Masjidku Dulu, Kini dan Nanti
Masjid menurut kamus bahasa indonesia adalah rumah atau bangunan tempat bersembahyang orang Islam, sedangkan menurut Laj’nah Daimah (lembaga fatwa saudi arabia) masjid secara bahasa adalah tempat sujud dan secara istilah masjid adalah tempat yang dipersiapkan untuk digunakan shalat lima waktu secara berjamaah oleh kaum muslimin.
Di dalam al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kata masjid lebih kurang 28 kali, 22 kali diantaranya dalam bentuk tunggal dan 6 kali dalam bentuk jamak hal ini menunjukkan akan keutamaan masjid. Diantara keutamaan masjid yang lain yaitu, masjid dijadikan oleh Allah bangunan untuk shalat berjama’ah dari jenis bangunan yang ada, Allah menjadikan bagian negeri yang paling dicintainya adalah masjid sebagaimana yang disebutkan didalam kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah oleh Imam Muslim rahimahullah, Allah menjadikan masjid sebagai tempat pemberangkatan pertama dan kedua Rasulullah sebelum naik ke atas langit untuk bertemu dengan Allah, ini disebutkan didalam surah Al Isra ayat 1 dan diantara keutamaannya yang paling penting adalah masjid merupakan tempat pertama memulai peradaban besar islam setelah hijrahnya Rasulullah sebagaimana yang dijalaskan dalam banyak kitab sirah nabawiyah.
Namun sangat disayangkan keutamaan yang begitu besar baik dari al-Qur’an, Sunnah dan perjalanan sejarah tersebut seakan tidak memberikan pengaruh secara nyata pada perjalanan masjid secara khusus di negeri kita yang tercinta ini
Seperti apa realita masjid saat ini?
Untuk memulainya kami ingin mengetengahkan pengalaman yang belum lama berlalu namun selalu berulang, sebuah pengalaman dari penglihatan sendiri, kejadian dari sekelompok pemuda Islam yang asyik melakukan perbuatan buruk yaitu “mabuk dengan menghisap lem”. Mungkin perbuatan tersebut sudah tidak asing lagi di pandangan para pembaca, namun yang membuat kami sangat terusik adalah tempat mereka berpesta lem yaitu samping masjid, entah berapa banyak kaleng atau bungkusan bekas lem yang berceceran di lokasi mereka melakukan perbuatan itu. Aksi mereka terus berulang, bukan hanya di hari atau bulan biasa, bahkan pada bulan Ramadhan mereka pun melakukannya, baik di pagi, siang atau malam hari tanpa ada seorang pun yang menegur. Padahal sebagai seorang muslim seharusnya risau melihat keadaan itu.
Lalu seperti apa kondisi realita kebanyakan masjid kaum muslimin saat ini?
1. Kurang kepedulian terhadap masalah sosial
Sebagian masjid masih menjadi komsumsi pribadi pengurus dan jama’ah setempat yang sangat ekslusif bahkan terlalu sakral. Dari sekian banyak masjid yang kita temui di kota-kota besar tentu sudah tidak asing lagi pemandangan yang berkesan mewah, hal tersebut berangkat dari niat baik kaum muslimin untuk menciptakan suasana teduh dan khusyuk saat beribadah. Namun sangat disayangkan suasana ini tidak dibarengi dengan pemahaman akan pentingnya kedekatan manusia dengan masjid tanpa ada batasan usia, sehingga tidak jarang kita temui ada masjid yang terlalu membatasi ruang gerak anak-anak untuk bermain walau hanya sekedar berlari di dalamnya.
Pengurus dan jama’ah masjid terlalu terfokus mengurusi bangunan fisik sehingga melupakan bangunan sosial yang merupakan inti dari ibadah shalat. Masih segar dalam ingatan kami nasehat salah seorang guru bernama KH. Mansur Salim beliau mengatakan bahwa “hikmah dari perintah shalat yang sering digandengkan dengan zakat baik didalam al-Qur’an maupun as-Sunnah merupakan isyarat akan pentingnya sikap kepedulian terhadap masalah sosial yang harus dimiliki oleh sang pelaku shalat”. Kepedulian ini bisa mencakup banyak hal antara lain kepedulian terhadap masalah penyakit masyarakat yang berhubungan dengan moral atau dosa, prilaku menyimpang para remaja, masalah ekonomi atau yang berhubungan dengan kebodohan.
2. Tren masjid menjadi kompleks pekuburan
Kalau membaca judul point kedua mengenai kompleks pekuburan di dalam area masjid tentu sebagai warga Makassar langsung teringat kepada Makam Tuanta Salamaka Syekh Yusuf yang terletak di jalan syekh yusuf perbatasan antara makassar dan gowa, di jalan tersebut berjejeran kompleks pekuburan dimana dua masjid diantaranya bergabung dengan kompleks makam. Pembaca juga masih teringat tentunya kepada sosok KH. Zainuddin MZ yang dikuburkan di halaman belakang masjid Jami’ Fajrul Islam yang lokasinya persis di depan kediaman Zainuddin MZ, di Jalan H Aom, Gandaria Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Bagaimana pandangan Allah dan Rasulullah tentang hal ini?
Dari Abu Sa’id al-Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seluruh bumi adalah masjid (boleh digunakan untuk shalat) kecuali kuburan dan tempat pemandian” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad Darimi dan Ahmad. Syaikh al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dalam keterangan yang lain Jundab bin Abdillah al-Bajali berkata, Aku mendengar Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikanku sebagai kekasih sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Seandainya aku (dibolehkan) mengambil kekasih di antara umatku, tentu aku menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan-kuburan para nabi mereka dan orang-orang shalih mereka sebagai masjid-masjid. Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid-masjid, sesungguhnya aku melarang kalian melakukan itu”. (HR. Muslim)
Dua hadits tersebut menjelaskan keharaman membangun kuburan di dalam masjid.
3. Kekurangan kegiatan
Sungguh kebanyakan masjid kaum muslimin kehilangan ruh. Sejatinya masjid merupakan salah satu taman dari taman surga yang teduh, nyaman, tentram dan damai. Hal tersebut didapatkan jika seandainya masjid ramai dengan kegiatan khusyu’nya pengajian/ta’lim, perbaikan bacaan Qur’an baik anak maupun dewasa, dan kegiatan sosial sebagaimana penjelasan Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits,
“Jika kalian melewati taman surga maka berhentilah. Mereka bertanya, ”Apakah taman surga itu?” Beliau menjawab, ”Halaqah dzikir (majelis Ilmu).” (Riwayat at-Tirmidzi dan dishahihkan Syeikh Salim bin Ied Al Hilali dalam Shahih Kitabul Adzkar 4/4)
Dan dalam suatu riwayat Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya.” (Riwayat Imam Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah)
Namun suasana itu hanya didapat bagi masjid yang hidup dengan kegiatan majelis ilmu dan bukan kegiatan yang tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah, bahkan wal iyaudzubillahi min dzalik, musik, nyanyian dengan musik pun kerap terdengar dari pengeras suara masjid.
4. Sepi jama’ah
Kemana jama’ah masjid? Itu pertanyaan dari sebuah kesan kalau berkunjung ke masjid yang ada di Indonesia seakan kebesaran dan kemewahan hilang dengan hilangnya jama’ah. Bahkan tidak jarang kita melihat masjid di kampung-kampung tanpa jama’ah dan muadzin, hal itu biasanya di temukan pada waktu dhuhur dan ashar. Kemana jama’ah masjid? Satu ketika seorang ustadz pernah singgah di suatu masjid kampung, yang kebiasaannya di masjid itu jarang ditegakkan shalat lalu ditanyakan kepadanya berapa jumlah jama’ah yang ikut shalat bersamanya. Dengan agak bercanda beliaupun mengatakan jumlah orang yang shalat ada 5 terdiri dari satu imam dan empat tiang yang menjadi makmum. Aneh memang tetapi itulah kenyataannya padahal Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits, “Manusia paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh perjalanannya, lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang menunggu shalat hingga melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya daripada yang melakukannya (sendirian) kemudian tidur.” (HR. Muslim)
Lalu seperti apa kondisi masjid yang ideal untuk membangun kembali peradaban islam?
Pembaca yang budiman, ternyata kondisi masjid yang ideal untuk membangun kembali peradaban islam telah banyak dipikirkan oleh para tokoh di republik ini diantaranya adalah bapak HM. Yusuf Kalla dalam sebuah keterangan beliau mengatakan “Fungsi masjid pada zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat luas. Selain sebagai rumah ibadah, juga berfungsi untuk tempat musyawarah, pusat pemerintahan, pengadilan, dan tempat mengatur strategi perang.
Dari sekian banyak aspek peranan masjid mewujudkan kembali kejayaan Islam, kami akan sebutkan 3 diantaranya yaitu:
1. Masjid harus menjadi pusat kegiatan menuntut ilmu syar’i
Seharusnya di masjid berjalan kegiatan-kegiatan menuntuu ilmu syari’i, diantaranya; perbaikan bacaan qur’an baik anak maupun orang tua, ta’lim fiqih, hadits, maupun keluarga sakinah, agar tercipta tatanan masyarakat disekitar masjid yang shaleh, sehingga masalah aliran sesat, ideologi terorisme dapat bendung bahkan dihilangkan.
2. Masjid harus menjadi lembaga keagaamaan terdepan dalam memperbaiki moral masyarakat
Kasus merebaknya minuman keras, perjudian, pemerkosaan, merupakan sekian banyak kasus yang sudah saatnya mendapat perhatian khusus oleh masjid, secara terstruktur dengan pendekatan emosional dari hati ke hati langsung kepada para pelaku. Setidaknya cara tersebut dapat menyadarkan pelaku maksiat tersebut, semoga dengan usaha tersebut Allah berkenan memberinya hidayah sehingga jama’ah masjid pun semakin bertambah.
Kasus sekelompok pemuda penghisap lem pada penggalan cerita kami diatas semoga tidak terjadi lagi pada masjid yang lain. Tentu ini dapat diwujudkan jika sekiranya ada kepedulian dari para pengurus dan jama’ah masjid terhadap nasib generasi bangsa dan agama ke depan.
3. Masjid menjadi salah satu dari pusat kegiatan ekonomi umat
Secara sederhana sebenarnya para pengurus dan jama’ah masjid dapat membantu masyarakat untuk mengatasi sebagian masalah ekonomi mereka, hal ini dapat dilihat dari kemampuan para panitia zakat yang dapat mengelola zakat, infak dan shadaqah dengan baik, ditambah lagi jika seandainya sebagian dana kas yang hanya tersimpan saja dalam tabungan bendahara pengurus masjid dapat disalurkan kepada masyarakat atau masjid lain yang membutuhkan. Padahal jika hanya diumumkan tiap jum’at atau tersimpan saja dalam tabungan di bank sampai nilai 100 juta atau lebih hanya menguntungkan pihak bank, dan tidak memberikan manfaat kepada masyarakat. Karpet-karpet yang menumpuk di gudang masjid sudah selayaknya bisa diberikan kepada masyarakat atau masjid lain yang membutuhkan. Wallahu Ta’ala A’lam
Oleh: Zulqadri Ramadhan, S.Pd
(Penulis & Pemerhati Masjid)
————————————————-
Kirim tulisan Anda ke admin [at] wahdahmakassar.org