Dua Manusia Dalam Menyambut Ramadhan
Ramadhan semakin dekat. Namun tidak semua manusia bersuka cita menyambutnya. Apalagi setiap jelang ramadhan harga barang-kebutuhan pokok melonjak. Dalam kondisi seperti ini masihkah ada orang yang tersenyum menyambut ramadhan?
Al-Balagh edisi kali ini mengangkat dua golongan manusia menjelang kedatangan Ramadhan.
Manusia dalam menyambut bulan ramadhan terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
1.Mereka Yang Menyambutnya Dengan Dukacita
Orang seperti ini adalah yang merasa berat dengan datangnya bulan ramadhan. Jika ramadhan akan tiba, yang terpikir adalah bagaimana supaya bulan sya’ban yang akan berakhir bisa dimanfaatkan sebaik-sebaiknya untuk melampiaskan syahwat sepuas-puasnya. Karena dalam benaknya ramadhan adalah bulan yang membelenggu. ia mengganggap ramadhan sebagai tamu yang memberatkan. Karena itu, jika ramadhan ini tiba ia harus bersusah payah bersabar bahkan melipat gandakannya. Saat payah seperti itu, yang terbayang adalah suasana indah sebelum ramadhan. Jikapun ia sudah berada di bulan ramadhan, belum tentu ia dapat menuntaskan puasanya, apalagi menjalankan ibadah-ibadah yang dalam pandangannya tidak kalah menyiksanya, seperti shalat tarawih dan membaca al-Qur’an. Menjelang idul fitri, dialah orang yang paling pertama merayakannya dengan meghabiskan sepuluh malam terakhir ramadhan di pusat-pusat perbelanjaan.
Manusia seperti ini agak kesulitan menghadapi bulan ramadhan karena dua kemungkinan:
Pertama, mereka sudah terbiasa hidup enak. Tidak ada kenikmatan yang diiklankan kecuali ia sudah cicipi. Sejak dari makanan, minuman, pakaian, sampai seluruh pernak-pernik kehidupan yang melalaikan. Maka, ketika ramadhan datang sirnalah semua kelezatan itu.
Kedua, pada dasarnya jiwa orang seperti ini kerdil di depan berbagai macam bentuk ketaatan. Berbagai ibadah yang dianjurkan supaya diperbanyak di baulan mulia ini, seperti sebuah batu besar yang hendak dipikulkan kepadanya. Ia bergitu heran melihat orang-orang mondar-mandir dari masjid kerumah melaksanakan shalat jama’ah lima waktu padahal mereka sedang puasa. Ia tidak sanggup membayangkan ada orang yang tahan berdiri sangat lama dalam shalat tarawih. Bisa juga disebabkan orang seperti ini adalah orang yang melalaikan ibadah yang wajib diluar ramadhan. Maka, ibadah apa yang mampu mereka kerjakan di bulan yang mubarak ini. Tapi, masih beruntunglah orang seperti ini karena ia masih memiliki iman yang membuatnya malu jika meninggalkan kewajiban-kewajiban ramadhan. Masih beruntung manusia seperti ini karena ia hidup di lingkungan orang-orang shalih, sehingga ia masih malu jika tidak menjalannkan ketaatan di bulan ramadhan.
2. Mereka yang menyambutnya dengan sukacita
Mereka ini yang merasa gembira saat ramadhan datang. Jelang ketibaannya seperti angin sejuk yang bertiup sepoi-sepoi yang menyejukkan jiwanya. Ini dikarenakan
Pertama, mereka sudah terbiasa puasa.
Kebiasaan ini membuatnya terbiasa bersabar sehingga saat ramadhan tiba ia begitu enjoy. Mereka ini mengerti betul bahwa ada puasa yang dianjurkan selain puasa ramadhan seperti: puasa Daud, senin kamis, puasa putih (ayyamul bidh), puasa Arafah, puasa syawwal dll. Selain untuk membiasakan diri juga sebagai tambahan taqarrub kepada Allah. Mereka saat ramadhan tiba ia menghadapinya seperti biasa-biasa saja seakan tak ada beban. Berbeda dengan mereka yang tidak terbiasa, puasa ramadhan sangat berat.
Salafus shalih adalah generasi teladan dalam mengamalkan ibadah sunnah. Disebutkan bahwa, ada seorang jaariyah (budak wanita) yang dijual oleh tuannya kepada tuan yang baru. Sesampai di rumah tuannya yang baru, ia melihat kesibukan seisi rumah. Spontan ia bertanya kepada seisi rumah, “apa yang kalian lakukan ?”. ”Bukankah ramadhan sudah tiba?” sergah tuannya. Spontan jariah tersebut berkata, “apa kalian tidak puasa kecuali dibulan ramadhan ?”. “Demi Allah-lanjut jariah ini-saya datang dari kaum yang seakan-akan setahun bagi mereka seluruhnya adalah ramadhan. Saya tidak butuh kepada kalian, kembalikan saya kepada mereka (tuannya yang lama)”.
Kedua, mereka mengetahui bahwa tidaklah mereka menahan diri dari berbagai larangan kecuali Ia akan mendapatkan gantinya dari Allah. Terlebih ia mengerti betul makna hadits qudsi,
“Puasa itu untukKu, dan Sayalah yang akan membalasnya”
inilah mendasari perasaan orang beriman sehingga mereka begitu ringan menjalankan ketaatan. Semua beban yang dirasakan dalam puasa serta berbagai ketaatan akan diganti Allah di surganya. Seperti yang disebutkan dalam sebuah atsaar
“Siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah maka Allah akan menggantikannya di akhirat denag sesuatu yang lebih baik dari yang ia tinggalkan”.
Ketiga, mereka mengetahui bahwa ramadhan adalah musim keta’atan yang sangat agung. Mereka tahu bahwa Allah mengganjar dengan ganjaran yang berlipat melebihi dari bulan-bulan yang lain. Maka jangan heran jika mereka begitu antusias dengan kedatangan bulan ramadhan.
Demikianlah gambaran umum kaum muslimin di ambang ramadhan. Kita berharap Allah memasukkan kita ke dalam golongan yang kedua. Mereka yang senantiasa rindu dengan ramadhan dengan doa mereka yang terkenal.
“Ya Allah pertemukan kami dengan ramadhan”