Membangun Pilar Kebangkitan Umat
wimakassar.org. Pengaruh globalisasi telah merambah seluruh aspek kehidupan manusia. Ia bergulir bagaikan bola salju yang semakin hari semakin besar. Menurut David Held, Globalisasi memiliki tiga daya yang sulit dibendung. Pertama velocity (kecepatan), daya rambah dalam waktu yang singkat. Kedua, intencity (kedalaman), daya rubah sampai pada hal-hal prinsip. Ketiga, extencity (keluasan), daya jangkau yang meliputi pelosok-pelosok dunia (Global Transformation, 2000).
Tiga daya inilah yang menjadi kendaraan bagi seluruh “ideologi asing” masuk menyelinap di balik pesan-pesan globalisasi. Liberalisasi dan kebebasan serta kesetaraan. Akan tetapi di balik semua itu, ada sebuah rencana besar yang diarsiteki oleh sekelompok kecil manusia yang ingin merubah wajah dunia menuju The New World Order, Tata Dunia Baru. Dibaliknya ada agenda penghancuran besar-besaran yang tengah sabar dinanti, satu agenda demi agenda diselesaikan.
Globalisasi pun menjadi ancaman besar bagi umat Islam. Globalisasi tidak lain adalah gelombang penghancuran umat. Di dalamnya agenda Ghazwul Askari (perang fisik) diarahkan kepada negara-negara timur tengah. Politik belah bambu dan dukungan terhadap gerakan-gerakan separatis masih terus digencarkan barat. Sementara di belahan bumi lain dibenamkan Ghazwul Fikri (perang pemikiran) secara rahasia. Umat pun dikepung dari dua arah secara bersamaan. Dari dalam dan dari luar.
Dari luar, belahan bumi kaum muslimin dicaplok satu demi satu. Chechnya, Iraq, Afghanistan, Palestina hingga hari ini masih bergejolak. Perang demi perang terjadi setiap harinya, dan hanya menyisakan kecaman, petisi atau unjuk rasa yang berujung pada kekecewaan. Sementara yang menjadi korban adalah umat Islam. Di belahan bumi yang lain ideologi demokrasi dipaksakan untuk dijadikan dasar konstitusi negara. Turki, Mesir, Syria, Libanon dan yang lainnya menjadi korban invasi politik ini.
Kebencian barat dan kekhawatirannya terhadap gerakan kebangkitan Islam sangat nampak terlihat. ‘Terorisme’ menjadi kendaraan untuk membuat masyarakat dunia terjangkiti islamophobia (Benci terhadap Islam,-red). Terorisme, diangkat sebagai isu global karena pelaku kejahatan –katanya- adalah –oknum- dari umat Islam. Akan tetapi ketika umat Islam yang menjadi korban, semua bungkam, diam seribu bahasa (seperti di Palestina). Itulah standar ganda Amerika dan sekutunya dibalik wacana deklarasi freedom and human rights (Kebebasan dan Hak Asasi Manusia).
Dari dalam, umat Islam ditaburi pemikiran-pemikiran sesat. Berbagai aliran nyeleneh pun bermunculan. Agenda pendangkalan aqidah dan perusakan akhlaq menjadi rencana utamanya. Ahmadiyah, Lia eden, Ahmad Mushaddeq, Isa Bugis dan deretan aliran lainnya menjadi kasus yang serasa begitu sulit dituntaskan. Sementara di sisi yang lain semakin hari, kasus pornoaksi, pencabulan dan skandal seks semakin menjamur yang sangat berkorelasi dengan maraknya hiburan, infotainment dan konser musik.
Dalam kacamata Islam, kondisi ini dikenal sebagai zaman fitnah, zaman ujian. Zaman terasingnya ajaran Islam dari pemeluknya sendiri. Tidak lain karena gelombang globalisasi telah ‘menyeret’ manusia mencampakkan nilai-nilai ilahiah agama. Parahnya, itu pun dilakukan tanpa sadar, bahkan dengan kebanggaan. Betapa banyak pemuda yang hanya dengan alasan trend, rela merogoh kocek dalam-dalam. Karena alasan gaul, tanpa sadar telah kehilangan jatidiri sebagai muslim. Ajaran Islam pun sedikit demi sedikit ditinggalkan. Sementara orang-orang yang berusaha mengamalkan Islam di-stigma-kan sebagai orang kolot, tidak ikut perkembangan zaman.
Zaman ini telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Suatu zaman di mana siapa yang memegang teguh agamanya seperti menggenggam bara api”. Akan tetapi di tengah zaman fitnah itu, Nabi shallahu alaihi wa sallam tidak membiarkan umatnya terombang-ambing dalam badai fitnah. Rasulullah shallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Kutinggalkan kepada kalian dua perkara, barangsiapa yang berpegang teguh kepada keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, Kitabullah (al-qur’an) dan Sunnahku”(HR. Bukhari).
Ya, itulah jalan keluar yang telah disampaikan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jalan yang lurus dan tidak akan ada keselamatan kecuali berpegang teguh kepada keduanya. Dialah Al-Qur’an dan Sunnah beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan berpegang teguh kepada keduanya, gelombang fitnah akan dapat diatasi.
Oleh karena itu untuk melawan badai fitnah itu diperlukan perjuangan mengembalikan umat kepada kemuliaannya. Perjuangan melawan fitnah akhir zaman. Dan sinyal nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas telah tergambarkan secara nyata bahwa prioritas perjuangan adalah dengan al-Qur’an dan Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan dalam al-Qur’an (yang artinya):
“…Dan Berjihadlah dengannya (Al-qur’an), dengan jihad yang besar” (QS Al-Furqan:52).
Demikian Allah menyebutkan. Jihad yang paling tepat adalah jihad dengan Al-Qur’an. Membaca mempelajarinya, mengamalkan dan medakwahkannya. Serta terakhir, Bersabar di atasnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di tengah problema yang melanda umat, menyebutkan bahwa usaha islahul ummah (perbaikan umat) ditempuh dengan dua jalur utama.
Pertama, Tashfiyah (purifikasi/pemurnian). Pembersihan atau pemurnian kembali segala macam bentuk keyakinan kaum muslimin yang terjangkiti SEPILIS (Sekularisme Pluralisme dan Liberalisme) serta TBC (Tahayul, Bid’ah dan Churafat). Karena kita mengetahui bahwa tidak akan kembali kejayaan itu kecuali dengan usaha dan kerja keras dalam mengembalikan keyakinan umat kepada fitrah tauhid. Fitrah Islam.
Kedua, Tarbiyah. Pembinaan pribadi atau individu-individu agar mengenal Allah Azza Wa Jalla dalam Tauhidullah, Rububiyah, Uluhiyah dan Asma dan Sifat-sifat-Nya serta seluruh konsekuensi atasnya. Usaha ini dilakukan dengan pembinaan intensif kepada para generasi muslim untuk menumbuhkan karakter dan kepribadian yang utuh dalam keimanan, aqidah, akhlaq dan tsaqofah. Sehingga akan muncul kesiapan dalam menjalankan perintah Allah Azza Wa Jalla. Kesiapan memikul amanah ibadah dan berjuang menegakkan kalimat tertinggi-Nya.
Oleh karena itu, dibutuhkan kekuatan yang menjadi pilar dalam mengusung kebenaran. Allah Azza wa Walla menyebutkan dalam Al-Qur’an (yang artinya) :
“Dan persiapkanlah segala hal untuk berperang dari kekuatan yang kalian miliki…” (QS Al Anfal:60)
Pilar kekuatan itu diantaranya :
1. Quwwatul Aqidah
Kekuatan aqidah. Aqidah yang shahih, bersih dan murni yang tidak tercampuri dengan kesyirikan dan kedzhaliman sedikit pun, serta dilandasi dengan ilmu yang terang. Allah telah menyebutkan dalam QS. An-Nur ayat 55 (yang artinya),
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan beramal shalih, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah menjadi aman sentosa. Mereka menyembah-Ku dan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun…”
Allah menegaskan syarat untuk menjadikan orang-orang beriman dan beramal shalih adalah hanya satu, ya’buduunanii walaa yusyrikuuna bihi syai-a’. Menyembah Allah dan tidak menyekutukan dengan sesuatu apa pun.
Itulah kunci kemenangan. Kunci yang membuat pasukan Shalahuddin Mengembalikan al-quds (Palestina) ke pangkuan kaum muslimin. Kunci yang membuat Konstatinopel takluk dalam serangan armada laut Sultan Muhammad Al-Faatih. Memindahkan 70 kapal lautnya menyeberangi selat Bosphorus ke Selat Tanduk Emas (Golden Horn) melewati gunung hanya dalam waktu satu malam. Kunci yang membuat Andalusia tunduk tak berdaya dengan ekspedisi jihad di bawah panji Thariq bin Ziyad. Kunci yang Membuat Persia di ufuk Barat, dan Romawi di ufuk Timur tumbang. Dan keduanya tidak menyisakan apa-apa sampai hari ini kecuali bangunan dan kisah-kisah saja.
Itulah kunci kemenangan kaum muslimin…
2. Quwwatul Ukhuwah
Kekuatan berikutnya adalah kekuatan ukhuwah (persaudaraan). Karena itulah (ukhuwah) yang Nabi shallallahu alaihi wa sallam bina setelah aqidah. Persaudaraan di atas iman. Sehingga muncul persatuan dalam dada-dada kaum muslimin. Dan itulah kekuatan sejati dalam memancangkan panji-panji jihad, izzul islam walmuslimiin.
Tanpa ukhuwah, dakwah akan mandeg. Tanpa ukhuwah dakwah akan stagnan. Dan tanpa ukhuwah, perjuangan akan hambar. Karena kecintaan kepada saudara itulah yang menjadi kekuatan, bersama dalam perjuangan.
3. Quwwatu at-Tandzhim
Kekuatan pengorganisasian. Visioner, rapi, dan sistematis. Gerakan dakwah yang memiliki basis massa akan terpecah dan tidak terarah jika tidak diatur dengan baik. Butuh kepemimpinan yang berkarakter. Figur yang menjadi teladan. Serta pejuang-pejuang yang siap untuk dipimpin dan diarahkan. Dan tentu dilengkapi dengan kapasitas manajemen dakwah yang mumpuni.
Tiga kekuatan di ataslah yang akan menghasilkan quwwatul haq (kekuatan Al-haq atau kebenaran) dalam melawan quwwatul bathil (kekuatan kebatilan). Inilah panduan dalam mengusung satu cita-cita mulia, “masyarakat bertauhid”. Puncak tertinggi peradaban dan syariat Islam.
Kalimat terakhir, semoga ‘karya sederhana’ ini bisa menjadi inspirasi bagi kita dalam bergerak dan berkontribusi untuk umat Islam. Karena siapa pun yang ingin mulia, tidak ada pilihan lain baginya kecuali dengan memberi persembahan terbaik untuk ad-dien-Nya.
Saatnya bergabung menyambut kebangkitan Islam (shahwah islamiyah)…
(Wallahu Ta’ala A’lam)
Oleh: Abu Fath el_Faatih (Ketua Umum FSI Raudhatul Ilmi UNM)
Sumber: Buletin Dakwah Al-Balagh edisi 16/VII Rabiul Akhir 1433 H
Ingin berpartisipasi dalam dakwah di dunia Maya. Silahkan kirim tulisan Anda ke info@wimakassar.org
Insya Allah tulisan yang diterbitkan akan mendapat bingkisan yang menarik.