Kartu Diskon = Judi?
Kartu Diskon = Judi?
Diantara cara toko dan swalayan untuk mengikat konsumen, mereka membuat kartu diskon. Dengan memiliki kartu diskon ini, konsumen akan mendapat potongan harga khusus pada saat berbelanja di beberapa toko yang telah disepakati.
Dalam prakteknya, kartu diskon ada yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan jasa/barang, seperti toko buku atau swalayan. Setiap kali pemegang kartu ini berbelanja di toko tersebut atau cabangnya maka dia akan diberi potongan harga khusus. Keuntungan penerbitan kartu ini bagi pihak toko adalah menarik pembeli serta mengikatnya agar selalu membeli kebutuhannya pada toko tersebut, sekalipun keuntungannya lebih kecil.
Untuk mendapatkan kartu diskon jenis ini, calon anggota mendaftarkan diri pada toko penerbit dan membayar iuran keanggotaan. Terkadang tanpa ditarik iuran keanggotaan hanya sekedar uang pendaftaran sebagai imbalan harga penerbitan kartu.
Hukum Kartu Diskon
Para ulama kontemporer sepakat bahwa boleh hukumnya menerbitkan serta menggunakan kartu diskon yang diberikan secara cuma-cuma kepada para pelanggan. Seperti kartu diskon yang diterbitkan oleh beberapa maskapai penerbangan, dimana pemegangnya berhak mendapat berbagai fasilitas, misalnya, potongan harga tiket.
Keterangan ini merupakan keputusan Majma’ Al-Fiqh Al-Islami (divisi fikih OKI), No. 127 (1/14) tahun 2003, yang berbunyi, “Kartu diskon yang diterbitkan oleh hotel, maskapai penerbangan dan beberapa perusahaan yang memberikan fasilitas yang mubah bagi pemegang kartu yang telah memenuhi poin tertentu, hukumnya boleh jika kartu diberikan secara cuma-cuma”.
Hal ini dibolehkan, karena akad yang terjadi antara penerbit kartu dan pemegang kartu adalah akad hibah, sehingga sekalipun asas kerja kartu diskon mengandung unsur gharar disebabkan ketidak-jelasan potongan harga barang yang didapatkan dan berapa besarnya potongan saat menerima kartu, tidak mempengaruhi keabsahan akad. Sebagaimana yang telah dijelaskan.
Adapun Kartu diskon yang pemegangnya disyaratkan membayar iuran keanggotaan atau membeli kartu tersebut, maka terdapat perbedaan pendapat para ulama kontemporer.
Pendapat pertama: Menurut Dr. Sami As Suwaylim hukumnya dibolehkan. Karena uang iuran tersebut adalah sebagai imbalan untuk pihak pengelola/penerbit kartu atas jasa mencari potongan harga dari perusahaan yang menjual barang/jasa serta kemudian memberitahukannya kepada pemegang kartu. Upah atas kerja ini hukumnya halal.
Tanggapan: Pendapat ini tidak kuat, karena jasa yang diberikan oleh penerbit kartu mengandung unsur gharar (ketidak jelasan). Bentuk ghararnya adalah pemegang kartu saat membayar iuran keanggotaan/membeli kartu diskon, tidak tahu berapa potongan harga yang akan dia dapatkan dan dari barang apa saja. Di samping itu, pemegang kartu juga tidak tahu apakah uang yang ia bayarkan lebih besar dari pada potongan harga yang ia dapatkan saat berbelanja. Jika uang yang ia bayarkan lebih besar dari potongan harga, berarti dia rugi. Dan sebaliknya. Ini jelas termasuk gharar (ketidak jelasan) dan qimar (perjudian).
Selain gharar, kartu diskon jenis ini juga mengandung unsur riba ba’i (riba jual beli), di mana pemegang kartu menukar uang iuran keanggotaan dengan uang potongan harga barang/jasa yang sejenis namun berbeda nominalnya dan tidak tunai .
Oleh karena alasan di atas, maka lembaga-lembaga fikih internasional telah mengeluarkan fatwa mengharamkan kartu diskon.
Al-Majma’ Al-Fiqhiy Al-Islami (divisi fikih Rabithah Alam Islami) dalam rapat tahunan ke-XVIII menfatwakan:
“Setelah membaca, menelaah serta mendiskusikan penelitian-penelitian yang diajukan ke majelis tentang hukum kartu diskon maka diputuskan: tidak boleh menerbitkan serta membeli kartu diskon, jika untuk mendapatkan kartu tersebut, konsumen ditarik iuran keanggotaan atau uang administrasi. Karena kartu ini mengandung unsur gharar. Karena pada saat pemegang kartu memberikan uang kepada penerbit kartu, ia tidak tahu apakah akan mendapatkan imbalan dari uang yang ia berikan atau tidak. Pada saat itu pemegang kartu telah mengalami kerugian, namun ia belum tentu mendapatkan imbalan kelak atas uang pembayaran kartu”.
Majma’ Al-Fiqh Al-Islami (divisi fikih OKI) juga mengharamkan dengan keputusan No. 127 (1/14) tahun 2003, yang berbunyi, “Kartu diskon yang diterbitkan oleh hotel, maskapai penerbangan dan beberapa perusahaan yang memberikan fasilitas yang mubah bagi pemegang kartu yang telah memenuhi poin tertentu, hukumnya boleh jika kartu diberikan secara cuma-cuma. Adapun jika pemegang kartu ditarik iuran atau uang jasa maka hukum kartu itu tidak boleh karena mengandung unsur gharar”.
Lembaga Fatwa kerajaan Arab Saudi juga mengharamkan, fatwa No. 19114, yang berbunyi:
“Setelah dipelajari tentang kartu diskon maka diputuskan bahwa kartu diskon hukumnya tidak boleh; baik menerbitkan ataupun memilikinya, berdasarkan dalil-dalil berikut:
Pertama: kartu ini mengandung unsur gharar dan spekulasi, karena membayar iuran keanggotaan ataupun uang administrasi untuk mendapatkan kartu tidak ada imbalannya. Karena terkadang berakhir masa berlaku kartu namun pemegangnya sama sekali belum menggunakannya atau ia menggunakannya namun potongan yang didapat tidak seimbang dengan uang yang dibayar kepada penerbit kartu, hal ini merupakan gharar dan spekulasi. Allah berfirman (yang artinya):,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil”. (An Nisaa: 29).
Dari penjelasan lembaga-lembaga fatwa tersebut dapat dipahami bahwa kartu diskon yang pemegangnya diharuskan membayar iuran keanggotaan atau uang administrasi, hukumnya tidak dibolehkan. Tetapi, jika uang yang ditarik dari pemegang kartu hanya sebatas uang penggantian biaya pembuatan kartu yang nyata-nyata dibutuhkan untuk menerbitkan satu kartu dan pihak penerbit sama sekali tidak mengambil keuntungan dari penerbitan kartu tersebut, baik jasa perantara atau apapun namanya maka hal ini dapat disamakan dengan penerbitan kartu secara gratis. Dan disepakati oleh para ulama kontemporer hukumnya boleh.
Keterangan di atas merupakan sinopsis dari artikel yang dirilis di majalah Pengusaha Muslim edisi 25. Artikel ini ditulis oleh Dr. Erwandi Tarmizi, alumni program doktoral untuk jurusan Fiqh di King Saud University, Riyadh.
Sumber: konsultasisyariah.com