’an dalam shalat.

e. Memilih waktu untuk khalwat (menyendiri beribadah kepada Allah

Seorang hamba hendaknya memilih waktu yang tepat baginya baik diwaktu siang atau malam untuk ia jadikan sebagai kesempatan khalwat dengan Allah ta’ala ,diwaktu ini ia menjauhi semua kesibukan dunia agar bisa konsentrasi bermunajat ,berdzikir dan berdoa kepada Allah ta’ala, mengeluhkan semua problem kepadaNya, dan memohon solusi dari semua problem tersebut. Sungguh betapa banyak khalwat seperti ini memberikan pengaruh besar terhadap jiwa dan hati.

f. Menjauhi dosa dan maksiat

Betapa banyak syahwat yang dilakukan sesaat bisa menyebabkan kehinaan dalam selang waktu yang lama, betapa banyak dosa yang sedikit namun bisa menghalangi pelakunya dari shalat malam bertahun-tahun, dan betapa banyak pandangan yang haram bisa menghalangi pelakunya dari cahaya bashirah (ilmu dan hikmah). Sungguh indah jawaban Wahb bin AlWird rahimahullah ketika ditanya: “Apakah orang yang bermaksiat bisa mendapatkan lezatnya ibadah ?”, beliau menjawab: “Sekali-kali tidak, dan tidak pula bagi orang yang sekedar berniat melakukannya”. Ibnul jauzi rahimahullah berkata : “Bisa saja seorang hamba melepaskan pandangannya (terhadap yang haram) sehingga Allah mengharamkan dirinya dari meraih bashirahNya (yang berupa ilmu dan hikmah -pent), atau ia melepaskan lisannya (dengan ucapan haram) sehingga hatinya diharamkan dari kesucian, atau ia lebih memilih yang syubhat (belum diketahui kehalalan dan keharamannya) dalam hal makanannya sehingga iapun menggelapkan keadaan batinnya sendiri, diharamkan dari shalat malam dan manisnya bermunajat kepada Allah….”

Dosa-dosa merupakan penyakit bagi hati, Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata: “penyakit tubuh adalah dengan adanya rasa sakit pada tubuh, sedangkan penyakit hati adalah dengan adanya dosa-dosa, sebagaimana suatu tubuh tidak akan merasakan lezatnya makanan ketika sakit ,maka demikian halnya hati ,ia tidak akan merasakan lezatnya ibadah ketika berbuat dosa”.

g. Mengurangi amalan-amalan yang mubah

Ahmad bin Harb rahimahullah berkata: “Saya beribadah kepada Allah selama 50 tahun namun saya tidak mendapatkan manisnya ibadah sampai saya meninggalkan tiga perkara ; 1).Saya meninggalkan ridha manusia terhadapku sehingga saya mampu menyampaikan kebenaran , 2).Saya meninggalkan persahabatan dengan orang-orang fasik sehingga saya mendapatkan persahabatan orang-orang shalih , 3).dan saya meninggalkan kelezatan dunia sehingga saya mendapatkan kelezatan akhirat… “. Ibnul Qayim rahimahullah berkata: “Menahan pandangan dari hal yang diharamkan memberikan tiga faedah yang sangat bermanfaat dan berharga ,salah satunya ; adanya kelezatan dan manisnya iman yang lebih manis ,dan lebih baik dari hal haram yang ia hindari dan ia tinggalkan karena Allah tersebut, sebab barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah niscaya Allah akan menggantikan baginya sesuatu yang lebih baik darinya. Dan fitrah jiwa senantiasa tertarik untuk memandang wajah yang indah, sedangkan mata adalah penggerak bagi hati, maka tatkala hati memerintahkan penggeraknya (mata) untuk memandang sesuatu, dan ia kemudian mengabarkan kepada hati tentang indahnya yang dipandang ,maka hatipun bergetar merasakan rasa rindu kepadanya, sehingga iapun banyak merasakan lelah sekaligus melelahkan utusan dan penggeraknya (yaitu mata). Namun apabila penggerak ini berhenti dari memandang maka hati akan beristrahat dari banyaknya beban kemauan. Jadi barangsiapa yang melepaskan pandangannya (terhadap yang diharamkan) maka ia akan terus-terusan berada dalam penyesalan.”

Contoh Adanya Rasa Kelezatan Dalam Beribadah

Pada dasarnya seorang muslim merasakan adanya kelezatan dan manisnya ibadah ini tatkala beribadah mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, dan diantara contoh dan gambaran perasaan lezat ini adalah sebagai berikut :

a. Manisnya keimanan. Iman memiliki sebuah kelezatan dan rasa manis yang tidak bisa ditandingi oleh kelezatan dunia yang fana sebagaimana yang terdapat dalam hadis Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Tiga perkara yang apabila ada dalam diri seseorang maka ia akan merasakan manisnya keimanan… “. Jadi keimanan memiliki rasa manis yang bisa dirasakan oleh hati, sebagaimana manisnya makanan dan minuman bisa dirasakan oleh lidah, karena iman adalah gizi bagi hati sebagaimana makanan dan minuman yang merupakan gizi bagi tubuh. Dan sebagaimana tubuh tidak bisa merasakan lezatnya makanan dan minuman kecuali ketika dalam keadaan sehat sebab jika ia sakit maka ia tidak akan mendapatkan rasa lezat yang bermanfaat baginya bahkan kadang bisa saja merasakan manis sesuatu yang tidak manis dan yang bisa membahayakannya lantaran beratnya penyakitnya,maka demikian pula halnya hati, ia hanya bisa merasakan lezatnya keimanan jika suci dari penyakit hawa nafsu yang menyesatkan dan syahwat yang haram, maka ketika itulah ia bisa merasakan manisnya iman, sebaliknya kapan ia sakit (yang disebabkan dosa-dosa) maka ia tidak akan merasakan manisnya iman, bahkan ia merasakan manis sesuatu yang menjadi sumber kebinasaan baginya yang berupa hawa nafsu dan maksiat”.

b. Kelezatan ibadah shalat. Shalat memiliki kelezatan yang besar sebagaimana yang dirasakan sendiri oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam . Anas radhiyallahu’anhu meriwayatkan bahwa beliau bersabda :

حُبِّب إليَّ من دنياكم النساء والطيب وجُعلَت قرة عيني في الصلاة

Artinya: “Saya diberikan kecintaan dari perkara dunia kalian ; wanita ,dan minyak wangi dan penyejuk hatiku diletakkan dalam shalat”.

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam merasakan dalam shalatnya kelezatan dan ketenangan jiwa, sebagaimana ucapannya kepada Bilal radhiyallahu’anhu:

قم يا بلال فأرحنا بالصلاة

Artinya: “Berdirilah wahai Bilal (untuk mengumandangkan iqamat -pent) ,tenangkan hati kami dengan shalat”.

Kelezatan inilah yang juga dirasakan oleh Urwah bin Zubair rahimahullah sehingga ia tidak merasakan sakit sedikitpun ketika kakinya dipotong dalam keadaan shalat. Sungguh lezat dan manisnya shalat bisa menghilangkan rasa sakit dari dirinya.

c. Kelezatan shalat malam (qiyam lail). Sebagian para salaf berkata : “Sungguh saya sangat gembira tatkala malam tiba karena dengannya hidupku merasa bahagia dan hatiku menjadi sejuk lantaran bisa bermunajat dengan yang saya cintai (Allah ta’ala), berkhalwat denganNya dan merasakan kelezatan dihadapanNya, dan saya merasa sedih jika fajar telah terbit karena pada siangnya saya banyak disibukkan dari melakukan hal tersebut.”

d. Kelezatan membaca AlQur-an. Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu berkata: “Seandainya hati kita suci maka niscaya ia tidak akan pernah puas dengan firman Allah (AlQur-an)”. Ibnul Qayim rahimahullah berkata : “Bagaimana bisa seorang pecinta bisa merasa puas dengan ucapan Dzat yang menjadi tujuan utamanya (Allah)” sampai beliau berkata : “Sungguh pecinta AlQur-an mendapatkan rasa indah, kelezatan, dan kebahagiaan yang berlipat ganda dibandingkan dengan yang didapatkan oleh para pecinta nyanyian syaithan (musik)”. Ibnu Rajab rahimahullah juga berkata : “Bagi para pecinta Allah tidak ada bagi mereka yang lebih manis dari pada ucapan yang mereka cintai (Allah) sebab ia merupakan sumber kelezatan hati dan tujuan utama mereka.”

e. Kelezatan berinfak dijalan Allah. Kelezatan ibadah ini telah didapatkan oleh Abu Thalhah radhiyallahu’anhu yang tatkala ia merasakan kelezatan ini, ia langsung menginfakkan hartanya yang paling berharga dijalan Allah sebagaimana dalam riwayat Bukhari dan Muslim. Demikian Abu AdDahdah radhiyallahu’anhu ketika ia merasakan kelezatan ini ,ia langsung menginfakkan semua usaha pertaniannya kejalan Allah.

f. Kelezatan menuntut ilmu. AsySyathibi rahimahullah berkata: “mengilmui sesuatu merupakan suatu kelezatan yang tidak bisa ditandingi oleh kelezatan lainnya, sebab hal ini merupakan suatu jenis penguasaan terhadap ilmu tersebut, dan cinta terhadap kekuasaan telah difitrahkan atas jiwa dan dicenderungi oleh hati.” Kelezatan ilmu ini telah banyak didapatkan oleh orang-orang yang senantiasa menyibukkan diri dengannya, Ibnul Jauzi rahimahullah mengisahkan tentang dirinya sendiri: “Adalah saya dalam menuntut ilmu mendapatkan banyak penderitaan yang bagi saya semuanya lebih manis daripada madu dalam menempuh cita-cita yang saya harapkan. Dulu ketika saya masih kanak-kanak saya membekali diri dengan roti kering kemudian pergi menuntut ilmu hadis ,dan saya beristrahat duduk ditepi sungai Isa sambil makan roti kering ini dan minum air (agar bisa ditelan), setiap memasukan satu suap roti saya mengikutkannya dengan air, dan saat itu hatiku yang penuh tekad dan semangat tidak merasakan apapun selain lezatnya menuntut ilmu”.

Adapun kelezatan ilmu yang berupa menulis dan menyusun buku ,dikisahkan sendiri oleh Abu Ubaid bin Sallam rahimahullah: ” Dulu saya menyusun buku ini ‘Kitab Gharib Alhadits’ selama 40 tahun, dan kadangkala saya mendapatkan faedah dari ucapan para ulama dan meletakkannya dalam kitab ini, setelah itu sayapun tidak bisa tidur malam lantaran senang dengan faedah tersebut.”

Beberapa Penghalang Seorang Hamba Dari Merasakan Lezatnya Ibadah

a. Maksiat dan dosa. Ibnul jauzi rahimahullah menyebutkan bahwa sebagian ulama Bani israil berkata : “wahai Rabbku, betapa banyak saya bermaksiat kepadaMu namun Engkau tidak mengazabku”, maka dikatakan kepadanya : “Sungguh betapa banyak Saya mengazabmu sedangkan engkau tidak sadar, bukankah Saya telah mengharamkan dirimu dari merasakan manisnya bermunajat denganKu !?” Barangsiapa yang merenungi jenis azab yang seperti ini maka ia mendapatkannya pada dirinya, sehingga ketika Wahb bin Alwird ditanya : “Apakah orang yang bermaksiat bisa merasakan lezatnya ibadah?”, beliau menjawab : “Tidak, dan tidak pula bagi orang yang meniatkannya”.”Bisa saja seorang hamba melepaskan pandangannya (terhadap yang haram) sehingga Allah mengharamkan dirinya dari meraih bashirahNya (yang berupa ilmu dan hikmah -pent), atau ia melepaskan lisannya (dengan ucapan haram) sehingga hatinya diharamkan dari kesucian, atau ia lebih memilih yang syubhat (belum diketahui kehalalan dan keharamannya) dalam hal makanannya sehingga iapun menggelapkan keadaan batinnya sendiri, diharamkan dari shalat malam dan manisnya bermunajat kepada Allah….”

b. Banyak bergaul dengan manusia. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya kelezatan ibadah dari seorang hamba karena banyak bergaul dengan manusia merupakan suatu penyakit, namun mengambil jalan pertengahan dalam hal ini adalah sebuah langkah yang tepat dan adil.

c. Berubahnya sebuah ibadah menjadi sekedar rutinitas kebiasaan belaka. Jika ini terjadi pada diri seseorang maka kelezatan dan manisnya ibadah akan hilang dengan sendirinya sebagaimana yang banyak terjadi.

d. Sifat nifaq. Jika dalam hati terdapat salah satu sifat nifaq maka ini sudah tentu menghalanginya untuk bisa merasakan manisnya ibadah.

Empat poin inilah yang paling banyak menghalangi seorang muslim dari merasakan lezatnya ibadah. Jika anda ingin merasakannya maka lakukanlah amalan-amalan yang telah disebutkan sebelumnya dan menjauhi penghalang-penghalangnya. Washshallallahu’ala nabiyina Muhammad wa’ala aalihi wasallam.

Sumber: darul-anshar.com

About the Author