Do’aku di Ramadhan
Sebagaimana diketahui bersama bahwa setiap manusia butuh kepada Allah, kebutuhan mereka kepada Allah melebihi kebutuhan mereka kepada makanan, minuman dan udara, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Hai manusia, kamulah yang sangat butuh kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir: 15)
Pembaca yang budiman, dunia adalah daarul balaa’ yaitu tempat segala macam musibah. Rasa takut, rasa lapar, kemiskinan, lilitan utang, kerugian harta, kematian merupakan bentuk cobaan yang ditimpakan Allah kepada seluruh manusia. Allah Azza wa Jalla berfirman (yang artinya):
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.” (QS. al-Baqarah:155)
Berdasarkan hal tersebut maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan satu jenis ibadah yang dengannya seorang manusia dapat meminta, berkeluh kesah dan berharap agar setiap kesulitan diselesaikan oleh-Nya, ibadah tersebut adalah do’a.
Dari Nu’man Ibnu Basyir radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya doa adalah ibadah.” (Riwayat Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi.)
Dan di dalam Firman-Nya (yang artinya):
“Dan Rabb mu berkata mohonlah kepadaku niscaya aku memperkenankan permohonan itu” (QS. al-Mu’min: 60)
“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut” (al-’Araf:55)
Bulan Ramadhan adalah bulan berdo’a
Pembaca yang berbahagia, bulan Ramadhan adalah bulan paling mulia dari sebelas bulan yang lain. Jika pada bulan selain Ramadhan kita harus menunggu momen, saat atau keadaan tertentu untuk sangat dekat dengan Allah dan berharap do’a kita mudah di ijabah oleh-Nya. Sebagai contoh saat sepertiga malam yang akhir, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda:
“Setiap malam, yaitu pada sepertiga malam yang akhir, Rabb kita Azza wa Jalla turun ke langit dunia, lalu berfirman, mana orang yang berdoa kepadaku, untuk kukabulkan do’anya? Mana orang yang meminta kepadaku untuk kupenuhi permintaannya? Mana orang yag beristighfar kepadaku untuk kuampuni dosanya?” (HR. Bukhari)
Atau di suatu saat di hari Jum’at, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tentang hari Jum’at, beliau bersabda:
“Sesungguhnya di hari Jum’at itu ada suatu waktu yang tidaklah waktu tersebut bertepatan dengan seorang muslim yang sedang melaksanakan shalat, lalu meminta kepada Allah suatu kebaikan, kecuali pasti Allah akan mengabulkannya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan dengan tangannya untuk menunjukkan singkatnya waktu tersebut. (HR. Bukhari dan Muslim).
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Zadul Ma’ad (1/378), berpendapat bahwa waktunya setelah shalat ashar berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya pada hari Jum’at itu ada suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim memohon suatu kebaikan kepada Allah, kecuali pasti Allah akan mengabulkannya, dan waktunya adalah setelah shalat ashar.” (HR. Ahmad)
Atau doa pada hari Arafah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.” (HR. At-Tirmidzi dan Al-Baihaqy)
Akan tetapi pada bulan Ramadhan kita tidak perlu menunggu lama saat atau momen tertentu untuk dekat dengan Allah rabbul ‘alamin serta berharap agar doa dapat di istijabah oleh-Nya karena setiap saatnya merupakan waktu yang mustajab. Secara sederhana Allah jelaskan hal tersebut pada surah al-Baqarah ayat 186 (yang artinya):
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Ayat ini diapit oleh ayat yang berkaitan dengan bulan Ramadhan seperti pada ayat sebelumnya (yang artinya):
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Dan pada ayat setelahnya:
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
Para ulama menjelaskan pelajaran dari penempatan ayat tersebut bahwa sesungguhnya Allah dekat dan mudah mengabulkan doa pada bulan Ramadhan dari pada bulan-bulan yang lain, setidaknya karena adanya dua hal yang disebutkan pada surah al-Baqarah: 186, yang pertama hendaknya kita memenuhi perintah-Nya dan yang kedua beriman kepada-Nya.
1. Hendaknya kita memenuhi perintah-Nya.
Diantara perintah Allah pada bulan Ramadhan adalah berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada tiga orang yang doanya tidak akan ditolak: Penguasa yang adil, orang yang berpuasa hingga berbuka, dan doa orang yang dizhalimi. Allah akan menaikkan doanya tanpa terhalang awan mendung pada hari kiamat dan dibukakan baginya pintu-pintu langit, dan Dia berfirman, ‘Demi kemuliaan-Ku, Aku pasti menolongmu meskipun beberapa saat lagi’.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Kemudian membaca Al Qur’an, tentang hal ini ada kisah dari ulama salaf. Kisah ini terjadi pada zaman Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu. Suatu ketika Imam Ahmad ingin menghabiskan malamnya di masjid, akan tetapi beliau dilarang menginap di masjid oleh penjaga masjid. Imam Ahmad berusaha agar diizinkan namun sia-sia. Imam Ahmad berkata kepadanya, “Saya akan tidur di sini.” Dan benar, Imam Ahmad bin Hanbal tidur di tempatnya itu. Maka penjaga masjid mengeluarkannya dari area masjid.
Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang yang berwibawa, terlihat padanya ciri-ciri kebaikan dan ketakwaan. Tiba-tiba beliau dilihat oleh seorang tukang roti. Melihat beliau seperti itu, dia menawarkan agar menginap di rumahnya. Lantas Imam Ahmad bin Hanbal mengikuti si tukang roti. Dia menjamu beliau kemudian beranjak pergi mengambil adonannya untuk membuat roti. Imam Ahmad mendengar si tukang roti membaca Al Qur’an dan beristighfar.
Waktu berlalu lama, sementara dia tetap seperti itu (membaca kalamullah dan beristighfar), Imam Ahmad bin Hanbal keheranan. Ketika hari beranjak pagi, Imam Ahmad bertanya kepada sang tukang roti tentang bacaan yang keluar dari lisannya, dia menjawab bahwa selama mengadon tepungnya, dia mengadon sambil membaca al-Qur’an dan beristighfar.
Imam Ahmad bertanya kepadanya, “Apakah kamu mendapatkan buah dari bacaanmu itu?” Imam Ahmad bertanya kepada sang tukang roti dengan pertanyaan ini karena beliau tahu buah bacaan al-Qur’an dan istighfar, beliau tahu keutamaan serta faidah-faidahnya.
Tukang roti berkata, “Ya. Demi Allah, saya tidak memohon permohonan kecuali pasti dikabulkan, kecuali satu doa.”
Imam Ahmad bertanya, “Apa itu?”
Si tukang roti berkata, “(Permohonan untuk) melihat Imam Ahmad bin Hanbal!”
Imam Ahmad berkata, “Saya Ahmad bin Hanbal. Demi Allah, aku diseret kepadamu.”
2. Beriman Kepada-Nya
Keimanan merupakan syarat diterimanya amalan seseorang, sebaliknya kesyirikan penyebab tertolaknya amalan seseorang dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya):
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’am:82)
Oleh karena itu maka mari kita manfaatkan bulan Ramadhan di tahun ini yang waktunya begitu singkat dengan memperbanyak do’a serta memenuhi syarat-syarat diatas agar do’a kita dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu muwafiq.[]
(Zulqadri Ramadhan)