Membangun Manusia Shalih
Sasaran yang pertama yang dituju Islam adalah membangun manusia shalih yang pantas menjadi khalifah di muka bumi ini. Manusia adalah makhluk yang paling mulia dengan berbagai kelebihan yang diberikan Allah kepadanya. Hanya saja, berbagai kelebuhan itu tidak terlalu bermanfaat jika manusia tidak tunduk pada ketentuan Allah. Manusia shalih inilah yang merupakan dasar keluarga shalih, masyarakat dan bangsa yang shalih.
Manusia Shalih adalah Manusia Berakidah
Manusia Muslim adalah manusia yang tertanam dalam jiwanya iman dan aqidah. Ia mengerti hakekat dirinya dan alam semest yang ada di sekitarnya. Ia bukan tumbuhan liar di padang pasir tandus yang tumbuh sendiri tanpa ada tangan yang menanamnya. Begitu juga alam di sekitarnya tidaklah ia ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan, merawat dan memeliharanya. Manusia muslim selalu yakin bahwa dirinya dan alam semesta yang ada di sekitarnya adalah makhluk yang memiliki Rabb yang telah menciptakan, menyempurnakan dan menyeimbangkannya, mengajarinya berbagai kepandaian, memberinya akal dan kehendak, mengirimkan Rasul-rasul, kitab-kitab dan mengenalkannya pada tujuan dan jalan hidup.
Sebagaimana alam semesta yang indah ini di baliknya ada pencipta yang yang Maha Agung. Dia yang telah menciptakan segala sesuatu lalu menentukan ukurannya, memberinya hidayah. Hanya saja, alam semesta yang Ia cipta tidaklah abadi. Jika tiba saatnya nanti Ia akan mensirnakannya dan menggantikannya dengan alam yang lain. Yaitu alam keabadian dimana setiap jiwa akan diganjar tunai atas segala macam perbuatannya.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi beserta apa yang ada di antara keduanya sia-sia. Yang demikian adalah anggapan orang-orang kafir. Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. Patutkah Kami memperlakukan orang-orang beriman dan beramal shalih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkan (pula)Kami menggap orang-orang bertakwa sama dengn orang-orang yang berbuat maksiat?” (Shad: 27-28).
Dengan demikian, manusia Muslim hidup dengan beriman kepada Allah, beriman kepada semua risalahNya, kitab-kitabNya dan yang paling inti tentunya adalah beriman kepada risalah yang dibawa oleh Rasul terakhir Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, iman demgam hari perhitungan. Hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak kecuali mereka yang datang dengan dengan hati yang salim.
Sesungguhnya iman ini yang membedakan seorang Muslim dengan yang non nuslim. Seorang Muslim tidak hanya wajib mengimani mengimani rububiyah (pengakuan akan keberadaan Allah) semata tapi juga harus meyakini uluhiyahNya (menetapkan seluruh bentuk ibadah hanya kepada Allah. Aqidah non Muslim sama saja dengan keyakinan orang-orang musyrik Arab dulu yang hanya mengakui eksistensi Allah saja, tetapi mereka tidak beribadah kepadaNya satu-satunya.
Allah berfirman tentang mereka,”Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” tentu mereka menjawab, Allah” (al-Ankabut: 61)
Karena itu, menyamakan orang Muslim dan non muslim atau agama Islam dengan agama-agama yang lain dengan alasan bahwa Islam dan agama yang lain memiliki tujuan yang sama yaitu terciptanya kedamaian dan kesejahteraan di atas muka bumi ini, adalah pemikiran yang bathil. Sebab, asas keyakinan berupa aqidah yang bertumpu pada tauhid adalah pijakan kokoh yang tidak ada pada agama selain Islam. Itu berarti, upaya memakmurkan atau mensejahterakan bumi ini harus bersumbu pada satu prinsip yaitu dalam rangka ibadah pada Allah.
Islam datang dengan tujuan besar yaitu membebaskan manusia dari penyembahan alam atau penyembahan kepada sesama manusia kepada penyenbahan hanya pada Allah semata. Islam datang mengeluarkan manusia dari menyembah benda-benda langit, hewan, setan, manusia berupa diktator atau dukun, bahkan penyembahan manusia terhadap hawa nafsunya. Dengan datangnya Islam tidak lagi ada pengagungan, perhormatan, pengkultusan kecuali hnya pada Allah. Nabi shallallahu alaihi wasallam mengirimkan surat-suratnya kepada raja-raja dan amir-amir (penguasa) dengan mengajak mereka kepada Islam dan menutup surat beliau dengan ayat yang mulya ini. “Wahai ahlul Kitab marikah berpegang satu kalimat (ketetapan) yang tidak ada lagi perselisihan antara kami dan kalian bahwa kita tidak menyembah kecuali Allah dan menyekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadian sebagian yang lain tuhan selain Allah.” (Ali Imran: 64).
Manusia Muslim adalah Manusia Beribadah.
Demikian juga bahwa manusia Muslim adalah manusia yang sunnahnya beribadah kepada Allah. Seorang Muslim tahu bahwa alam di sekitarnya diciptaka untuknya. Adapun dirinya maka ia tercipta untuuk semata-mata mengabdi pada Allah dalm seluruh sisi kehidupan. Beribadah pada Allah semata tanpa menyekutukanNya merupakan tujuan akhir dari semua tujuan, maka segala kekayaan alam untuknyalah ia diciptakan Allah dan karenanya ditundukkanlah langit dan bumi beserta apa-apa yang ada padanya.
Allah berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah padaKu. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pemberi Rezki Yang Memiliki kekuatan lagi Maha Kokoh” (adz-Dzaariyat: 56-58).
Sesungguhnya para makhluk itu satu sama lain saling melayani. Setiap makhluk melayani makhluk yang lebih tinggi derajatnya. Maka, benda mati melayani tumbuhan. Tumbuhan melayani hewan. Adapun semua itu, benda mati, tumbuhan, hewan untuk manusia. Lalu kepada siapakah manusia memberikan pelayanannya. Karena itu, manusia tidak dicipta kecuali untuk beribadah padanya dan menyembahNya. Dengan inilah Allah mengutus Rasul-rasulNya pada berbagai masa dan zaman.
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”(Qs. An-Nahl : 36)
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.(Qs. Al-anbiya’ ; 25)
Dan dari sinilah manusia Muslim merasa suka untuk menjadi orang yang beribadah kepada Allah Ta’ala dengan mematuhi perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya dengan menjadikan rasa takut dan takwanya kepada Allah senantiasa berada di pelupuk matanya.
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”.(Qs. Al-Maidah : 27)
Ibadah untuk pertama kalinya termanifestasikan dalam mendirikan ibadah-ibadah ritual (syiar) yang besar diwajibkan Islam dan dijadikan termasuk rukun Islam yang besar berupa shalat, zakat, puasa dan haji kemudian apa yang menyempurnakannya dari dzikir, do’a, tilawah al-Qur’an, tasbih, tahlil, dan takbir.
Seorang muslim mengingat Rabbnya di setiap saat dalam kondisi apapun, diwaktu makan dan minumnya, ketika tidur dan bangunnya di pagi hari dan sore hari disaat masuk dan keluarnya, pada hari bepergian da kepulangannya, ketika mengenakan bajunya, ketika menaiki kendaraannya, bahkan sampai ketika melakukannya kebutuhan biologisnya terhadap istrinya ia tidak melupakan dalam berbagai situasi ini dan lainnya untuk mengingat Allah Ta’ala yang hal ini merupakan karakter ulil albaab (orang-orang yang berakal). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.(Qs. Al-Imran : 191)-Al Balagh-