Published On: Sun, Aug 29th, 2010

Keistimewaan Sepuluh Terakhir Ramadhan

Di awal Ramadhan, masjid mana yang tak penuh sesak dengan jamaah? Terutama sholat ‘Isya dan tarawih. Hampir dipastikan, di hari-hari atau malam-malam awal Ramadhan tidak ada yang mau ketinggalan.
Namun, seperti biasa saat tapak-tapak hari dan malam Ramadhan kian menjelang akhirnya, semangat beribadah mulai redup, fisik semakin berat dan ketaatan semakin berkurang. Saat memasuki sepuluh hari/malam terakhir ramadhan, masjid-masjid mulai sepi dan kekurangan jama’ah. Sebaliknya pasar-pasar malam, mall-mall, dan pusat-pusat perbelanjaan lainnya menjadi lebih ramai dari biasanya.

Demikian yang terjadi di sekitar kita dari tahun ke tahun. Bahkan tanpa sadar, kitapun menjadi bagian dari kasalahan dan kelalaian “klasik” ini. Sebagai gejala dan indikasi bahwa keutamaan dan kemuliaan Ramadhan kurang dipahami dengan baik, sehingga kemeriahan suasana amaliyah Ramadhan yang terjadi di awalnya seolah hanya karena tradisi saja. Semangat yang menggebu-gebu pada awal-awal Ramadhan sepertinya tidak dilandasi oleh ‘ilmu dan pemahaman yang cukup.

Sesungguhnya sepuluh terakhir Ramadhan merupakan kesempatan khusus dan spesial yang sangat istimewa untuk menggapai ridha Allah dan mendulang banyak pahala dan kebaikkan yang berlimpah. Oleh karena sepuluh terakhir Ramadhan memiliki keutaman dan keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh malam-malam sebelumnya.

Saat memasuki sepuluh terakhir Ramadhan, Rasulullah biasa meningkatkan intensitas ibadah yang beliau kerjakan. Istri beliau ‘Aisyah menuturkan:

“Biasanya Rasulullah bersungguh-sungguh beribadah pada sepuluh malam terakhir Ramadhan melebihi kesungguhan beliau pada malam-malam yang lain”. (HR Muslim).

Beliau mengkhususkan sepuluh malam terakhir dengan melakukan ibadah yang tidak beliau kerjakan pada malam-malam sebelumnya. Biasanya beliau jika telah masuk bulan Ramadhan, beliau sholat dan tidur, namun jika telah memasuki sepuluh malam terakhir beliau tidak sempat memejamkan mata .
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam turut membangunkan istri-istrinya pada sepuluh malam terakhir tersebut. Kebiasaan seperti ini tidaklah beliau lakukan pada kesempatan-kesempatan yang lain.

Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat mengimami mereka pada malam kedua puluh tiga, kedua puluh lima, dan kedua puluh tujuh, lalu disebutkan bahwa beliau turut mengajak istri-istrinya untuk beribadah pada malam kedua puluh tujuh. hal ini menegaskan bahwa sangat diprioritaskan membangunkan keluarga untuk beribadah pada malam-malam ganjil, karena besar kemungkinan malam-malam tersebut adalah saat terjadinya lailatul Qadar.

Menghidupkan sepuluh malam terakhir Ramadhan dengan ibadah shalat, membaca al-Quran, dan amalan-amalan ibadah nlainnya serta turut membangunkan keluarga pada malam-malam seperti ini merupakan salah satu sunnah Rasulullah yang diikuti oleh orang-orang sholih. Sufyan ats-Tsauri bekata: “Aku sangat menyukai bagi seseorang jika, telah masuk sepuluh malam terakhir Ramadhan hendaknya ia bersungguh-sungguh beribadah di malam hari dan hendaknya ia turut membangunkan istri dan anak-anaknya jika mereka mampu melakukan hal tersebut”.

Kebiassan yang lain yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada sepuluh terkhir ramdhan adalah beri’tikaf. I’tikaf artinya menetap dan berdiam diri di masjid dengan niat taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Apa yang menyebabkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam begitu bersungguh-sungguh beribadah pada sepuluh malam terakhir Ramadhan?
Mungkin salah satu alasannya karena diantara malam-malam pada sepuluh malam terakhir Ramadhan ini terdapat “Lailatul Qadar”. Satu malam yang nilainya jauh berlipat melebihi jatah usia hidup kita di dunia ini. Lailatul Qadar (malam kemuliaan), malam yang lebih baik dari seribu bulan. Seribu bulan = 83 tahun empat bulan. Beliau memerintahkan kepada kita untuk mencarinya pada sepuluh malam terakhir Ramadhan.

“Carilah LailatulQadar pada sepuluhmalam terakhir ramadhan”.

Demikian Rasulullah menganjurkan.[]

Oleh: Syamsuddin al-Munawiy

Pasang toolbar wahdahmakassar.org di browser Anda, Klik Di sini!

About the Author