Mengirim Hadiah kepada Tetangga
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Wahai kaum wanita muslimat, jangan sekali-kali seorang tetangga meremehkan (pemberian) kepada tetangganya, walaupun sekedar telapak kaki kambing.” (HR. Bukhari)
Penjelasan Hadits:
Artinya janganlah sekali-kali meremehkan hadiah yang diberikan kepada tetangga. Yang dimaksud dengan telapak kaki kambing ialah tulang yang sedikit dagingnya. Istilah firsin (telapak kaki) itu sebenarnya digunakan untuk menyebut telapak kaki unta, dan untuk kuda adalah tempat memasang sepatunya. Adapun penggunaan istilah itu pada kambing adalah bersifat majaz. Hal itu dimaksudkan untuk menunjuk batas minimal dalam memberi atau menerima sesuatu pemberian, bukan benarbenar memberikan telapak kaki. Sebab (pada waktu itu), tidak berlaku kebiasaan memberikan telapak kaki kambing kepada orang lain.
Dengan demikian berarti pengertian dari hadits tersebut ialah janganlah seorang tetangga menolak memberikan sesuatu yang dimiliki kepada tetangganya karena menganggapnya terlalu sedikit. Justru ia harus berderma kepadanya dengan apapun yang bisa diberikannya, walaupun sedikit. Karena yang sedikit itu lebih baik dari pada tidak sama sekali. Dan jika pemberian yang sedikit itu berkelanjutan maka toh akan menjadi banyak . (Al-Lu’lu wal Marjan fi Ma ittafaqa’alaihi Asy-Syaikha, hal.215)
Ini adalah anjuran dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam untuk saling bertukar hadiah di antara tetangga, baik hadiah berupa makanan ataupun lainnya. Melaksanakan anjuran ini akan mewujudkan keharmoniaan yang besar di antara anggota masyarakat, mempererat hubungan, memperkuat ikatan, dan melindungi mereka dari perpecahan (friksi), permusuhan, dan perselisihan di antara mereka.
Dampak positif yang ditinggalkan oleh proses pemberian hadiah tersebut di dalam jiwa, dan keharmoniaan hubungan yang terjadi antara si pemberi dan si penerima hadiah adalah antisipasi terbaik untuk menghindari perselisihan atau pertengkaran yang mungkin terjadi di antara tetangga.
Dan tidak diragukan lagi bahwa persahabatan, keharmonisan dan kedamaian yang mendominasi hubungan di antara tetangga akan menjalar juga kepada pasangan hidup dan anak-anak mereka. Karena, wanitalah yang biasanya lebih banyak tinggal di rumah dibanding dengan para suami dan anak-anak. Istrilah yang biasanya memberikan pengaruh kepada mereka dalam hal baik atau buruknya hubungan dengan tetangga.
Inilah salah satu hikmah (kebijaksanaan) dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau mengarahkan kaum wanita agar tidak ragu-ragu dalam memberikan hadiah kepada tetangganya.
Hadits ini juga memberikan terapi terhadap tabiat yang pada umumnya terdapat di dalam diri kaum wanita, yaitu keengganan mereka untuk memberikan sesuatu yang sedikit kepada tetangganya. Ketika suami meminta istrinya untuk memberikan sesuatu hadiah kepada tetangganya, maka si istri menganggapnya terlalu sedikit atau terlalu remeh. Sehingga ia pun menunda pemberian hadiah tersebut, karena ia ingin memberikan hadiah yang lebih banyak atau lebih baik. Akibatnya, persahabatan di antara mereka tidak kunjung meningkat, karena adanya penundaan yang terjadi secara berulang-ulang dari istri tersebut. Hal ini juga merupakan salah satu hikmah (kebijaksaan) dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Andai saja semua istri mau menjawab seruan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ini. Sehingga mereka mau memberikan hadiah kepada tetangganya, baik berupa manisan lezat yang dibuatnya, makanan enak yang dimasaknya, buah-buahan yang dibelinya, parfum yang dipakainya, mainan lucu yang cocok untuk anaknya, buku bermanfaat yang pernah dibacanya dan ia ingin berbagi manfaat dengan tetangganya, majalah Islami yang berisi nasehat dan ilmu yang bermanfaat, atau kaset yang berisi ceramah ataupun kuliah.
Hadiah sangat banyak ragamnya. Dan pemberian hadiah oleh seseorang kepada tetangganya adalah manifestasi ketaatan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang bisa menarik rasa persahabatan, mempererat hubungan, menunaikan hak tetangga, dan juga mendatangkan pahala.[]
Disalin dari buku “Aku Tersanjung” (Kumpulan Hadits-hadits Pemberdayaan Wanita dari Kitab Shahih Bukhari & Muslim Berikut Penjelasannya), Karya Muhammad Rasyid al-Uwayyid.