Do’a Orang Terdzalimi
Peristiwa itu terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Suatu hari sekelompok penduduk Kuffah mengadukan suatu hal kepada Umar bin Khattab. Waktu itu gubernur Kuffah dipimpin oleh sahabat Rasulullah yang mulia Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu. Kelompok penduduk Kuffah itu menceritakan kejelekan-kejelekan dengan tuduhan yang teramat keji. Bahkan, mereka mengatakan kepada Umar bin Khattab bahwa Sa’ad bin Abi Waqash tidak sempurna dalam melakukan shalatnya.
Umar akhirnya menerima pengaduan itu (meski tak begitu saja menerimanya). Beliau lantas melepas Sa’ad bin Abi Waqash dari jabatannya sebagai Gubernur Kuffah dan menggantinya dengan gubernur yang baru yaitu Ammar.
Namun Umar bin Khattab bukanlah orang yang bodoh, ia terlalu cerdik untuk begitu saja menerima pengaduan penduduk Kuffah tersebut tanpa penyelidikan terhadap yang bersangkutan. Beliau lantas memanggil Sa’ad bin Abi Waqash dan bertanya, “Wahai Abu Ishaq, sesungguhnya penduduk Kuffa memberikan pengaduan kepadaku tentangmu. Mereka mengatakan bahwa shalatmu tidak sempurna”.
Khalifah Umar masih memanggil Sa’ad dengan sebutan Abu Ishaq, menandakan bahwa beliau sangat menghormati keberadaan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Sa’ad bin Abi Waqash. Akhirnya Sa’ad bin Waqash memberi penjelasan kepada Umar bin Khattab bahwa selama ia mengimami shalat penduduk Kuffa dengan tata cara shalat seperti yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam.
Setelah mendengar penjelasan Sa’ad, Umar bi Khattab pun lantas mengutus seseorang untuk pergi ke Kuffah guna menyelidiki bagimana sesungguhnya sikap penduduk Kuffah kepada Sa’ad bin Abi Waqash.
Sesampai di Kuffah, utusan Umar tersebut mendatangi setiap masjid yang di sana untuk menanyakan keadaan Sa’ad bin Abi Waqash menurut pandangan mereka. Ternyata sebaian besar penduduk Kuffah hanya menyebut dan memuji kebaikan-kebaikan Sa’ad saja.
Hingga sampailah utusan tersebut di masjid Bani ‘Abs. Utusan tersebut melihat di dalam masjid dan kebetulan di sana ada seorang lelaki. Maka utusan tersebut bertanya kepada lelaki tersebut perihal Sa’ad bin Abi Waqash. Laki-laki itu berdiri dan berkata, jika anda bertanya kepada kami tentang Sa’ad bin Abi Waqash, maka akan kami jawab bahwa ia adalah pemimpin yang tidak pernah memimpin pasukan di dalam peperangan. Dia juga selalu membagi-bagikan harta rampasan perang dengan tidak adil. Begitu juga ia tidak pernah berbuat adil di dalam masalah yang berkaitan dengan hukum suatu perkara.
Ternyata lelaki yang ditanya utusan Umar tersebut bernama Usamah bin Qatadah, juga biasa dipanggil Abu Sa’dah.
Kabar yang disampaikan oleh lelaki itu akhirnya sampai juga ke telingan Sa’ad bin Abi Waqash. Mendengat tuduhan yang diarahkan kepadanya itu, Sa’ad lantas berkata, Demi Allah, Demi Allah! Sesungguhnya saya akan berdoa dengan tiga perkara. Ya Allah, jika hamba-MU ini (Usamah bin Qatadah) berdusta karena riya’ dan sum’ah (pamer dan suka didengar), maka panjangkanlah umurnya, lanjutkanlah kemiskinannya, serta timpakan cobaan kepadanya selalu.
Maka tak selang beberapa lama Allah mengabulkan doa Sa’ad bin Abi Waqash. Abu Sa’dah hidup hingga mencapai usia yang sangat renta. Selain itu ia selalu hidup dalam kemiskinan dan hidupnya selalu diterpa berbagai cobaan yang seakan tiada pernah berhenti.
Begitulah, setiap kali Abu Sa’dah ditanya orang tentang keadaan dirinya, ia selalu menjawab, saya hidup hingga tua renta seperti ini dan ditimpa oleh banyak sekali cobaan tak lain akibat doa Sa’ad.
Demikianlah keadaan orang-orang dzalim, yang menderita karena doa orang yang didzalimi. Maka sepatutnyalah kita berhati-hati, jangan sampai kita berbuat dzalim kepada sesama. Ingatlah selalu akan wejangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lewat sabdanya, “Takutlah kamu kepada doa orang yang terdzalimi…”
(Ummu Farros)
Hadits riwayat al Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, Riyadus Shalihin.
Sumber: Majalah Elfata edisi 06 volume 08 tahun 2008