Jahiliyah di Zaman Modern
Kita pasti sudah tahu dan mungkin ini yang diajarkan dalam materi agama Islam di sekolah kita dulu bahwa bangsa Arab sebelum Islam datang adalah bangsa yang punya peradaban Jahiliyah. Dibenak kita mungkin menangkap kata-kata Jahiliyah ini dengan kebodohan, kuno, kehidupan yang amat sederhana, tidak bisa membaca, dan tidak mempunyai pengetahuan teknologi (ilmiah).
Tapi coba kita berfikir sejenak. Bukankah bangsa Arab sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus Allah Subhanahu wa Ta’ala ke bumi ini, mereka sudah terkenal dengan kemahiran dibidang sya’ir? Tidakkah kita tahu bahwa bangsa Arab adalah mereka yang selalu menjaga tradisi dengan menghafal silsilah/runtutan garis keturunan (nasab) mereka hingga runtutan yang sejauh mungkin? Jadi apakah mereka bisa dikatakan bodoh dalam pengertian kita selama ini? Jawabannya tentu saja TIDAK.
Pengertian Jahiliyah dalam hal ini bermakna tidak menggunakan “hati” dan atau “pikiran” mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut mereka sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi dari binatang ternak.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَآ ۚ أُو۟لٰٓئِكَ كَالْأَنْعٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُو۟لٰٓئِكَ هُمُ الْغٰفِلُونَ ﴿الأعراف:١٧٩﴾
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al-A’raaf : 179).
Seperti itulah gambaran Jahiliyah, mereka tahu bahwa yang mereka lakukan itu “salah” tetapi tetap pada kesombongan, keangkuhan, kekerasan, prestise, jabatan, dan tujuan yang akan mengalahkan segalanya.
Sebagai contoh kejadian-kejadian pada zaman Nabi Ibrahim, ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihi salam kepada kaumnya, (termasuk ayah kandungnya sendiri) agar tidak menyembah dan mempertuhankan berhala-berhala tidak diindahkan sama sekali. Perempuan hanya dijadikan budak pemuas nafsunya, anak-anak ditelantarkan. Yang ada pada zaman itu hanya peperangan-peperangan antar suku untuk mencapai tujuan. Siklus kehidupan di dunia ini bagaikan roda yang berputar, silih berganti, kejadian-kejadian di zaman modern ini adalah pengulangan kejadian-kejadian dimasa yang lalu dengan frame yang berbeda.
Maka boleh jadi Jahiliyah pada zaman Arab sebelum Nabi Muhammad diutus (Islam datang) akan dan bahkan terjadi pada zaman modern ini. Kita banyak menyaksikan bagaimana orang-orang yang terkenal dengan kecerdasan, keintelektualan mereka, tapi dengan semena-mena berbuat seenaknya saja demi mencapai suatu tujuan.
Mereka bukan bodoh, tetapi membodohi diri sendiri. Mereka bukan tidak tahu, tapi pura-pura tidak tahu.
Dengan kecerdasannya mereka membodohi masyarakat, terutama masyarakat bawah, dengan kekuasaanya mereka memperbudak rakyat.
Beberapa contoh perilaku jahiliyah kuno dibanding dengan kejahiliyaan zaman sekarang:
Betapa di zaman dulu orang mendengar bengisnya bangsa Arab pada saat itu, karena merasa setiap kelahiran seorang anak perempuan menjadikan aib buat keluarga mereka, sehingga sebuah tindakan yang di jaman itu yang sudah dianggap biasa tanpa merasa berdosa hanya karena malu mempunyai anak perempuan dengan membunuhnya atau mengubur sang bayi dalam keadaan hidup.
Memang kalau ditilik dengan jaman yang serba modern dan penuh dengan perjuangan tentang Hak Azasi Manusia (HAM), sepertinya saat ini jahiliyah merupakan cerita kuno, sebagai isapan jempol, kita semua tidak merasa bahwa saat ini kita sedang berada di zaman Jahiliyah Modern, mengalami saat yang serupa dengan kehidupan jahiliyah di zaman sebelum Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus. Betapa tidak? Coba saja dengar, lihat dan baca di media massa mengenai banyaknya kasus pembunuhan, tidak hanya terhadap kaum wanita, tapi sekarang terhadap semua manusia (wanita hanya menjadi simbol “kelemahan” semata). Kelemahan terhadap kekuasaan, kekuatan, kesempatan, kemiskinan, ketersudutan kepentingan, pengangguran, krisis mental, dan lain-lain. Semua ini adalah metamorfosa/pengulangan dari jaman jahiliyah kuno yang dimunculkan di zaman modern sekarang.
Tidak hanya bayi perempuan saja yang dibunuh, bahkan ayah kandungnya sendiri, ibu kandungnya sendiri, keluarganya sendiri, kalau nafsu setan sudah memuncak, tidak ada yang bisa menghalangi si “jahil” dari perbuatan “membunuhnya”.
Berita orang-orang terkenal yang dengan terus terang tanpa beban membeberkan aibnya, tentang aborsi yang ia lakukan demi sebuah alasan mempertahankan kehormatannya (mana mungkin menjadi terhormat dengan cara melakukan aborsi?), bahkan dengan tidak malu-malu dan tidak merasa bersalah menceritakannya kepada media massa dengan bangganya. Naudzubillah.
Coba bandingkan pembuhuhan bayi-bayi yang tidak berdosa di zaman dulu dengan zaman sekarang:
Kalau di jaman Nabi dahulu, seorang bapak masih merasa malu untuk mempunyai anak perempuan dan secara sembunyi-sembunyi membunuh dan menguburnya.
Tapi sekarang apa? Tidakkah perbuatan ini sama kejamnya dengan apa yang dilakukan di zaman jahiliyah dulu? Secara blak-blakan si ibu “jahil” mengungkapkan tindakannya menggugurkan kandungan dengan alasan demi mempertahankan sebuah kehormatan, mempertahankan kesehatannya, maka apakah kita tidak sadar akan bahaya ini?
Kalau di zaman dulu wanita dijadikan “alat” pelampiasan syahwat maka di zaman sekarang pun kebodohan itu juga ada. Bahkan lebih hebat lagi karena didukung oleh industri syahwat. Kontes kecantikan atau kontes ratu-ratuan adalah ajang untuk memperalat kaum wanita. Para peserta pamer aurat dihadapan jutaan mata, ini demi melariskan iklan-iklan yang tampil di mengiringi show tersebut.
Belum lagi kalau berbicara masalah riba. Zaman jahiliyah kuno, praktek riba sudah lumrah di tengah masyarakat. Mungkin tak jauh beda dengan apa yang kita dapatkan sekarang. Ajakan untuk melakukan praktek-praktek ribawi terang-terangan dihadapan mata kita. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala jelas telah mengharamkan riba di dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an, diantaranya firman Allah Ta’ala:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِى يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ اللّٰـهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَانتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى اللّٰـهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لٰٓئِكَ أَصْحٰبُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خٰلِدُونَ ﴿البقرة:٢٧٥﴾
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Dan barang siapa yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah: 275).
Begitupun dalam beberapa hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Allah melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja”. (HR. Muslim dan Ahmad)
Inilah zaman dimana banyak orang yang menganggap salah itu benar dan benar itu salah. Sekarang, semuanya ingin instan dan gampang. Orang-orang tak ingin susah-susah dulu untuk mengalami kesuksesan, segala macam cara ditempuh tidak peduli harampun yang penting tercapai keinginannya.
Keluar dari Kejahiliyaan
Mengetahui masih berlangsungnya periode jahiliyah lanjutan ini, hendaknya kita tak tinggal diam. Kita harus mencontoh spirit dan tindakan yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan kala itu. Tentu beberapa penyesuaian juga perlu kita lakukan dalam upaya yang akan kita lakukan. Namun, pondasi prinsip perbaikan yang kita lakukan harus tetap berpijak pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Contohnya, jika Rasulullah saat itu memulai dakwah dengan pemurnian tauhid, maka kita pun patut mencontoh beliau. Paham atheis, sepilis (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme), materialis, dan paham lain yang mencederai Islam harus jadi konsentrasi kita. Ketika pemikiran kita sudah baik, maka tindakan Insya Allah akan baik pula. Demikian yang Dr. Wan Nor Muhammad Dawud pernah ungkapkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah mensinyalir hal ini dalam beberapa sabdanya. Artinya, di sini posisi keyakinan dan pemikiran harus terus sejalan dengan apa yang Islam telah ajarkan.
Kemudian, upaya pembinaan generasi muda juga telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan. Tak heran jika kemudian muncul sosok seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin ‘Abbas, Mush’ab bin Umair, Khalid bin Walid, Usamah bin Zaid dan banyak sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mencapai kematangan spiritual di usia muda. Kematangan mereka merupakan kematangan paripurna di berbagai sisi kehidupan. Mereka pun menjadi motor penggerak utama yang siap membantu dakwah Rasulullah. Oleh karenanya, semboyan “Pemuda saat ini adalah pemimpin masa mendatang” harus kita pegang kuat-kuat jika menginginkan risalah Islam tetap langgeng.
Selanjutnya, misi memulihkan kepercayaan manusia kepada Islam sebagai solusi juga penting. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sadar bahwa walaupun Islam di Madinah waktu itu sudah lebih baik daripada saat masa jahiliyah di Mekah. Namun, beliau tak lupa bahwa beliau diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin. Artinya kedatangan beliau dengan risalahnya harus pula dirasakan dampaknya oleh selain umat Islam. Akibatnya, kehidupan damai beserta kaum lain agama pun tercipta kala itu. Beliau sebagai pimpinan tak semena-mena dan kaum non Muslim pun segan hormat terhadap beliau dan Islam. Wajar pula jika kemudian banyak bangsa lain memilih “ditaklukkan” kaum Muslimin daripada di bawah pemerintahan kaum lain yang zhalim. Ini memberi pelajaran kepada kita semua bahwa kita pun selayaknya memiliki tujuan ke arah sana. Ketika semua manusia belum bisa menerima Islam sebagai diin, maka kita harus bisa yakinkan bahwa sebenarnya mereka membutuhkan Islam. Akhirnya, ketika perasaan itu telah tumbuh subur, pintu keluar dari jahiliyah model apa pun semakin dekat. Wallahu Ta’ala a’lam. []