Oleh Ustadz Maulana Laeda
Majelis Rasul adalah sebuah halaqah yang sempurna. Tidak hanya berfungsi sebagai sarana transfer maklumat dan ilmu, namun ia juga adalah halaqah tarbiyah (pengkaderan) dan pembinaan qiyadah (kepemimpinan), sehingga tak heran bila dari kader-kader beliau, terlahir sebuah generasi rabbani yang tidak hanya teristimewakan dengan keluasan ilmu, namun juga kekuatan iman dan taqwa, kelurusan logika dan cara pandang, serta ketinggian hikmah dan akhlak. Keempat poin ini bila terdapat dalam diri seorang mukmin maka ia telah menanamkan sifat bashirah dalam dirinya[1], inilah sifat para sahabat radhiyallahu ‘anhum secara umum yang disebutkan Allah dalam firman-Nya:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya: “Katakanlah: “Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru kepada ALLAH di atas bashirah (ilmu dan hikmah). Dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf : 108)
Kita semua hendaknya jangan bermimpi untuk menjadi seorang dai yang sukses jika hanya mengandalkan hafalan dan kecerdasan, melainkan harus diikuti dengan adanya sifat bashirah dengan keempat komponennya tersebut.
Para sahabat Nabi adalah generasi rabbani yang terlahir dari majelis ilmu dan tarbiyah beliau. Perlu diketahui, bahwa generasi rabbani adalah generasi yang tidak hanya konsisten mendalami dan menyebarkan ilmu kepada manusia, namun mereka adalah generasi yang juga berkorban untuk menebarkan ishlah dan peradaban dalam berbagai bidang kehidupan manusia sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu JarirAth-Thabari[2], tentunya dengan menggabungkan keempat komponen sifat bashirah yang telah disebutkan sebelumnya. Generasi seperti ini tidak akan lahir hanya dari majelis yang berfungsi sebagai sarana transfer maklumat dan ilmu, akan tetapi lebih dari itu, ia akan terlahir dari sebuah pengkaderan dan tarbiyah intensif yang menekankan sifat bashirah dan rabbaniyah. Bashirah berfungsi sebagai sifat yang melekat pada diri dan jiwa kita, dan Rabbaniyah sebagai aplikasi dari sifat bashirah tersebut.
Lalu bagaimanakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkader para sahabatnya di atas ilmu dan amal ?? Mari menyimak kondisi halaqah tarbiyah pertama dalam sejarah Islam yaitu Halaqah Dar Al-Arqam bin Abi Al-Arqam.
Kita semua pasti tahu bahwa tempat majelis ilmu yang pertama kali dalam sejarah Islam adalah Rumah/Dar Al-Arqam bin Abi Al-Arqam… Tetapi ada beberapa hal penting yang mungkin belum kita ketahui darinya khususnya yang berkaitan dengan tarbiyah dan pengkaderan[3] :
# Dar Al-Arqam bukan hanya berfungsi sebagai majelis ilmu, tapi ia adalah halaqah tarbiyah (pengkaderan) pertama dan markaz dakwah paling awal dalam Islam. Dari tempat inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencanangkan misi dakwah dan menggembleng para mutarabbi nomor wahid yang dikenal oleh sejarah manusia. Al-Saabiquun Al-Awwaluun, demikian julukan kemuliaan yang disematkan pada para mutarabbi yang tertarbiyah dalam halaqah ini. Kader awal Islam inilah yang memiliki keimanan yang lebih kuat dibandingkan para sahabat lainnya, sebut saja 10 orang sahabat al-mubasysyarun bil-jannah, Ibnu Mas’ud, Bilal bin Rabah, Khabbab bin Al-Art, dan lain-lainnya. Tidak mengherankan bila nama-nama inilah yang lebih dominan dalam perjalanan Sirah Nabawiyah dan perjuangan awal Islam ini.
# Berkumpulnya para sahabat secara rutin dalam halaqah tarbiyah Dar Al-Arqam memberikan banyak manfaat khususnya penyampaian wahyu Allah, pengajaran Islam, pengkaderan para sahabat, tazkiyatun nafs dan penjelasan visi misi dakwah Islam serta pembagian tugas dakwah. Inilah implementasi firman Allah :
يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Artinya: membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (as-sunah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al-Jumu’ah : 2)
Hal inilah yang membentuk watak ketegaran iman dan karakter qiyadah (kepemimpinan) para sahabat, khususnya 4 khulafa-arrasyidin.
# Dalam Halaqah Dar Al-Arqam, para sahabat tidak hanya datang, duduk, mendengar, lalu pulang begitu saja… Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pada setiap mereka tugas dan beban yang mesti dilaksanakan.
# Diantara tugas sebagian para sahabat adalah penyambutan orang-orang asing yang datang ke Mekkah demi untuk mencari kejelasan tentang agama Islam yang mulai tersebar kabarnya di luar Mekkah, tugas ini dibebankan pada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Hal ini tergambarkan dari kisah Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu yang datang ke Mekkah demi mencari kejelasan tentang agama Islam, yang kemudian diajak oleh Ali bin Abi Thalib untuk mengahadap Rasul di Dar Al-Arqam. (Lihat : Manhaj Nabi dalam Dakwah : 150)
# Tugas lainnya adalah pengajaran bacaan dan hafalan Al-Quran pada pemeluk Islam yang baru, tugas ini diembankan pada beberapa sahabat yang pandai baca tulis di antaranya Khabab bin Al-Art, sebagaimana dalam kisah populer keislaman Umar bin Khaththab. (Walaupun kisah ini ada sisi kelemahannya, namun tugas pengajaran Al-Quran memang ada pada waktu itu).
# Tapi ingat, bahwa Dar Al-Arqam bukanlah satu-satunya halaqah ilmu dan tarbiyah pada saat itu di Kota Mekkah, melainkan ada beberapa halaqah cabang yang dibuat bagi mereka yang tidak bisa datang ke Dar Al-Arqam. (Lihat : Manhaj Nabi dalam Dakwah : 148).
# Sahabat lain yang tidak memegang tugas tertentu, bukan berarti mereka tidak dibebani sama sekali, dan mereka hanya datang, duduk, mendengar wejangan Rasul, menghafal, lalu pulang dan murajaah ilmu… Tidak demikian !!! Namun setiap mereka dibebankan untuk mendakwahi orang-orang terdekat mereka kepada Islam, buktinya tidak berselang lama kader halaqah Dar Al-Arqam ini kemudian bertambah menjadi 40 sahabat Nabi.
Kesimpulan: Bahwa generasi emas para sahabat terlahir proses tarbiyah dengan segala bentuknya, baik tarbiyah dzatiyah (pembinaan diri) maupun tarbiyah jama’iyyah (pembinaan berkelompok). Mereka adalah generasi rabbani yang tidak hanya membuat ishlah dan perbaikan dalam perkara agama dan akhirat, namun di seluruh bagian kehidupan dunia, sesuai makna dan definisi rabbaniyah itu sendiri.
Terakhir : Marilah bergabung, dan terus berkiprah dan aktif dalam halaqah-halaqah ilmu dan tarbiyah, semoga dengannya kita diangkat oleh Allah sebagai generasi rabbani yang dijanjikan oleh Allah Ta’ala. Kalau tidak, maka Dia akan menggantikan kita semua dengan generasi yang lebih baik lagi, sebagaimana dalam firman-Nya :
وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
Artinya : “ dan jika kalian berpaling niscaya Dia akan mengganti (kalian) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kalian ini”. (QS. Muhammad : 38).
—————-
[1]Poin ini merupakan faedah yang penulis dapatkan dari Muhadharah Syaikh Khalid Al-Sabt hafidzhahullah di Kota Madinah beberapa pekan yang lalu.
[2]Pembahasan makna dan definisi Rabbani sangatlah urgen, semoga dimudahkan untuk dikaji pada tulisan-tulisan berikutnya, Insyayaa Allah. (Silahkan merujuk Tafsir Ath-Thabary : 6/543).
[3]Poin-poin penting disadur dari Kitab At-Tarbiyah Al-Jama’iyyah karya Nayif Al-Qurasyidengan banyak tambahan.
Sumber: MarkazInayah.com
2 Comments
Afwan ustad, Izin Copas yah….
Silahkan