Waktu posting: Sat, Jan 18th, 2014
Kisah / Oase / Tabi'in | Oleh masteradmin | Dibaca: 348 kali

Laksana Pencuri di Tengah para Sahabat

Ar-Rabi’ bin Khutsaim, seorang ulama tabi’in yang dikenal zuhud, ahli ibadah dan dermawan, tetap merasa jauh karakternya dengan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu kali, Hilal bin Isaf bersama Mundzir Ats Tsauri engunjungi ar-Rabi’ yang sedang tergolek sakit. Setelah memberi salam, terjadilah perbincangan antar mereka.

Hilal, “Bagaimana kabar Anda pagi ini wahai syeikh?”

Ar-Rabi’, “Dalam keadaan lemah, penuh dosa, memakan rizki-Nya dan menanti ajalnya.”

Hilal, “ Di Kufah ini sekarang ada tabib yang handal. Apakah syeikh mengizinkan kami memanggilnya untuk Anda?”

Ar-Rabi’, “Wahai Hilal, aku tahu bahwa obat itu benar-benar berkasiat. Tetapi aku belajar dan kaum ‘Aad, Tsamud, penduduk Rass dan abad-abad di antara mereka. Telah kudapati bahwa mereka sangat gandrung dengan dunia, rakus dengan segala perhiasannya, keadaan mereka lebih kuat dan lebih ahli dan kita. Di tengah-tengah mereka banyak tabib, namun tetap saja ada yang sakit. Akhimya tak tersisa lagi yang mengobati maupun yang diobati, karena semua binasa.

Beliau menghela nafas panjang dan berkata, “Seandainya itulah penyakitnya, tentulah aku akan berobat.”

Mundzir, “Kalau demikian, apa penyakit yang sebenarnya wahai Syaikh?”

Ar-Rabi’, “Penyakitnya adalah dosa-dosa.”

Mundzir, “Lantas apa obatnya?”

Ar-Rabi’, “Obatnya adalah istighfar.”

Mundzir, “Bagaimana bisa pulih kesehatannya?”

Ar-Rabi’, “Dengan bertaubat kemudian tidak mengulangi dosanya.”

Beliau menatap kedua tamunya sambil berkata, “Dosa yang tersembunyi. . . dosa yang tersembunyi. . . waspadalah kalian terhadap dosa yang meski tersembunyi dari orang-orang, namun jelas bagi Allah, segeralah datangkan obatnya!”

Mundzir, “Apa obatnya?”

Ar-Rafi’, “Dengan taubat nasuha (lalu beliau menangis hingga basah jenggotnya).”

Mundzir, “Mengapa anda menangis wahai Syaikh?”

Ar-Rabi’, “Bagaimana aku tidak menangis? Aku pernah berkumpul bersama suatu kaum (yakni para sahabat) di mana kedudukan kami dibanding mereka seperti seorang pencuri.”

Jikalau beliau merasa seperti pencuri di tengah para sahabat, lantas seperti apa kiranya kita dibanding para sahabat?[]

 

Majalah Ar Risalah Hal. 26 No. 09/Vol. VII/7 Muharram-Safar 1430 H/Januari 2009

Iklan Buletin al-Balagh