Khomeini dan Ghadir Khum
Khomeini, yang sering disebut dengan Imam Khomeini, menghujat keyakinan syiah akan hari Ghadir Khum. Apa kata Khomeini tentang penyampaian imamah?
Dan syiah menganggap hari Ghadir Khum adalah hari raya terbesar dalam Islam. Ghadir Khum lebih besar dari hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. At Thusi menyebutkan dalam Tahdzibul Ahkam, jilid 6 hal 24 bahwa: Hari raya ghadir adalah hari raya yang paling agung di alam ini. Bukan hanya di bumi, tapi di alam semesta. Bukan hanya untuk kaum muslimin, tapi untuk seluruh manusia dengan berbagai agama dan kepercayaannya. Hari raya ghadir adalah hari raya teragung di jagad raya ini.
Yang lebih parah lagi, Majlisi meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda: hari Ghadir Khum adalah hari raya terbaik umatku. Lihat Biharul Anwar jilid 37 hal 109.
Majlisi meriwayatkan dari perawi Sulaim bin Qais, bahwa surat Al Maidah ayat 3 yang berbunyi:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Adalah turun setelah Nabi mengangkat Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah di Ghadir Khum. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda setelah turunnya ayat ini: Allahu Akbar atas kesempurnaan agama dan nikmat, dan Allah meridhoi risalahku dan kepemimpinan Ali sepeninggalku. Biharul Anwar jilid 37 hal 195.
Al Kafi jilid 4 hal 149, Al Wasa’il jilid 10 hal 44.
Al Mufid dan Abu Ja’far Ibnu Babawaih Al Qummi, serta Abu Ja’far At Thusi meriwayatkan dari Ja’far As Shadiq bahwa amal ibadah pada hari Ghadir, 18 Dzulhijjah setara amalan 80 bulan.
Tsawabul A’mal hal 100.
Dan dalam hadits lain dari Abu Abdullah berkata: berpuasa pada hari ghadir khum menghapuskan dosa 60 tahun.
Tsawabul A’mal hal 100. Tahdzib jilid 4 hal 305, Al Faqih: jilid 2 hal 90, Al Khishal hal 264, Al Wasa’il jilid 10 hal 442.
Tapi sepertinya Ali dan para imam menyelisihi wasiat Nabi ini, karena tidak ada yang pernah merayakan hari raya ini. Ali bin Abi Thalib tidak pernah merayakannya.
Berbeda dengan syiah, mereka mengadakan amalan khusus pada hari raya ghadir ini, dengan berdasar pada kitab-kitab mereka. Jika dalam kitab mereka ada riwayat-riwayat keutamaannya, sudah tentu ada riwayat yang menjelaskan adab-adab hari itu. Tapi Ali bin Abi Thalib tidak pernah merayakan itu. Begitu juga Hasan dan Husein. Lalu dari mana riwayat itu berasal? Saya yakin syiah sendiri tidak bisa menjawab.
Itulah pandangan syiah tentang ghadir khum. Tapi Khomeini tidak setuju bahwa peristiwa ini adalah peristiwa pengangkatan Ali sebagai khalifah. Menurut Khomeini, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tidak menyampaikan masalah imamah dengan gamblang.
Kata Khomeini:
Jelas sekali, sesungguhnya jika Nabi telah menyampaikan tentang wilayah seperti yang diperintahkan Allah, dan berusaha untuk menerangkan hal ini, maka tidak akan ada perdebatan dan peperangan di negeri-negeri Islam. Kasyful Asrar.
Jelas di sini Khomeini menyatakan bahwa Nabi memang tidak pernah menjelaskan tentang masalah wilayah, atau imamah, baik di Ghadir Khum maupun yang lainnya. Artinya, peristiwa ghadir khum bukanlah peristiwa pengangkatan Ali sebagai imam, bukan sebuah penjelasan tentang imamah. Tidak seperti dipahami oleh syiah.
Khomeini dalam hal ini menyingkap sebuah dusta sejarah yang berumur ribuan tahun, dusta sejarah yang dilakukan oleh syiah, dengan menyatakan bahwa peristiwa ghadir khum adalah pengangkatan Ali menjadi imam setelah Nabi.
Dan kita melihat Khomeini ingin menyalahkan Nabi Muhammad dalam terjadinya perselisihan antara syiah dan ahlussunnah di negeri-negeri muslim. Menurut Khomeini, Nabi Muhammad tidak melaksanakan tugas dengan semestinya yang diberikan oleh Allah. Khomeini meyakini bahwa Allah telah memerintahkan Nabi Muhammad untuk menyampakan perihal imamah kepada umat, tapi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Khomeini menuduh Nabi Muhammad berkhianat, tidak melaksanakan perintah Allah.
Sungguh aneh, Khomeini menyalahkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, menuduhnya tidak menyampaikan amanat Allah sebagaimana mestinya. Ini adalah lucu sekaligus tragis. Seolah-olah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam malas melakukan tugasnya. Menuduhnya berkhianat pada amanat kenabian.
Sungguh berani Khomeini menghujat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, dan yang aneh lagi, masih banyak orang yang memuja Khomeini setelah mengetahui akhlaknya pada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Begitu mengidolakan orang yang berakhlak buruk pada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, begitu mudah menuduhnya berkhianat terhadap amanat Allah.
Tapi seperti biasanya, ustadz syiah tidak pernah menyinggung hal ini, karena takut muridnya sadar dan berpikir dengan akal yang sehat.[]