Khutbah Jum’at: Penyebab Terjerumusnya Manusia dalam Pengharaman Allah
Oleh Ustadz Ir. Muhammad Taufan Djafry, Lc.
Khutbah Pertama
إن الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره و نعوذ بالله من شرور أنفسنا و سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له و من يضلله فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده و رسوله. يأيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته و لا تموتن إلا و أنتم مسلمون. يأيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة و خلق منها زوجها و بث منهما رجالا كثيرا و نساء و اتقوا الله الذي تساءلون به و الأرحام إن الله كان عليكم رقيبا. يأيها الذين آمنوا اتقوا الله و قولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم و يغفر لكم ذنوبكم و من يطع الله و رسوله فقد فاز فوزا عظيما. ألا فإن أصدق الحديث كتاب الله و خير الهدي هدي محمد صلى الله عليه و سلم و شر الأمور محدثاتها و كل محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة و كل ضلالة في النار.
Ma’asyiral muslimin aazzakumullah.
Ada dua pemicu manusia terjerumus ke dalam apa yang diharamkan Allah dalam upaya mereka mencari rezeki dalam kehidupan mereka di dunia ini. Imam Ibnu Qayyim mengatakan, pertama, manusia berprasangka buruk kepada Allah, yaitu jika mereka taat kepada Allah dan selalu mendahulukan perintah Allah, maka mereka tidak bisa mendapatkan apa yang mereka cari dari yang halal dari dunia ini. Mereka pasti tertinggal, tersingkir, jika mereka ingin selalu taat kepada Allah. Ini su’udzan kepada Allah dan sebabnya adalah kejahilan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang kedua, adalah tidak sabar, yaitu sebenarnya mereka tahu bahwa siapa yang meninggalkan sesuatu yang dilarang oleh Allah, termasuk ketika mereka mencari rezeki, maka Allah pasti akan mengganti bagi orang itu yang lebih baik bagi dirinya. Tetapi syahwat mengalahkan keyainan dan kesabaran mereka. Sebabnya adalah mereka tidak yakin. Ada al-umum wal khusus diantara ilmu dan keyakinan. Semua orang yang berilmu bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, namun dalam prakteknya, ketika ia diuji, disitulah kita melihat apakah ilmunya telah menjadikan orang itu yakin atau ilmunya hanya tinggal sebagai pengetahuan saja. Tetapi orang yang yakin adalah orang yang telah teruji dalam kehidupannya, ketika berhadapan dengan realitas, maka semua orang yang yakin adalah orang yang berilmu.
Jalan keluar dari semua yang menyebabkan kita terjerumus dalam hal yang diharamkan Allah. Baik yang disebabkan karena kejahilan akan siapa Allah sehingga ada su’udzan, ataukah karena syahwat dalam berbagai keinginan dan tidak sabar untuk mendapatkan keinginannya, dunia, pangkat, atau wanita, seperti yang disebut Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al Qur’an
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلْفِضَّةِ وَٱلْخَيْلِ ٱلْمُسَوَّمَةِ وَٱلْأَنْعَٰمِ وَٱلْحَرْثِ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلْمَـَٔابِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran : 14)
Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban, sebagian ulama mendhaifkan hadits ini, disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“wahai manusia, bertaqwalah/takutlah kalian kepada Allah dan perbaikilah usaha kalian dalam mendapatkan dunia. Sesungguhnya setiap jiwa tidak akan mati kecuali setelah ia mendapatkan semua rezeki yang telah ditetapkan baginya. “
Ada 2 yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingatkan dimana hal ini adalah sebab terpenuhinya kehidupan dunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Merupakan fitrah bagi manusia untuk butuh dengan dunia. Dengan 2 prinsip ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberkahi dan menjadikan hidup kita bahagia dan mendapat naungan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang pertama, adalah ketaqwaan, dalam arti ketaatan, iltizam kita kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu adalah pintu rezeki yang sangat luas. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai orang-orang yang bertaqwa. Allah Subhanahu wa Ta’ala bersama mereka dan memberikan sokongan, dukungan, pertolongan kepada mereka. Dalam ayat-ayar yang menjelaskan bagaimana hubungan ketaqwaan/ketaatan kepada Allah dan syariatnya dengan rezeki.
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (QS. At-Thalaaq: 2-3)
Termasuk jalan keluar dari kesulitan ekonomi, dan Allah akan memberikannya rezeki dari arah yang tidak ia sangka-sangka. Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا۟ مَا يُوعَظُونَ بِهِۦ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا
“…Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka),” (QS. An-Nisaa’ : 66)
Kebaikan sebelum kebaikan akhirat adalah kebaikan dunia. Ayat ini menjelaskan bahwa barangsiapa yang menginginkan kebaikan dalam arti luas, termasuk rezekinya, maka kuncinya adalah kerjakan, ikuti apa yang Allah perintahkan. Dan Allah memberikan jaminan itu lebih mengokohkan, menguatkan dan menyelamatkan agama/iman mereka.
Betapa banyak manusia pada awalnya ditimpa musibah dunia, lalu ketika ia tidak bisa bertahan menghadapinya, musibah itu menjalar menimpa agamanya. Banyak manusia menjual aqidahnya, melakukan kemaksiatan dan dosa kepada Allah karena dia terdesak oleh kebutuhan dunianya. Ia ditimpa kesulitan ketika ia tidak memiliki iman, taqwa, keyakinan, ketika ia jahil tentang Allah, maka dari musibah itu, yang sebenarnya bisa mengangkat derajatnya ketika ia kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mungkin musibah dunia itu adalah peringatan agar ia kembali kepada Allah. Akan tetapi bagi sebagian besar manusia, musibah itu menjadi sebab mereka terjerumus dalam musibah yang lebih besar. Salah satu do’a Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا
“Ya Allah, Janganlah Engkau jadikan musibah yang menimpa kami dalam urusan agama kami, dan jangan pula Engkau jadikan (harta dan kemewahan) dunia sebagai cita-cita kami yang paling besar, dan tujuan utama dari ilmu yang kami miliki.”
Kalau kita taat dan bertaqwa kepada Allah, kalau kita setia dan iltizam dengan syariat Allah, Allah menjanjikan kepada kita kebaikan dan keteguhan. Allah mengetahui kelemahan kita. Sekiranya kekuatan dan keteguhan itu membutuhkan sokongan dunia, Allah akan menolong dan mempermudah urusan kita. Ada yang Allah inginkan dari kita, barangkali diantara manusia ada orang yang beriman kepada Allah, ia kuat dan taat kepada Allah, ketika Allah menolong dia dengan dunia ini. Allah tahu diantara hamba itu, jika diberikan dunia, ia kuat beribadah kepada Allah, dan ada yang lupa kepada Allah, ada yang lalai dari Allah jika dibukakan baginya pintu rezeki. Oleh karena itu kita tidak bisa mengukur seseorang itu dibenci atau dicintai oleh Allah karena ia kaya atau miskin. Harta bukan digunakan untuk mengukur bahwa jika seseorang dicintai Allah, maka ia diberi dunia, dan jika seseorang dibatasi rezekinya berarti Allah membencinya.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah al-Fajr ayat 15-16:
فَأَمَّا ٱلْإِنسَٰنُ إِذَا مَا ٱبْتَلَىٰهُ رَبُّهُۥفَأَكْرَمَهُۥ وَنَعَّمَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَكْرَمَنِ
وَأَمَّآ إِذَا مَا ٱبْتَلَىٰهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَهَٰنَنِ
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”
Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawab persangkaan manusia. Karena barangkali ketika kita diberikan sokongan dunia, Allah ingin menjaga iman kita dan menjadi orang yang taat kepada Allah. Dan juga mari kita yakini ketika Allah melihat kecintaan kita kepada agama kita, kemudian Allah memberikan dunia kepada kita, itu adalah pembuktian dari Allah, tentang firman-firman-Nya yang banyak menjelaskan kaitan antara ketaqwaan dan rezeki. Diantaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-Fajr: 96)
Jamaah yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketaqwaan adalah jalan untuk meraih dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia ini. Jika kita mengatakan diantara ukuran kebahagian hidup adalah terpenuhinya kebutuhan dasar kita sebagai manusia, maka Allah tidak miskin, tidak terbebani, tidak kikir untuk memberikan apa yang kita pinta dalam doa kita yang khusyuk dan kita memang membutuhkannya, dan kita taat kepada Allah, maka pasti doa kita sampai kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai ketika seseorang meminta kepadaNya, ia menunjukkan kebutuhan dan kepasrahannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
فَٱذْكُرُونِىٓ أَذْكُرْكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِى وَلَا تَكْفُرُونِ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu [98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni’mat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah : 152)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن تَنصُرُوا۟ ٱللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang mu’min, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)
Semua ayat ini menjelaskan kepada kita, bahwa siapa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah maka Allah Ta’ala akan mengingat dan menolongnya, memberikan dan memenuhi janjiNya kepadanya. Dan termasuk diantara tanda Allah mengingat kita adalah ketika kita butuh sesuatu yang dengannya kita bisa menjalankan agama Allah, maka Allah tidak pernah kikir untuk memberikannya kepada kita. Kita harus kuat untuk beribadah kepadaNya. Maka mintalah kepada Allah, jika kita bertaqwa, Allah pasti akan memenuhinya.
Ini sekaligus memberi makna kepada kita bahwa semua maksiat dan dosa yang kita lakukan, lawan dari ketaqwaan, adalah penutup dan sebab sempitnya rezeki. Beginilah kita memahami ayat, ketika ketaqwaan membukakan pintu rezeki, maka dosa adalah sebab kesulitan, bencana, musibah, dan semua yang tidak kita sukai, yang terjadi dalam kehidupan kita. Termasuk jika kita menyangka bahwa suatu jalan bisa mendatangkan rezeki yang banyak, padahal jalan itu adalah jalan yang Allah larang ataupun syubhat, seakan-seakan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengetahuinya. Sesungguhnya itu berawal dari memenuhi nafsu dan syahwat mereka, dan kejahilan mereka kepada Allah. Realitas yang mereka lihat semakin memperkuat talbis iblis yang menyusup dalam dengan sembunyi-sembunyi dalam hati mereka. Mereka mendengarkan janji syaithan dan melupakan janji Allah. Bila kita berfikir jernih, bagi mereka yang berpegang pada janji Allah, Allah juga berikan kepada mereka janji dunia itu dan juga akhirat. Adapun syaithan berbohong dengan janjinya, mereka lari dari hamba yang tertipu ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam sebuah riwayat:
إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنْ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ }
“Jika kalian melihat Allah memberikan dunia kepada seorang hamba pelaku maksiat dengan sesuatu yang ia sukai, maka sesungguhnya itu hanyalah merupakan istidraj.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat (surah Al-An’am ayat 44), “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”. (HR. Ahmad)
Sekali lagi, di dunia ini ada fenomena, ada orang-orang yang tidak sabar, dikalahkan oleh syahwatnya, jahil, mencari jalan pintas. Mereka memang mendapatkannya, namun itu hanyalah sementara. Ketika ia asyik dan tenggelam dengan yang ia cari, Allah membinasakan dan menghancurkan mereka.
Adapun orang-orang yang beriman, yang sabar, yakin, mengetahui siapa Rabb mereka, dan tahu bagaimana Allah membalas orang-orang yang taat kepadaNya, maka dunia yang datang kepada mereka adalah dunia yang mengokohkan, menguatkan, menambah iman mereka, dan menjadikan mereka orang-orang yang bersyukur kepada Allah.
يُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱلْقَوْلِ ٱلثَّابِتِ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ وَيُضِلُّ ٱللَّهُ ٱلظَّٰلِمِينَ وَيَفْعَلُ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Yang kedua, setelah bertaqwa, adalah ikhtiar. Mencari jalan usaha, jalan, yang dengannya kita bisa mendapatkan sesuatu yang halal. Di zaman ini banyak pilihan, ambisi, janji, terbuka berbagai jalan dan cara untuk mendapatkan dunia. Banyak orang yang lemah imannya, tidak sabar untuk hidup dalam serba kekurangan, maka kesempatan yang terbuka dihadapan mereka dengan segera mereka terkam, lalu mereka tidak memperdulikan lagi apa yang ada dihadapan mereka itu benar menurut syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketaqwaan dan kehati-hatian dibutuhkan untuk memilih tawaran untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kehidupan kita. Siapa yang bertarung dengan kehidupan ini, ketika ia takut kepada Allah, Allah akan ganti yang lebih baik baginya.
أقول قولي هذا و أستغفر الله لي و لكم و لسائر المسلمين و المسلمات من كل ذنب فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua
الحمد لله على إحسانه و الشكر له على توفيقه و امتنانه، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه و أشهد أن محمدا عبده و رسوله الداعي إلى رضوانه. اللهم فصل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد.
Hadirin, jama’ah jumat yang dirahmatil Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Banyak mengingat mati, lalu bermuhasabah, adalah salah satu jalan untuk memutus angan-angan dan kecintaan dunia, karena hal tersebutlah yang membuat kita terjerumus sehingga kita melupakan hukum Allah Ta’ala. Kecintaan kepada dunia menghilangkan ilmu dan keyakinan kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Perbanyaklah mengingat pemutuskan kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” (HR. Ibnu Hibban)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan waktu-waktu dalam al-Qur’an dan memerintahkan untuk beribadah diwaktu tersebut. Diwaktu malam, ketika orang sibuk dengan tidurnya, kata Allah, apakah manusia merasa aman diwaktu malam, ketika mereka terlelap dalam tidurnya lalu Allah mendatangkan adzab. Di waktu dhuha, ketika manusia sibuk dengan urusan dunia mereka, Allah mengatakan, apakah mereka merasa aman dengan permainan dunia mereka, lalu Allah menurunkan adzab kepada mereka.
Jamaah sekalian, mari kita belajar dari pengalaman hidup kita, mempersiapkan diri kita untuk kembali kepada Allah. Adakah kesempatan ini kita gunakan sebesar-besarnya untuk kembali kepada Allah, ataukah waktu berlalu, kita membuang waktu begitu banyak, kemudian penyesalan tiada guna di akhirat kelak. Tanyakan pada diri kita apa yang sudah kita persiapkan untuk kembali kepada Allah. Jangan sampai dunia ini membutakan mata dan hati kita, seakan-akan kita akan hidup selamanya. Jangan mau tertipu dengan talbis iblis.