Waktu posting: Fri, Nov 29th, 2013
Oase / Sahabat / Sirah | Oleh masteradmin | Dibaca: 360 kali

Kekhalifahan dan Keutamaan Dzun Nurain

ثُمَّ لِعُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

(103) Kemudian (kekhalifahan itu kami tetapkan) untuk Utsman (bin ‘Affan)—semoga Allah meridhainya.

Pada masa-masa akhir kekhalifahan al-Faruq, orang-orang dekat beliau berkata, “Wahai Amirul mukminin, berikanlah wasiat, kepada siapa kekhalifahan harus diberikan?” ‘Umar menjawab, “Aku tidak dapati orang yang berhak untuk mengembannya selain mereka yang mendapat keridhaan dari Rasulullah hingga beliau wafat.”
Kemudian al-Faruq menyebut nama-nama mereka yang dikabarkan oleh Rasulullah akan mendapatkan surga. Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaydillah, Sa’ad bin Abu Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf—semoga Allah meridhai mereka semua. Menyebut nama-nama mereka bermakna al-Faruq mengakui bahwa siapa pun di antara mereka yang terpilih, dia adalah orang yang kapabel dan mampu memimpin umat. Umar lalu berkata, “Abdullah, putraku menjadi saksi atas kalian tapi dia tidak boleh menjadi kandidat. Jika kekhalifahan ini dilimpahkan kepada Sa’ad maka harus dilaksanakan, jika tidak maka kalian harus berusaha siapa di antara kalian yang patut mengemban perkara ini. Aku memecat Sa’ad bukan karena ia seorang yang lemah atau karena ia berkhianat.”

Proses Terpilihnya Utsman

Pasca syahidnya al-Faruq dan setelah jenazahnya dimakamkan, nama-nama yang telah disebut oleh Umar berkumpul. Abdurrahman bin Auf berkata, “Pilihlah di antara kalian tiga orang calon!”

Zubair berkata, “Aku Memilih Ali.”

“Aku memilih Utsman,” kata Thalhah.

“Aku memilih Abdurrahman bin Auf,” ujar Sa’ad bin Abu Waqqash.

Abdurrahman bin Auf berkata, “Siapa di antara kalian berdua yang mau mengundurkan diri dari pencalonan maka aku akan menjadikan urusan ini untuknya dan Allah yang akan mengawasinya dan Islam. Hendaklah masing-masing melihat siapa yang paling utama di antara kalian?”

Ali dan Utsman berdiam. Abdurrahman berkata, “Apakah kalian menyerahkan perkara pemilihan ini kepadaku untuk memilih siapa yang terbaik di antara kalian berdua?”
Keduanya menjawab, “Ya!”

Maka Abdurrahman memegang tangan Ali seraya berkata kepadanya, “Engkau adalah kerabat dekat Rasulullah dan termasuk yang pertama-tama masuk Islam dan hal itu sudah engkau ketahui. Demi Allah, jika engkau yang diangkat maka berlaku adillah dan jika Utsman yang diangkat maka dengar dan taatilah dia!”
Kemudian Abdurrahman mendekati Utsman dan mengucapkan kalimat yang sama dengan yang diucapkannya kepada Ali.

Setelah mereka berdua berjanji, Abdurrahman berkata, “Ulurkan tanganmu, wahai Utsman!”

Utsman mengulurkan tangannya, dan Abdurrahman bin Auf pun membai’atnya, kemudian disusul oleh Ali dan diikuti oleh semua penduduk.

Diriwayatkan bahwa sebelum menjatuhkan pilihan kepada Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf sudah berkeliling Madinah untuk mendengar pendapat penduduk, siapa di antara Utsman dan Ali yang lebih mereka pilih. Kebanyakan penduduk Madinah—baik Muhajirin maupun Anshar—lebih mengutamakan Utsman bin Affan.

Ibnu Abdil Barr berkata, “Utsman dibai’at sebagai khalifah pada Sabtu, 1 Muharram 24 H, tiga hari setelah pemakaman Umar bin Al-Khattab.”

Sosok Utsman bin Affan

Utsman bin Affan adalah sahabat yang Rasulullah sendiri menggambarkannya sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati di antara kaum muslimin. Dia berprofesi sebagai pedagang. Dia kaya raya, ekonom yang handal, dan sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam.
Utsman mendapat julukan Dzun Nurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Rasulullah menikahkan Utsman dengan Ruqayyah, putri beliau dan setelah Ruqayyah meninggal, beliau menikahkannya dengan Ummu Kultsum, juga putri beliau. Dua putri Rasulullah yang bercahaya. Utsman memiliki dua cahaya itu.

Pada saat Rasullullah menyerukan hijrah ke Habbasyah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Mereka pun kembali ke Mekah. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad Saw untuk hijrah ke Yatsrib yang selanjutnya lebih dikenal dengan Madinah.

Derma Utsman

Menjelang perang Tabuk, Rasulullah menggesah para shahabat untuk berinfak di jalan jihad fi Sabilillah. Utsman menjawab seruan itu dengan berinfak sebanyak 1.000 ekor unta, 70 ekor kuda, dan uang 1.000 dirham. Nilai infak Utsman ini sama dengan sepertiga biaya perang tersebut.

Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli sumur yang jernih airnya dari seorang Yahudi seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan 2,5 kg emas pada waktu itu. Sumur itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum.

Kedermawanan Utsman tidak hanya pada zaman Nabi. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1.000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim paceklik.

Salah satu kebiasaan Utsman bin Affan yang juga menunjukkan kedermawanan, kelemahlembutan, dan kasih sayang Utsman adalah ia biasa memerdekakan budak setiap hari Jumat.

Masa Kekhalifahan Utsman

Masa kekhalifan Utsman merupakan masa yang paling makmur dan sejahtera. Beliau memerintahkan umat Islam pada waktu itu untuk menghidupkan kembali tanah-tanah yang kosong untuk kepentingan pertanian. Masyarakat mampu menunaikan haji berkali-kali. Jika seorang budak hendak menebus dan memerdekakan dirinya, harganya tidak mahal sehingga hal itu terasa ringan baginya. Harganya sama dengan berat badannya.
Utsman bin Affan adalah khalifah yang pertama kali melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima. Utsman juga mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya, membuat bangunan khusus untuk menyelesaikan berbagai sengketa di antara rakyatnya. Hal ini belum pernah dilakukan oleh khalifah sebelumnya. Abu Bakar dan Umar bin Khaththab biasa mengadili suatu perkara di masjid.

Pada masa Utsman, kekuatan Islam mempunyai armada laut untuk pertama kalinya. Armada laut yang tangguh. Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang diangkat Utsman sebagai gubernur Syria membentuk armada laut itu. Sekitar 1.700 kapal dipakai untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah.

Selain penaklukan Syria, penaklukan Afrika Utara, daerah Arjan dan Persia, serta daerah Khurasan dan Naysabur terjadi pada masa pemerintahan Utsman.

Utsman juga berjasa besar mencegah perpecahan umat Islam dengan memerintahkan penulisan kembali mushaf al-Qur`an dengan bahasa Arab Quraisy—bahasa yang al-Qur`an diturunkan dengannya. Zaid bin Tsabit yang pernah menjadi ketua panitia penulisan al-Qur`an pada masa Abu Bakar ditunjuk sekali lagi sebagai ketua panitia. Setelah al-Qur`an selesai ditulis urut dan persis sebagaimana yang dulu diperintahkan oleh Rasulullah, Utsman memerintahkan semua orang yang memiliki tulisan al-Qur`an untuk mengumpulkannya. Utsman membakar semua tulisan yang terkumpul itu demi menjaga persatuan umat. Hari itu kaum muslimin hanya memiliki satu mushaf. Mushaf Imam. Setelah itu Utsman memerintahkan para penulis untuk membuat lima salinan mushaf dan mengirimnya ke berbagai wilayah Islam.

Akhir Hayat Utsman

Dzun Nurain menjadi khalifah selama hampir 12 tahun. Selama itu ia banyak mengganti gubernur wilayah yang menurutnya kurang cakap dan menggantikannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. Beliau dikepung selama puluhan hari hingga akhirnya beliau terbunuh sebagai syahid pada tanggal 17 Dzulhijah 35 H. Pada saat itu Utsman sedang membaca al-Qur`an. Hal ini persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. Dzun Nurain dimakamkan di pekuburan Baqi’ di sebelah kiri masjid Nabawi, Madinah.

Semoga Allah meridhainya dan mempertemukan kita dengannya. [arrisalah.net/wahdahmakassar.org]

Pasang toolbar wahdahmakassar.org di browser Anda, Klik Di sini!

About the Author