Kisah Ashhabul Kahfi
Oleh: Syekh Abdurrahman ibn Nashir al-Sa’diy
Mereka adalah sekelompok pemuda yang diberi taufiq dan ilham oleh Allah untuk beriman. Mereka mengenal Tuhan pencipta mereka. Mereka bertauhid, mengingkari agama berhala yang ada pada masyarakatnya. Dengan lantang mereka menyuarakan akidah tauhid dan menjelaskan batilnya syirik. Mereka mengatakan:
“Dan kami meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran. Kaum kami telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (QS. Al-Kahfi: 14-15)
Ketika masyarakat bersepakat memusuhi dan ingin membunuh para pemuda ini maka mereka berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala mohon agar urusan mereka dimudahkan, maka mereka berdoa:
“Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sis-iMu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)” (QS. Al-Kahfi: 10)
Allah subhanahu wata’ala akhirnya memudahkan mereka untuk menemukan goa yang cukup luas ruangannya; pintunya menghadap ke arah utara, tidak kemasukan sinar matahari di saat terbit maupun terbenam. Mereka akhirnya tertidur di dalam goa itu dengan penjagaan dari Allah selama 300 dan 9 tahun. Allah subhanahu wata’ala telah memagari mereka dengan perasaan takut yang dilontarkan oleh Allah di hati penduduk kota itu untuk mendekat dari goa mereka. Sementara Allah yang menjaga dan memelihara mereka di dalam goa. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri.” (QS. Al-Kahfi: 18) Yang demikian itu agar badan mereka tidak membusuk dan rusak. Kemudian Allah membangunkan mereka setelah masa yang panjang itu: “Dan demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara meeka sendiri.” (QS. Al Kahfi: 19) Agar mereka akhirnya menyadari dan mengetahui kebenaran: “Berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?). Mereka menjawab: Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari. Berkata (yang lain lagi): Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota…”(QS. Al-Kahfi: 19) sampai akhir kisah.
AYAT ALLAH DAN PELAJARAN DARI KISAH ASHHABUL KAHFI
1. Kisah Ashhabul Kahfi meskipun ajaib, namun bukan tanda-tanda kekuasaan Allah yang paling ajaib. Sesungguhnya Allah memiliki banyak ayat (tanda dan bukti) akan kebesaran-Nya yang sangat menakjubkan serta kisah-kisah yang mengandung banyak pelajaran bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.
2. Barang siapa berlindung kepada Allah pasti Allah melindunginya, menyayangi dan menjadikannya sebagai sebab bagi hidayah untuk orang lain. Allah telah berbuat lembut kepada mereka selama masa tidur mereka, untuk mengekalkan iman dan badan mereka dari recana jahat kaumnya. Kelompok kecil ini termasuk ayat Allah, yang dengannya mereka bisa mengenali kesempurnaan kekuasaan Allah dan kebaikan-Nya yang terbatas, untuk mengajari manusia bahwa janji Allah adalah benar.
3. Anjuran untuk mencari ilmu yang bermanfaat serta berdiskusi tentangnya, karena Allah membangunkan mereka untuk tujuan itu. Dengan pencarian mereka dan dengan pengetahuan manusia tentang mereka maka terkuaklah bukti bahwa janji Allah adalah benar dan bahwasanya kebangkitan di hari kiamat adalah hak, tanpa keraguan.
4. Adab ketika tidak tahu yaitu dengan menyerahkan kepada yang tahu, kemudian berhenti ketika sudah tahu.
5. Sahnya perwakilan dalam jual beli, dan sahnya bersyarikat di dalamnya. Karena ucapan mereka:
“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu…”(QS. Al-Kahfi: 19)
6. Bolehnya memakan makanan halal yang enak-enak dan bolehnya memilih yang lezat sesuai dengan selera, selama tidak sampai pada batas israf yang dilarang, karena firman Allah:
“Dan hendaklah dia melihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu.”(QS. Al-Kahfi: 19)
7. Anjuran untuk berhati-hati, waspada dan menjauhi tempat-tempat fitnah dalam agama, dan penggunaan kerahasiaan yang dapat menolak bahaya dari dirinya.
8. Penjelasan tentang semangat para pemuda itu dalam agama, dan pelarian mereka untuk menjauhi fitnah, menyelamatkan agama, meskipun dengan meninggalkan tanah air dan segala kebiasaan mereka.
9. Menyebutkan segala bahaya dan kerusakan yang terkandung dalam keburukan yang mengundang untuk membeci dan meninggalkannyya. Ini adalah jalan orang-orang mukmin.
10. Bahwa firman Allah:
“Orang-orang itu berkata: Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya.”Ayat ini mengandung petunjuk bahwa mereka yang hidup pada saat Ashhabul Kahfi ini dibangunkan adalah orang-orang yang taat beragama, karena mereka mengagungkan tempat ashhabul kahfi, bahwa mereka berncana mau membangun masjid di atas goa, meskipun dalam syariat itu di larang – terutama dalam syariat kita-. Maksudnya menjelaskan bahwa rasa takut yang agung dari ashhabul kahfi saat mereka masuk ke dalam goa diganti oleh Allah setelah itu dengan rasa aman dan pengagungan dari manusia. Ini adalah sunnatullah bagi orang-orang yang memikul beban berat karena-Nya. Pasti nasib baik akhirnya menjadi miliknya.
11. Seringnya pencarian dan lamanya dalam masalah-masalah yang tidak penting tidak seharusnya dilakukan, karena firman Allah:
“Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.” (QS. Al-Kahfi: 22)
12. Bertanya kepada orang yang tidak mengerti atau mempercayakan kepadanya adalah dilarang, karena firman Allah:
“Dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.” (QS. Al-Kahfi: 22) (AH)*
(Taisir al-Lathif al-Mannan, Abdurrahman as-Sa’dy, Maktabah ar-Rusyd, 1/2003 hal. 316-318)
Sumber: Majalah Qiblati edisi 04 tahun III 01-2008/12-1428