Intoleransi Bukan Milik Indonesia
Indonesia telah lama dikenal sebagai negara yang memiliki jiwa toleransi yang tinggi. Bahkan dimata orang-orang asing yang pernah hidup di dalamnya pernyataan itu kerap mereka lontarkan secara terang-terangan. Bukti toleransi tinggi Indonesia adalah, di negeri ini semua pemeluk agama bisa hidup berdampingan, melakukan kehidupan sosial secara bersama dan bahkan kehidupan beragamanya dengan baik. Tapi apa yang terjadi sekarang? Di dunia internasional tiba-tiba saja Indonesia dituduh sebagai negara yang INTOLERANSI agama. Seperti yang diberitakan bahwa Indonesia mendapatkan tuduhan INTOLERANSI agama oleh sidang PBB di Jeneva. Maka benarkah dimikian?
Jawabannya tentu saja tidak. Ini adalah bagian dari persekongkolan orang-orang yang benci Islam untuk menyudutkan dan menjatuhkan serta melemahkan kaum Muslimin di Indonesia sehingga kaum Muslimin Indonesia menjadi tidak berdaya yang akhirnya mereka bisa kuasai dan permainkan.
Yang berkembang bahwa alasan tudingan itu karena beberapa kasus belakangan yang sempat disoroti oleh media nasional dan dikembangkan oleh media internasional diantaranya kasus penolakan Ahmadiyah, Pendirian gereja yang ditolak massa seperti GKI Yasmin, HKBP Filadelpia, Lady Gaga, Irshad Manji, dan lain-lain dari hal-hal yang secara prinsip bertentangan dengan aqidah Islam, nilai budaya dan kesopanan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Lantang Hasyim Muzadi selaku Presiden WCRP membantah tudingan-tudingan tersebut. Berikut pernyataan Hasyim Muzadi: “ selaku Presiden WCRP dan Sekjen ICIS, saya sangat menyayangkan tuduhan INTOLERANSI agama di Indonesia. Pembahasan di forum dunia itu, pasti karena laporan dari dalam negeri Indonesia. Selama berkeliling dunia, saya belum menemukan negara muslim mana pun yang setoleran Indonesia.”
Kalau yang dipakai ukuran adalah penolakan Ahmadiyah, memang karena Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran Islam, namun selalu menggunakan stempel Islam dan berorientasi Politik Barat. Seandainya Ahmadiyah merupakan agama tersendiri, pasti tidak dipersoalkan oleh ummat Islam. Kalau yang jadi ukuran adalah GKI YASMIN Bogor, saya berkali-kali kesana, namun tampaknya mereka tidak ingin selesai. Mereka lebih senang Yasmin menjadi masalah Nasional dan dunia untuk kepentingan lain daripada masalahnya selesai.
Kalau ukurannya pendirian gereja, faktornya adalah lingkungan. Di Jawa pendirian gereja sulit, tapi di Kupang (Batuplat) pendirian Masjid juga sangat sulit. Belum lagi pendirian Masjid di Papua. ICIS selalu melakukan mediasi. Kalau ukurannya Lady Gaga dan Irsyad Manji, bangsa mana yang ingin tata nilainya dirusak, kecuali mereka yang ingin menjual bangsanya sendiri untuk kebanggaan Intelektualisme kosong? Kalau ukurannya HAM, lalu di Papua kenapa TNI/ polri/ Imam Masjid berguguran tidak ada yang bicara HAM? Indonesia lebih bagus toleransinya daripada Swiss yang sampai sekarang tidak memperbolehkan menara Masjid, lebih baik dari Perancis yang masih mempersoalkan jilbab, lebih baik dari Denmark, Swedia, Nuwegia, yang tidak menghormati Agama, karena disana ada UU Perkawinan Sesama Jenis. Agama mana yang memperkenankan perkawinan sejenis?
Akhirnya kembali kepada bangsa Indonesia, kaum Muslimin sendiri yang harus sadar dan tegas, membedakan mana HAM yang benar dan mana yang sekedar Weternisme”
Jadi jelas, ini adalah persekongkolan yang nyata untuk melemahkan dakwah, melemahkan amar ma’ruf dan nahi mungkar di bumi pertiwi ini. Ini adalah tuduhan-tuduhan tidak beralasan yang sama sekali Indonesia dan kaum Muslimin sebagai pemeluk agama terbesar di negara ini berlepas diri dari tuduhan itu.
Menarik tulisan berikut ini untuk bahan pemikiran kita bersama dan sebagai “tamparan” untuk mereka yang selalu atas nama HAM mencari “muka” dimata dunia. “Sedikit menyinggung masalah intoleransi beragama, melalui tulisan ini saya ingin memberikan pandangan dari sudut mata kaum papa, yang selama ini selalu terpinggirkan. Realita yang seharusnya disadari oleh banyak pengusung HAM namun bungkam! Kisah sedih dan pilu yang secara nyata menimpa saudara-saudara kita yang tersebar sebanyak 175.000 di Taiwan, 120.000 di Hongkong dan 117.000 di Singapura . Ya… mereka adalah pekerja migran Indonesia.
Beraneka macam tindakan diskriminasi dan pembelengguan hak-hak dasar bukan merupakan hal yang aneh bagi pekerja migran yang mayoritas muslim ini. Mereka dipandang sebelah mata dan hanya di pandang sebagai komoditas yang tidak pernah dioptimalkan upaya perlindungannya, apalagi diberikan perhatian khusus bagi kenyamanan beragamanya. Berapa banyak dari para pekerja ini yang harus sembunyi-sembunyi membawa jilbab dan peralatan shalat, karena tidak diizinkan oleh pihak agen untuk membawanya hanya karena alasan majikan mereka takut warna putih? Berapa banyak para pekerja ini harus shalat secara sembunyi-sembunyi bahkan melakukannya di kamar mandi karena tidak diizinkan beribadah? Berapa banyak para pekerja ini harus berbohong atau berpura-pura agar bisa melaksanakan ibadah puasa? Berapa banyak para pekerja ini harus memeras air mata dan menahan perih di dada ketika setiap hari harus mememasukkan sesuap demi sesuap zat haram ke dalam tubuhnya? Berapa banyak para pekerja yang 80% di antaranya wanita ini tidak mendapatkan hak untuk menutup aurat? Berapa kali Shalat Jumat yang harus dikorban para pekerja pria karena tidak tercantum dalam kontrak kerja izin pada jam kerja?
Ini juga religious intolerance bung! Dan mengapa tidak ada pembela HAM yang berteriak-teriak memperjuangkannya? Mengapa PBB bungkam dan tidak bersuara? Padahal tidak sedikit tindakan kekerasan terhadap emosi dan spiritual ini memberikan tekanan mental yang begitu dalam bagi jutaan pekerja Indonesia. Tidak sedikit yang mengalami gangguan psikologis, yang tentunya menggerogoti sumber daya manusia Indonesia. Mengapa?”
Betullah(dan Dialah yang Maha benar) ketika Allah mengingatkan kita dalam Al Qur’an tentang sifat orang-orang kafir Yahudi dan Nasrani. Artinya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”
QS. al-Baqarah (2) : 120
Beginilah, sering sekali orang-orang Yahudi dan Nasrani, mengadakan gangguan yang menyakitkan hati kaum Muslimin. Bukan baru sekarang, bahkan itu sudah sejak dulu. Seperti menghina Rasulullah –sallallahu’alaihi wasallam- dan mengadakan upaya dengan mulut-mulut mereka untuk memadamkan cahaya Allah. Mereka tidak akan senang kepada kita hingga kita mengikuti agama mereka.
Segala puji bagi Allah. Telah datang kepada kita petunjuk yang benar. Maka janganlah kita mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepada kita.”
Pembaca yang budiman, kalau toh ternyata dalam kenyataan ada praktek-praktek amar ma’ruf nahi mungkar yang ternilai berlebihan dan bisa mengundang fitnah, maka itu adalah moment sebagai batu loncatan untuk kita kaum muslimin semakin bersatu untuk berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah, saling bahu membahu berta’awun ala al birri wa at taqwa, menguatkan dengan tetap saling nasehat menasehati diantara kita demi kuatnya Ukhuwah Islamiyah dalam membendung serangan kaum kuffar beserta penolong-penolongnya dari kalangan munafikin yang memainkan peran sebagai musuh dalam selimut.
Ini juga tentu harus menjadi peringatan untuk siapa saja yang cinta pada Islam, bahwa kenapa ada orang yang mau menjadi penolong orang-orang kafir itu untuk menyerang dan melemahkan ummat Islam dengan cara menyudutkan dan memberikan tuduhan keji kepada kaum muslimin tanpa kroscek terhadap persoalan sebenarnya? Dan bahkan ketika kaum muslimin yang menghadapi hal yang lebih berat mereka hanya diam dan tidak melakukan aksi apa-apa.
Jawabannya karena ini adalah faktor keimanan. Imanlah yang akan menggerakkan kita untuk maju dan bertindak. Tanpa iman maka kita laksana kendaraan tanpa mesin. Darimana iman itu bisa hadir? Dari Ilmu. Ilmulah yang membuatnya tumbuh dan terus tumbuh, terjaga dan terus berkembang.
Selayaknya setiap kita terus belajar, untuk menambah ilmu kita agar keimanan kita terus terjaga. Dan begitu juga selayaknya kita terus menghidupkan dakwah di dalam diri kita agar tak adalagi kaum muslimin yang mudah dipengaruhi oleh kaum kafirin bagaimanapun mereka bersekongkol untuk menyudutkan kita.[]
Oleh: Syahrullah Hamid, S.Pd.I