Hidupkan Sunnah, Sebuah Bukti Cinta
Salah satu tanda bukti kecintaan seorang muslim kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah dengan selalu berusaha untuk meneladani sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kehidupannya. Konsekuensi utama seorang yang mengaku mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah selalu berusaha mengikuti semua petunjuk dan perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali ‘Imran: 31).
Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat ini menulis, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaannya.”
Imam al-Qadhi ‘Iyadh al-Yahshubi berkata, “Ketahuilah, bahwa barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka dia akan mengutamakannya dan berusaha meneladaninya. Kalau tidak demikian, maka berarti dia tidak dianggap benar dalam kecintaannya dan hanya mengaku-aku (tanpa bukti nyata). Maka, orang yang benar dalam (pengakuan) mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jika terlihat tanda (bukti) kecintaan tersebut pada dirinya. Tanda (bukti) cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang utama adalah (dengan) meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengamalkan sunnahnya, mengikuti semua ucapan dan perbuatannya, melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangannya, serta menghiasi diri dengan adab-adab (etika) yang beliau (contohkan), dalam keadaan susah maupun senang dan lapang maupun sempit.”
Kedudukan sunnah
Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berarti segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik ucapan, perbuatan maupun penetapan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang memuji semua perbuatan dan tingkah laku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam firman-Nya (yang artinya)
“Dan sesungguhnya, kamu benar-benar memiliki akhlak/tingkah laku yang agung.” (Qs. al-Qalam: 4).
Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ketika beliau ditanya tentang akhlak (tingkah laku) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menjawab, “Sungguh, akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah al-Qur’an.“ (HR. Muslim)
Ini berarti bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling sempurna dalam memahami dan mengamalkan isi al-Qur’an, menegakkan hukum-hukumnya dan menghiasi diri dengan adab-adabnya.
Demikian pula dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya),
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Qs. al-Ahzaab: 21).
Ayat yang mulia ini menunjukkan kemuliaan dan keutamaan besar mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang menamakan semua perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai “teladan yang baik“, yang ini menunjukkan bahwa orang yang meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah menempuh ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus) yang akan membawanya mendapatkan kemuliaan dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Imam Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya, “Ayat yang mulia ini merupakan landasan yang agung dalam meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Kemudian firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di akhir ayat ini mengisyaratkan satu faidah yang penting untuk direnungkan, yaitu keterikatan antara meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kesempurnaan iman kepada Allah dan hari akhir, yang ini berarti bahwa semangat dan kesungguhan seorang muslim untuk meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan pertanda kesempurnaan imannya.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menjelaskan makna ayat di atas berkata, “Teladan yang baik (pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) ini, yang akan mendapatkan taufik (dari Allah Subhanahu wa Ta’ala) untuk mengikutinya hanyalah orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan) di hari akhir. Karena (kesempurnaan) iman, ketakutan pada Allah, serta pengharapan balasan kebaikan dan ketakutan akan siksaan Allah, inilah yang memotivasi seseorang untuk meneladani (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Keutamaan Menghidupkan Sunnah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka ambillah sedang apa yang beliau larang darinya maka berhentilah.” (Al-Hasyr: 7)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengatakan: “Perintah ini mencakup prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya baik lahir maupun batin, dan bahwa yang dibawa oleh Rasul maka setiap hamba harus menerimanya dan tidak halal menyelisihinya. Apa saja yang disebut oleh Rasul seperti apa yang disebut oleh Allah, tidak ada alasan bagi seorangpun untuk meninggalkannya dan tidak boleh mendahulukan ucapan siapapun atas ucapan Rasul.”
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang menaati Rasul berarti ia menaati Allah.” (An Nisa`: 80)
Maksudnya, setiap orang yang taat kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perintah dan larangan berarti ia taat kepada Allah, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintah atau melarang kecuali dengan perintah dari Allah. Ini berarti pula bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlindungi dari kesalahan karena Allah memerintahkan kita untuk taat kepadanya secara mutlak. Kalau seandainya beliau tidak ma’shum (terjaga dari salah) pada apa yang beliau sampaikan dari Allah, tentu Allah tidak akan memerintahkan taat kepadanya secara mutlak dan tidak memujinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan tidaklah ada pilihan bagi seorang mukmin atau mukminah jika Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan sebuah perkara pada urusan mereka.” (Al-Ahzab: 36)
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Ayat ini umum meliputi seluruh perkara, yaitu jika Allah dan Rasul-Nya menetapkan hukum sebuah perkara maka tidak boleh bagi seorangpun untuk menyelisihinya. Tidak ada peluang pilihan, ide atau pendapat bagi siapapun di sini.”
Ketiga ayat ini menunjukkan secara jelas bagaimana semestinya kita menempatkan Sunnah Nabi, yakni wajib mengambilnya dan merupakan keharusan yang tidak ada tawar-menawar lagi. Kemudian menjadikan As Sunnah tersebut sebagai pedoman dalam melangkah melakukan ketaatan kepada Allah.
Karena agung dan mulianya kedudukan sunnah inilah, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan anjuran khusus bagi orang yang selalu berusaha mengamalkan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih lagi sunnah yang telah ditinggalkan kebanyakan orang. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR. Ibnu Majah, shahih menurut syaikh al-Albani)
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan besar bagi orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih lagi sunnah yang telah ditinggalkan kebanyakan orang. Oleh karena itu, imam Ibnu Majah mencantumkan hadits ini dalam kitab Sunan Ibnu Majah pada bab: (Keutamaan) Orang yang Menghidupkan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Telah Ditinggalkan (Manusia).
Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari berkata, “Orang muslim yang paling utama adalah orang yang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah ditinggalkan (manusia), maka bersabarlah wahai para pencinta sunnah (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), karena sesungguhnya kalian adalah orang yang paling sedikit jumlahnya (di kalangan manusia)”
Para ulama menjelaskan bahwa orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mendapatkan dua keutamaan (pahala) sekaligus, yaitu keutamaan mengamalkan sunnah itu sendiri dan keutamaan menghidupkannya di tengah-tengah manusia yang telah melupakannya.
Semoga kita termasuk sebagai orang-orang yang senantiasa berusaha untuk menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menghindari segala bentuk-bentuk ibadah yang tidak pernah beliau contohkan. Sebagai wujud kecintaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.[af]
————————————————————————–
Anda punya tulisan berupa artikel, opini ataupun kisah nyata yang ingin dipublikasikan di website ini? Silahkan kirim ke info@wimakassar.org