Menyikapi Kehidupan Dunia yang Sementara
Oleh Ustadz Harman Tajang, Lc.
Khutbah Pertama
إن الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره و نعوذ بالله من شرور أنفسنا و سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له و من يضلله فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده و رسوله. يأيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته و لا تموتن إلا و أنتم مسلمون. يأيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة و خلق منها زوجها و بث منهما رجالا كثيرا و نساء و اتقوا الله الذي تساءلون به و الأرحام إن الله كان عليكم رقيبا. يأيها الذين آمنوا اتقوا الله و قولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم و يغفر لكم ذنوبكم و من يطع الله و رسوله فقد فاز فوزا عظيما. ألا فإن أصدق الحديث كتاب الله و خير الهدي هدي محمد صلى الله عليه و سلم و شر الأمور محدثاتها و كل محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة و كل ضلالة في النار. اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
Hadirin Jamaah Jumat rahimakumullah,
Marilah kita kembali memanjatkan rasa syukur kita kepada Allah, karena kita senantiasa diberi kesempatan serta petunjuk taufiq untuk menjalankan segala apa yang diwajibkan oleh Allah kepada kita yaitu untuk beribadah kepadaNya. Dan salah satunya adalah shalat Jumat yang kita harapkan dengan kedatangan kita bisa menjadi sebab dosa-dosa kita diampuni oleh Allah. Sebagaimana janji Rasulullah,
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ. وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ. وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ. مُكَفِّرَاتُ مَا بَيْنَهُنَّ. إَذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Sholat lima waktu, dari Jum’at ke jum’at dan dari Ramadhan ke Ramadhan ialah menghapuskan dosa diantara masing-masing apabila dijauhinya dosa-dosa besar.”
Oleh karenanya, kita berharap semoga dengan keluarnya kita dari masjid ini insya Allah kita memulai kembali lembaran baru dari kehidupan kita, dan semoga hari-hari ke depan lebih baik dari hari yang kita lewati dan diberikan keberkahan oleh Allah sampai kematian menjemput.
Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah,
Di zaman pemerintahan Umar radhiyallahu ‘anhu ketika beliau menjadi khalifah, pemimpin bagi kaum muslimin, beliau pernah mengangkat seorang gubernur yang bernama Said ibnu Amir untuk kota yang bernama Hims. Said menyadari bahwa hal tersebut merupakan amanah dari Allah. Beliau tidak menjadikan amanah tersebut untuk kemasyhuran atau untuk mendapatkan harta, beliau menggunakan amanah itu untuk benar-benar bertaqarrub, mendekatkan diri pada Allah.
Suatu ketika ada beberapa orang dari negerinya datang ke kota Madinah dan berjumpa dengan Khalifah Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Umar berkata kepada mereka, “coba tuliskan dan laporkan padaku, nama orang-orang fakir dan miskin di kota Hims agar saya bisa mengirimkan zakat kepada mereka dari baitul mal untuk dibagikan kepada orang-orang fakir”. Orang-orang ini kemudian menuliskan nama-nama orang miskin di negerinya dan diantara nama yang tertulis adalah Said, gubernur kota itu. Ketika Umar membacanya, ia kaget dan bertanya kepada mereka “siapa Said ibnu Amir yang kalian tuliskan di sini?”. Mereka menjawab “Itu adalah gubernur kami”. Umar kemudian berkata “Subhanallah, gubernur kalian adalah orang yang miskin?”. “Na’am ya Amirul mukminin, bahkan terkadang beberapa hari dapur beliau tidak mengebulkan asap karena tidak ada sesuatu yang bisa dimasak”. Mendengar cerita itu, Umar menangis. Kemudian beliau mengambil 1000 dinar dari baitul mal dan berkata kepada utusan tersebut , “bawalah kiriman ini dan berikan kepada gubernur kalian sebagai hadiah”. Utusan kembali ke negeri Hims dan menyampaikan amanah Umar. Menerima hadiah tersebut Said ibnu Amir mengatakan “inna lillahi wa inna ilaihi rajiun”, seakan-akan beliau terkena musibah yang sangat dahsyat. Sampai-sampai istrinya yang berada dalam kamar mendengar suaminya mengucapkan istirja’ keluar menemui suaminya dan bertanya apa yang terjadi, “apakah khalifah meninggal dunia?” Said mengatakan, “Bahkan musibah yang menimpa saya lebih besar dari itu, sungguh dunia telah masuk kepadaku untuk merusak akhiratku.” Istrinya mengatakan, “Ini adalah sesuatu yang mudah, berlepaslah engkau dari dunia tersebut”. Istrinya tidak mengetahui bahwa amirul mukminin mengirim 1000 dinar untuk Said. Said berkata, “Jika demikian ambillah bungkusan ini dan bagikan kepada yang membutuhkan dan jangan sampai ada yang tersisa di rumah kita”. Subhanallah.
Beberapa waktu kemudian, Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkesempatan mengunjungi negeri Hims. Umar adalah orang yang senantiasa berkeliling kota dan melihat keadaan kaum muslimin. Beliau mendatangi negeri Hims dan bertanya kepada masyarakatnya tentang gubernur mereka. Mereka mengatakan “Kami cinta kepadanya, kami senang dengan gubernur kami, namun kami tidak senang darinya 3 hal”. Umar kemudian mengumpulkan mereka bersama dengan gubernurnya untuk ditanya.
Umar bertanya kepada mereka, “Sampaikan kepadaku, apa yang tidak kalian senangi dari gubernur kalian?”. Mereka mengatakan “Kami tidak menyenangi darinya 3 hal. Pertama, setiap hari, ia tidak keluar menemui kami kecuali bila matahari sudah meninggi”. Umar kemudian menoleh kepada sang gubernbur dan berkata, “Apa jawaban anda?” Said menjawab “Yaa amirul mukminin, sesungguhnya ini adalah sesuatu yang saya rahasiakan, namun karena anda bertanya padaku, maka ketahuilah amirul mukminin, setiap hari saya membantu istri saya untuk membuat adonan tepung untuk dijadikan roti, dan saya tidak memiliki pembantu. Itulah yang membuat saya terlambat menemui rakyat saya”.
Umar bertanya lagi, “Apalagi yang tidak kalian senangi dari gubernur kalian?” Mereka berkata, “Ia tidak pernah menemui kami di malam hari, ya amirul mukminin, ia membantu kami dan mengurus masalah kami di siang hari namun ia tidak menerima tamu di malam hari”. Umar berbalik pada Said, “Apa jawaban anda wahai gubernur”. Said menjawab, “Ya amirul mukminin, ini adalah sesuatu yang juga saya rahasiakan. Namun dengan terpaksa saya katakan. Saya menjadikan siang hari saya untuk rakyat saya. Adapun malam hari saya gunakan untuk beribadah kepada Tuhan saya”.
Umar kembali bertanya kepada mereka, “Apalagi yang kalian tidak senangi darinya?”. “Kami tidak senang karena dalam satu bulan, terkadang ia tidak keluar dari rumahnya dalam satu hari”. Umar kemudian bertanya, “Apa jawaban anda wahai sang gubernur”. Said mengatakan “Yaa amirul mukminin, saya hanya memiliki sebuah baju, dan pada hari itu saya mencucinya, saya menunggu sampai kering, dan setelah kering, barulah saya keluar menemui rakyat saya”. Umar kemudian menangis dan berkata, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang tidak menyia-nyiakan pilihan saya kepada engkau”.
Dari kisah yang diangkat ini, kita dapat mengambil beberapa pelajaran. Diantaranya kita bisa melihat bagaimana keadaan orang-orang shaleh. Mereka takut dengan amanah yang dibebankan kepada mereka, apalagi amanah tersebut menyangkut masyarakat. Mereka tidak berjingkrak kegirangan ketika mendapatkan jabatan tersebut, justru sebaliknya mereka mengatakan “inna lillahi wa inna ilaihi rajiun”. Karena mereka tahu Rasulullah pernah menyebutkan bahwa sesungguhnya amanah adalah penyesalan di hari kiamat, karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya di hari kiamat di hadapan Allah.
Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, yang merupakan wasiat dari khalifah sebelumnya, saat disebut namanya sebagai khalifah, beliau tidak mampu berdiri diatas kedua kakinya. Beliau kemudian menangis dan berusaha menolak jabatan tersebut. Namun masyarakat tidak menerimanya kecuali beliau menjadi khalifah dan memimpin. Bahkan Umar bin Abdul Azis mengatakan, “Saya takut bila di hari kiamat nanti, ada seekor kambing yang mengadu kepada Allah karena kakinya pernah terantuk di sebuah jalan di bawah kepemimpinan saya”. Subhanallah, itulah orang-orang shaleh sebelum kita. Orang yang menyadari bahwa amanah adalah merupakan mas’uliyah, tanggung jawab dari Allah, dan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ،
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya”.
Di dalam al-Quran Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
تِلْكَ الدَّارُ الْاٰخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِى الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا ۚ وَالْعٰقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ ﴿القصص:٨٣﴾
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Qashas: 83)
Kita hadiahkan kisah-kisah tersebut kepada mereka-mereka yang menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan sedikit dari keuntungan duniawi. Ketahuilah, kalau bukan kita yang meninggalkan harta dan jabatan kita, suatu saat nanti jabatan dan harta akan meninggalkan kita. Harun al-Rasyid, seorang khalifah, ketika beliau dalam keadaan sakaratul maut, beliau berkata kepada para pembantunya, coba bawa saya di tempat dimana saya akan dikuburkan. Pada saat beliau diperlihatkan kuburan yang telah digali untuk beliau, beliau menangis dan mengangkat tangannya “Yaa Rabb, wahai Dzat yang tidak pernah hilang kekuasaan-Nya, rahmatilah hamba-Mu ini yang telah hilang kekuasaannya”.
Hadirin jama’ah Jum’at yang berbahagia,
Coba kita periksa dalam hati kita, sudah sejauh mana persiapan untuk negeri yang sebenarnya yaitu negeri akhirat. Allah berfirman dalam al-Quran :
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ اتَّقُوا۟ اللَّـهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا۟ اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿الحشر:١٨﴾
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hasyr: 18)
أقول قولي هذا و أستغفر الله لي و لكم و لسائر المسلمين و المسلمات من كل ذنب فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah kedua
الحمد لله على إحسانه و الشكر له على توفيقه و امتنانه، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه و أشهد أن محمدا عبده و رسوله الداعي إلى رضوانه. اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد
Nabi kita telah memberikan permisalan dunia ini dalam sebuah hadits :
وْ كَانَت الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ الله جَنَاحَ بَعُوضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِراً مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi)
Namun karena dunia ini tidak ada nilainya di sisi Allah, maka kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ ، وَجَنَّةُ الكَافِرِ
“Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir” (HR. Muslim)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang akherat menjadi harapannya, Allah akan menjadikan rasa cukup di dalam hatinya serta mempersatukannya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan putuh dan hina. Tetapi siapa yang dunia menjadi harapannya. Allah akan menjadikan kefakiran berada dii depan matanya serta mencerai-beraikannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali sekedar apa yang telah ditetapkan baginya.” (Hadits Riwayat Tirmidzi)
Mencari dunia adalah sesuatu yang kita tidak pernah puas dengannya. Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى وَادِيًا ثَالِثًا وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ
“Andai kata manusia itu telah mempunyai harta benda sebanyak dua lembah, mereka masih ingin untuk mendapatkan satu lembah lagi. Tidak ada yg dapat mengisi perutnya sampai penuh melainkan hanya tanah…” (HR. Muslim)
Islam tidak melarang kita mencari dunia, namun jangan sampai kita menjadi budak dunia. Dalam doa sebahagian ulama salaf : “Ya Allah, jadikanlah dunia itu di tanganku dan jangan Engkau jadikan dunia di hatiku”. Karena saat dunia di tangan, sesibuk apapun kita, sebanyak apapun peluang yang mendatangi kita dari dunia, namun kita mengingat ada kewajiban yang lebih utama yang dibebankan kepada kita, seperti menunaikan shalat lima waktu, dan sebagainya, maka kita akan mengorbankan dunia untuk mengharapkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Imam syafi’i pernah mengatakan: “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada orang yang cerdas. Ia takut dengan fitnah dunia hingga ia menceraikannya, ia mengetahui dunia bukan tempat selama-lamanya, ia menjadikannya lautan dan menjadikan amalan shaleh sebagai perahunya.”
Ali radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan: “Dunia akan kita tinggalkan, akhirat akan mendatangi kita. Dan keduanya memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak-anak dunia, karena sesungguhnya hari ini di dunia adalah amalan tanpa hisab, dan esok di hari kiamat adalah hari perhitungan, hisab tanpa amal. Tidak ada lagi kesempatan bagi kita untuk beramal.”
Oleh karenanya, selama Allah masing memberikan kesempatan umur, mari kita gunakan kesempatan ini untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya. Agar Allah ridha kepada kita ketika kita berjumpa dengan-Nya Insya Allah. Kita memohon kepada Allah untuk memberikan taufiq dan ilmu yang bermanfaat, dan petunjuk untuk mengamalkannya.