Published On: Mon, Sep 28th, 2009

Meneliti Pandangan Siyasah Syaikh Utsaimin

Share This
Tags

Di zaman yang masalah-masalah kontemporer terus berganti, realita berubah selalu, maka seseorang betul-betul merasakan kebutuhan yang sangat terhadap masalah fikih, senjata ilmu, dan pemahaman yang lurus. Tentu ini semua tak diperoleh dengan begitu saja, namun hanya bisa didapatkan dari para ulama yang memang pakar dalam hal ilmu. Merekalah yang mampu memahami problematika politik sesuai kaca mata syariat Islam. Karena memang, kesalahan dalam mensikapinya bukan sebuah masalah yang sepele bahkan bisa dibilang gawat.

Dari sini, pemikiran untuk membahas pandangan para ulama ternama dalam masalah politik menjadi sebuah hal yang terlihat masuk akal untuk dilakukan disamping penting. Salah satunya, penelitian yang dilakukan oleh Abdul Aziz bin Abdur Rahman Asy Syubrumi, seorang penuntut ilmu di Saudi Arabia terhadap pandangan-pandangan politik seorang ulama yang pakar yaitu Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah. Usaha yang dilakukan Abdul Aziz, mahasiswa Saudi ini boleh dibilang masih jarang dilakukan. Sementara ini baru pandangan Syaikh Utsaimin dalam masalah akidah, ibadah dan muamalah yang kita kenal.

Siapa Syaikh Utsaimin?

Nama beliau adalah Muhammad Bin Shalih Bin Muhammad Bin Utsaimin Al-Wahib At-Tamimi. Dilahirkan di kota Unaizah tanggal 27 Ramadhan 1347 Hijriyah. Beliau belajar membaca Al-Qur’an kepada kakeknya dari garis ibunya yaitu Abdurrahman Bin Sulaiman Ali Damigh Rahimahullah, sampai beliau hafal. Sesudah itu beliau mulai mencari ilmu dan belajar khat (ilmu tulis menulis), ilmu hitung dan beberapa bidang ilmu sastra. Kemudian beliau belajar ke seorang ulama ternama yaitu Syaikh Abdurrahman As Sa’di. Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah menugaskan kepada 2 orang muridnya untuk mengajar murid-muridnya yang kecil. Dua murid tersebut adalah Syaikh Ali Ash-Shalihin dan Syaikh Muhammad Bin Abdil Aziz Al-Muthawwi’ Rahimahullah. Kepada yang terakhir ini beliau (syaikh Utsaimin) mempelajari kitab Mukhtasar Al Aqidah Al Wasithiyah dan Minhaju Salikin fil Fiqh karya Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dan Al- Ajurrumiyah serta Alfiyyah.

Disamping itu, beliau belajar ilmu faraidh (waris) dan fiqh kepada Syaikh Abdurrahman Bin Ali Bin ‘Audan. Sedangkan kepada syaikh (guru) utama beliau yang pertama yaitu Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di, beliau sempat mengkaji masalah tauhid, tafsir, hadits, fiqh, ustsul fiqh, faraidh, musthalahul hadits, nahwu dan sharaf.

Beliau istimewa di sisi Syaikhnya Rahimahullah. Ketika ayah beliau pindah ke Riyadh, di usia pertumbuhan beliau, beliau ingin ikut bersama ayahnya. Oleh karena itu Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengirim surat kepada beliau: “Hal ini tidak mungkin, kami menginginkan Muhammad tetap tinggal di sini agar dapat bisa mengambil faidah (ilmu).”
Beliau (Syaikh Utsaimin) berkata, “Sesungguhnya aku merasa terkesan dengan beliau (Syaikh Abdurrahman Rahimahullah) dalam banyak cara beliau mengajar, menjelaskan ilmu, dan pendekatan kepada para pelajar dengan contoh-contoh serta makna-makna. Demikian pula aku terkesan dengan akhlak beliau yang agung dan utama sesuai dengan kadar ilmu dan ibadahnya. Beliau senang bercanda dengan anak-anak kecil dan bersikap ramah kepada orang-orang besar. Beliau adalah orang yang paling baik akhlaknya yang pernah aku lihat.”

Beliau belajar kepada Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz -sebagai syaikh utama kedua bagi beliau- kitab Shahih Bukhari dan sebagian risalah-risalah Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah serta beberapa kitab-kitab fiqh.

Beliau berkata, “Aku terkesan terhadap syaikh Abdul Aziz Bin Baz Hafidhahullah karena perhatian beliau terhadap hadits dansaya juga terkesan dengan akhlak beliau karena sikap terbuka beliau dengan manusia.”
Pada tahun 1371 H, beliau duduk untuk mengajar di masjid Jami’. Ketika dibukanya ma’had-ma’had al ilmiyyah di Riyadh, beliau mendaftarkan diri di sana pada tahun 1372 H. Berkata Syaikh Utsaimin Hafidhahullah, “Saya masuk di lembaga pendidikan tersebut untuk tahun kedua seterlah berkonsultasi dengan Syaikh Ali Ash-Shalihin dan sesudah meminta ijin kepada Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah. Ketika itu ma’had al ilmiyyah dibagi menjadi 2 bagian, umum dan khusus. Saya berada pada bidang yang khusus. Pada waktu itu bagi mereka yang ingin “meloncat” – demikian kata mereka- ia dapat mempelajari tingkat berikutnya pada masa libur dan kemudian diujikan pada awal tahun ajaran kedua. Maka jika ia lulus, ia dapat naik ke pelajaran tingkat lebih tinggi setelah itu. Dengan cara ini saya dapat meringkas waktu.”

Sesudah 2 tahun, beliau lulus dan diangkat menjadi guru di ma’had Unaizah Al ‘Ilmi sambil meneruskan studi beliau secara intishab (Semacam Universitas Terbuka -red) pada fakultas syari’ah serta terus menuntut ilmu dengan bimbingan Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di.

Ketika Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di wafat, beliau menggantikan sebagai imam masjid jami’ di Unaizah dan mengajar di perpustakaan nasional Unaizah disamping tetap mengajar di ma’had Al Ilmi. Kemudian beliau pindah mengajar di fakultas syari’ah dan ushuludin cabang universitas Al Imam Muhammad Bin Su’ud Al Islamiyah di Qasim. Beliau juga termasuk anggota Haiatul Kibarul Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Syaikh Hafidhahullah mempunyai banyak kegiatan dakwah kepada Allah serta memberikan pengarahan kepada para Da’i di setiap tempat. Jasa beliau sangat besar dalam masalah ini.

Perlu diketahui pula bahwa Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Rahimahullah telah menawarkan bahkan meminta berulang kali kepada syaikh Utsaimin untuk menduduki jabatan Qadhi (hakim), bahkan telah mengeluarkan surat pengangkatan sebagai ketua pengadilan agama di Al Ihsa, namun beliau menolak secara halus. Setelah dilakukan pendekatan pribadi, Syaikh Muhammad Bin Ibrahim pun mengabulkannya untuk menarik dirinya (Syaikh Utsaimin -red) dari jabatan tersebut.
Syaikh Utsaimin banyak menulis buku. Buku-buku yang telah ditulis oleh Syaikh Utsaimin diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Talkhis Al Hamawiyah, selesai pada tanggal 8 Dzulhijah 1380 H.
2. Tafsir Ayat Al Ahkam (belum selesai).
3. Syarh Umdatul Ahkam (belum selesai).
4. Musthalah Hadits.
5. Al Ushul min Ilmil Ushul.
6. Risalah fil Wudhu wal Ghusl wash Shalah.
7. Risalah fil Kufri Tarikis Shalah.
8. Majalisu Ar Ramadhan.
9. Al Udhiyah wa Az Zakah.
10. Al Manhaj li Muridil Hajj wal Umrah.
Dan puluhan buku yang lainnya

Syaikh meninggal pada hari Rabu 15 Syawal 1421 Hijriyah bertepatan dengan 10 Januari 2001 dalam usia yang ke 74. Semoga Allah merahmati beliau rahimahullah.

Diantara Pandangan Siyasah Beliau
Para ulama agung sepanjang perjalanan zaman, termasuk diantaranya Syaikh Ibnu Utsaimin, tidak pernah meremehkan permasalah kepemimpinan dan penetapan kepemimpinan. Demi tegaknya permasalahan agama dan dunia. Oleh karenanya diantara pandangan Syaikh rahimahullah, “Berbagai hal tidak mungkin terlaksana tanpa keberadaan pemimpin, dan tidak mungkin tegak kepemimpinan bila tidak ada wilayah, dan menaati mereka. Oleh karena itu beliau sangat mengingkari orang yang mengajak untuk menggulingkan penguasa, tidak mau mendengar dan taat pada mereka, karena menaati pemimpin adalah sebuah kewajiban. Tunduk terhadap instruksi mereka juga kewajiban, kecuali dalam satu hal saja, yaitu bila mereka memerintahkan kepada kemaksiatan.”

Beliau mengingatkan tentang urgennya memilih umat yang tepat untuk menduduki pos kepemimpinan ini. Dan jangan sampai memilih –baik dalam wilayah besar atau kecil atau yang selainnya- kecuali orang yang paling tepat dan terbaik. Beliau menyatakan, “Sebuah kewajiban bagi pemerintah –dalam wilayah yang luas- untuk tidak mengangkat pegawai kecuali orang yang terbaik di pos pekerjaan tersebut. Demikian pula dalam wilayah yang sempit seperti mengangkat kepala sekolah..”

“Menjadi kewajiban bagi pemimpin dalam wilayah besar maupun kecil untuk memberikan tanggung jawab pekerjaan kepada orang yang terbaik dalam melaksanaan pekerjaan tersebut, dan ini merupakan bentuk konsekwensi dari amanah.”

Beliau juga memperingatkan agar tidak memberikan tanggung jawab kepemimpinan pada orang yang tidak cakap dibidangnya, hanya karena alasan kekerabatan atau kebangsawanan.
Tapi bagaimana bila ternyata kita dipimpin oleh orang yang tidak cakap tersebut? “Bila tanggung jawab kepemimpinan tersebut diserahkan pada orang yang kurang cakap maka tetap wajib untuk menaatinya, kecuali dalam hal kemaksiata. Dan balasannya hanya disisi Allah. Kewajiban bagi orang yang dipimpin adalah mendengar dan menaatinya. Sedangkan kewajiban mereka adalah memimpin dengan baik atas anak buahnya.”

Beliau juga memiliki pendapat tentang pembatasan masa jabatan seorang pemimpin, misalnya 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun dan seterusnya. Masih banyak lagi pandangan-pandangan siyasah beliau yang belum bisa dinukil di sini. Terobosan meneliti pandangan ulama besar tentang masalah siyasah ini sangat menarik sekaligus diperlukan. Agar umat Islam bisa bersikap dengan benar di saat dihadapkan pada permasalahan kontemporer yang seringkali membingungkan. (Majalah-Elfata)

Pasang toolbar wahdahmakassar.org di browser Anda, Klik Di sini!

About the Author