Mengemis Bukan Tradisi Islam
Allah Ta’ala berfirman: “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak”. (Qs: al-Baqarah : 273).
Ayat yang mulia ini memberi gambaran kepada kita bagaimana kondisi orang-orang fakir di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Sebuah gambaran akan hakekat iffah (sikap menjaga harga diri) yang kokoh tertanam dalam diri mereka. Mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki apa-apa di dunia ini. Namun kepapa-an mereka itu, tidak lantas membuat mereka rela menggadaikan harga diri dan kehormatan, serta harus terhina di mata manusia.
Mereka juga butuh sesuatu untuk menyambung hidup dan kehidupannya. Namun sekali lagi, pantang bagi mereka untuk kemudian menengadahkan tangan meminta-minta kepada orang lain. Saking kuatnya sifat iffah ini, sampai-sampai saudara-saudara muslimnya yang lain menyangka mereka itu orang kaya dan mampu. Karenanya, Allah Ta’ala-pun mengabadikan mereka dalam kitab-Nya yang mulia lantaran sifat yang mulia tersebut.
Demikianlah kondisi mereka, kaum fakir zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Beda halnya dengan kondisi kaum fuqara kita hari ini. Sungguh, pemandangan akan antrian peminta-minta baik yang datang ke rumah-rumah, di tengah jalan ataupun yang selalu nongkrong di depan pintu masjid setiap selesai shalat jum’at bukan hal aneh lagi. Boleh jadi, lantaran sering mendapat kucuran sedekah yang dapat menutupi sebagian kebutuhan hidupnya tanpa harus bersusah payah, maka profesi sebagai pengemis ini pun menjamur dimana-mana. Bahkan, telah menjadi sumber mata pencaharian.
Perbuatan ini jelas tercela, bahkan diharamkan dalam Islam. Sebab, yang dibolehkan oleh Islam itu adalah meminta-minta lantaran keadaan darurat dan kondisi yang mengharuskan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda: “Siapa yang meminta-minta padahal ia mampu, maka sesungguhnya ia hanya memperbanyak untuk dirinya bara api jahannam”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Hibban).
Dalam keterangan yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Senantiasa orang meminta-minta hingga datang pada hari kiamat kelak, tidak ada sekerat daging pun di wajahnya”. (HR. Bukhari dan Muslim). Masih banyak lagi hadits yang berisi ancaman meminta-minta bukan lantaran darurat.
Perlu diketahui, Islam tidak melarang memberi sedekah kepada mereka. Adapun jika mereka menipu kaum muslimin, maka pada hakekatnya mereka menipu diri mereka sendiri. Dan bagi kita pahala yang berlimpah di sisi-Nya. Dalam banyak ayat dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. menunjukkan akan keutamaan dan anjuran mengeluarkan sedekah. Diantaranya firman Allah Ta’ala: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui”. (Al-Baqarah: 261)
Akan tetapi, sebagai seorang muslim yang peduli akan nasib sesama saudara seakidah, maka mengeluarkan sedekah-pun, semestinya dilakukan secara cerdas, demi untuk mengantisipasi apa yang telah kita singgung di atas. Dikisahkan, seorang pernah datang kepada salah seorang ahli hikmah dan mengadukan akan kekurangan harta dan belitan hutang. Ahli hikmah itu lantas memberinya sebuah kapak, lalu menyuruhnya kembali beberapa minggu kemudian. Berangkatlah orang tersebut menuju hutan dan mengumpulkan kayu bakar untuk dijual. Dan ternyata benar, orang itu telah dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, melunasi hutang serta memiliki sedikit simpanan untuk hari esok.
Yah, inilah yang dikatakan cerdas dalam bersedekah. Sebab, ia melihat, bahwa laki-laki yang datang mengeluh tersebut, sebenarnya masih sangat kuat untuk berusaha. Akan tetapi, kondisilah yang membuatnya terpaksa harus mengeluh dan meminta bantuan kepada orang lain.
Sungguh, malas bekerja dan hanya menengadahkan tangan kepada orang lain, termasuk perbuatan yang dapat melahirkan dampak buruk di dalam masyarakat. Diantara dampak tersebut adalah:
Pertama, pengangguran dan peminta-minta menyebabkan tenaga manusia bersifat konsumtif dan tidak produktif. Akibatnya, mereka hanya menjadi beban masyarakat.
Kedua, pengangguran dan peminta-minta adalah sumber kemiskinan. Sedang kemiskinan merupakan lahan subur bagi tumbuh dan berjangkitnya berbagai macam tindak kriminal.
Karena itulah Islam sangat menentang pengangguran dan mencela orang-orang yang tidak mau berusaha padahal sebenarnya mereka mampu bekerja. Umar bin al-Khattab Radhiyallahu Anhu. pernah memukul seorang pemuda dengan tongkatnya lantaran hanya menghabiskan waktunya duduk-duduk di masjid dan tidak mau bekerja, seraya berkata: “Sesungguhnya langit tidak pernah menurunkan hujan dari emas”.
Memberantas kemiskinan
Sebagai agama rahmat bagi seluruh umat manusia, Islam telah mengatur segala hal yang berkaitan dengan pemberantasan kemiskinan. Anjuran zakat dan sedekah termasuk di antaranya. Yakni, harta yang diambil dari mereka yang kaya untuk kemudian didistribusikan kepada para fakir miskin. Sungguh, ia merupakan metode yang sangat tepat untuk menanggulagi kemiskinan dan pengangguran. Syaratnya, zakat tersebut benar-benar dikelola dengan seprofesional mungkin.
Namun sekali lagi, anjuran mengeluarkan zakat dalam Islam ini, bukan berarti Islam melejitimasi kemiskinan, peminta-minta dan pengangguran. Akan tetapi, Islam memberikan solusi dan jalan keluar dari ketiga masalah di atas. Sebab, sepanjang perguliran roda zaman ini, akan selalu ada orang-orang miskin, pengangguran dan peminta-minta. Dan inilah yang membedakan syariat Islam yang agung dengan ajaran agama-agama yang lainnya.
Buktinya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah menjelaskan, bahwa orang yang membawa tambang, lalu pergi ke gunung mencari kayu lalu dijual untuk makan dan bersedekah, itu lebih baik dari pada meminta-minta kepada orang. Sebagaimana dalam sabdanya: “Demi Yang jiwaku ada di tanganNya, seorang yang mengambil tali di antara kalian, kemudian digunakan untuk mengangkat kayu di atas punggungnya, itu lebih baik baginya daripada ia mendatangi orang kemudian ia meminta-minta padanya, yang terkadang diberi dan tak jarang ditolak”. (HR. Al-Bukhari)
Inilah motivasi bekerja yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghindari kemiskinan. Bahkan, Nabi Õáì Çááå Úáíå æÓáã pernah mencium tangan seorang sahabat yang sangat kasar lantaran banyak digunakan bekerja untuk menghindari dirinya dari meminta kepada orang lain. Ditambah lagi anjuran beliau dalam banyak haditsnya, untuk tidak meminta tolong kepada orang lain selama kita masih sanggup untuk melakukannya.
Dari keterangan ini jelaslah, bahwa Islam mencela orang yang tak mau berusaha dan bekerja dengan dalih pekerjaan susah, atau alasan bahwa kemiskinan itu sudah merupakan garis takdirnya. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sekiranya kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya Allah memberi rizki kepadamu, seperti halnya burung. Pagi hari ia keluar dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang”. (HR. , Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Disamping itu, bagi mereka yang kebetulan mampu, jangan lupa bahwa dalam harta Anda terdapat hak orang lain yang harus ditunaikan. Hindari sikap loba dan rakus terhadap harta apalagi menggunakannya hanya untuk berfoya-foya dan mengumbar hawa nafsu. Sungguh, harta yang dititpkan Allah Ta’ala tersebut akan ditanyakan pada hari kiamat kelak. Darimana engkau peroleh dan kemana engkau belanjakan. Wallahu a’lam.(Abu Raihanah)-Al Balagh-
Pingback: Mengemis Bukan Tradisi Islam « SCRN FIP UNM