Fitnah Harta
Seorang Ajum Komisaris digelandang ke kantor polisi. Pasalnya, polisi yang yang menjabat kapolsek ini terlibat dalam transaksi narkoba bernilai juataan rupiah. Padahal, di rumahnya yang asri bertengger tiga mobil mewah. Dalam keadaan seperti itu kira-kira apalagi yang kurang, sehingga jalur haram diterjang demi duit?. Inilah salah satu tragedi anak manusia yang tak pernah ‘kenyang’.
Al-Balagh edisi kali ini menyorot fenomena klasik namun selalu aktual untuk selalu kita ingatkan kepada umat yaitu tentang harta yang tak pernah memuaskan , meski sudah sangat melimpah.
Pada perinsipnya harta dari sisi zatnya tidak tercela. Segala sesuatu di dunia ini pada asalnya diciptakan untuk kepentingan manusia kecuali yang memang diharamkan oleh Allah dan RasulNya. Yang tercela adalah penyikapan manusia terhadap harta. Loba, memperolehnya dengan cara yang haram, tidak memberikannya kepada yang berhak, dan menghambur-hamburkannya. Dari sisi inilah Allah menegaskan bahwa harta adalah fitnah. “Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian adalah fitnah”(al-Anfal:28).
Dalam Sunan Tirmidzi disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: “Tidaklah dua ekor serigala yang dilepas di tengah sekumpulan domba lebih besar daya rusaknya terhadap agamanya daripada seseorang yang rakus kepada kekayaan”.
as-Salafusshalih sangat takut terhadap cobaan harta. Umar bin khatthab menangis ketika melihat harta benda melimpah di zamannya karena banyaknya penaklukan-penaklukan atas wilayah-wilayah musuh. Pintu-pintu dunia benar-benar terbuka di era kekhilafahannya.
Yahya bin Mu’adz berkata, ”Dirham itu laksana kalajengking, jika anda tidak mampu mewaspadainya, maka janganlah anda mengambilnya. Sebab jika ia menyengatmu racunnya bisa membunuhmu”.
Beliau ditanya,”Bagaimana mewaspdainya?”, Beliau menjawab,”Mengambilnya dengan car yang halal dan membelanjakannya dengan haknya”. Di sisi lain salafussalih tetap menegaskan pentingnya harta benda. Sebab sebagaimanapun harta menjadi penting untuk mendaptkan kemaslahatan dunia dan akhirat. Sa’id ibn al-Musayyib, berkata: “Tidak ada kebaikan pada diri seseorang yang tidak mengumpulkan harta dengan car yang halal”. Dengan itu tidak butuh dengan bantuan orang lain. Dengan hartaitu ia menjalain persaudaraan dan membelanjakan sesuai dengan haknya”.
Sufyan at-Tsaury berkata: “Harta pada zaman sekarang adalah senjata bagi orang mu’min”. Yang pasti, menurut al-Iman Ibnu Qudamah al-Maqdisy, harta ibarat ular yang dalam tubuhnya ada racun dan penawar. Siapa yang tahu mamfaat dan bahayanya, memungkinkan ia mengambi faidah dan menghindari bahayanya.
Cara Menyikapi Dunia
Sesungguhnya, dunia sama sekali tak akan pernah mengajarkan kita kepuasan jiwa. Yang ada, hanya ibarat meminum air laut. Semakin diminum, semakin haus. Bagi kita orang beriman kepada Allah dan hari akhirat, selayaknya memahami betul bahwa kehidupan sebenarnya adalah di akhirat sana. Sangat pantas jika memprioritaskan akhirat dibanding dunia.
Pertama. Hemat dalam hidup dan arif dalam berbelanja. Siapa yang menginginkan qana’ah maka dia harus menutup pintu-pintu yang bisa membuatnya rakus, mengambil sekedar yang dibutuhkannya, puas terhadap makanan yang ada, sedikit lauk , cukup dengan beberapa lembar pakaian (meski ia mampu memilikinya). Jika ia mempunyai keluarga maka, setiap anggota keluarga dibiasakan dengan cara ini pula.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
“Tiga perkara yang menyelamatkan, yaitu: takut kepada Allah Ta’ala secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, sederhana tatkala kaya dan miskin, dan adil tatkala ridha dan marah.”(HR. Al-Bazzar)
Kedua. Jika seseorang bisa mendapatkan kebutuhan yang mencukupinya, maka dia tak perlu gusar memikirkan masa depan, dan merasa yakin bahwa dia pasti akan mendapatkan rezki.
Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya Ruhul Qudus menghembuskan di dalam hatiku, bahwa tidak ada jiwa yang meninggal sebelum rizki dan ajalnya menjadi sempurna. Maka bertakwalah kepada Allah dan carilah (harta) dengan cara yang bagus. Janganlah sekali-kali kalian merasa rizki itu datang terlalu lamban sehingga kalian mencarinya dengan mendurhakai Allah. Sesungguhnya tidak ada yang dikenal di sisi Allah kecuali dengan menaati-Nya.”(HR. Hakim, Al-Baghawy, dan Asy-Syafi’i)
Ketiga. Hendaklah dia tahu bahwa qana’ah itu adalah kemuliaan dan dalam rakus dan tamak itu ada kehinaan. Dalam qana’ah terdapat kesabaran menghadapi hal-hal syubhat dan yang melebihi kebutuhan pokoknya, yang pasti akan mendatangkan pahala di akhirat.
Keempat.Memikirkan orang-orang Yahudi dan Nasrani, orang-orang yang hina dan bodoh, yang tenggelam dalam kenikmatan. Setelah itu hendaklah dia melihat keadaan para Nabi dan orang-orang shalih, menyimak perkataan dan keadaan mereka, lalu menyuruh akalnya untuk memilih antara kesucian makhluk di sisi Allah ataukah menyerupai penghuni dunia yang loba. Dia harus belajar bersikap qana’ah hingga dia sabar menghadapi yang sedikit.
Kelima. Dia harus mengerti bahwa menumpuk harta itu menimbulkan dampak buruk. Hendaklah dia melihat pahala kemiskinan, melihat orang yang dibawahnya dalam masalah keduniaan dan melihat keatas dalam masalah agama.
Rasulullah bersabda :
“Lihatlah orang yang di bawah kalian dan janganlah melihat orang yang di atas kalian, karena yang demikian itu lebih layak bagi kalian untuk tidak memandang rendah nikmat Allah yang dilimpahkan kepada kalian.”(HR. Muslim, At-Tirmidzi)
Maraji’
Mihnhajul Qasidin Ibnu Qudamah Al-Maqdisi
(Al Balagh Edisi No.88/Tahun II/1428 H)