Dakwah, Pilihan Para Aktivis Sejati…
Mendengar kata aktivis, apapun dia. Yang terbayang dalam benak kita sebagai suatu kedudukan yang kesannya wah… Disambungkan dengan dakwah kesannya begitu mulia nan agung. Mengapa demikian?? Karena yang mampu menyandangnya hanyalah orang – orang pilihan, yang mampu mengayomi saudaranya ke arah perbaikan. Karena jalan dakwah adalah pilihan, jalan yang penuh ujian untuk menikmati indahnya seteguk iman yang orang –orang ikhlas dan diridhai Rabbnya. Aktivis identik dengan mahasiswa, kaum yang dijuluki intelektual, dimana-mana mahasiswa telah begitu banyak membawa perubahan baik itu pribadi, lingkungannya bahkan negara sekalipun dengan idealismenya.
Mudah untuk memulai bergabung didalamnya tetapi untuk konsisten tidak jarang banyak yang rapuh. Tetapi ketika ruh-ruh perjuangan itu diisi dengan landasan iman dan keikhlasan semata, maka derajat yang tinggi tidak hanya diberikan oleh manusia tetapi kedudukan mulia disisi rabb-Nya dan sejatinya itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan hakiki.
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad demi agama Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. At-Taubah: 20).
Sudah sepatutnyalah aktivis dakwah menyadari bahwa dunia ini hanya wasilah (sarana) belaka untuk menggapai ghayah (tujuan) yang lebih hakiki. Dunia ini menjadi kecil baginya, karena jika akhirat yang dituju maka dunia akan tunduk padanya. Ia mampu menyeimbangkan dan memberikan prioritas terhadap porsi – porsi yang disuguhkan, tidak mengabaikan dan tidak pula lalai terhadap keduanya.
Detik tidak akan disia-siakannya untuk menabur benih kebaikan yang ditabungnya untuk menuai berkah. Siang hari baginya adalah waktu untuk berdakwah, mengeluarkan semua potensi yang ada pada dirinya, pun demikian malam harinya, berpikir apalagi yang hendak dilakukan esok hari. Menyerahkan dan melapangkan semua apa yang telah berusaha dilakukan untuk menggapai keridhaan dalam sujud-sujud panjang ketika raga meminta haknya, namun ia begitu terbuai dengan Rabbnya.
Tak maukah kita menyumbang sedikit perubahan bagi mereka yang membutuhkan kita. Tak inginkah kita membagi nikmatnya iman yang kita rasakan. Ketika kita sudah memilih jalan hidup tersebut artinya kita sudah mendedikasikan diri untuk menjadi wadah yang menampung segala keluhan. Namun terkadang wadah itu pun juga tak sanggup menampung keluh kita sendiri.
Ilmu bukanlah sekedar tinta yang tertuang dalam lembaran-lembaran yang bakalan menjadi sejarah, namun ia butuh gerak. Ilmu yang kemudian akan melahirkan kekuatan iman akan membangkitkan ruh-ruh yang mampu membantu untuk berubah bukan hanya perubahan bagi dirinya sendiri. Tidak ada kata kesah, tidak ada raut wajah yang dipaksakan ikhlas, tidak ada waktu yang terbuang percuma, yang ada adalah kepekaan. Ketika melihat dan merasakan ketidakbenaran maka seluruh syaraf-syaraf akan meresponnya dalam bentuk apa? Bergerak !!! atau menjauhi tantangan, proaktiflah untuk dakwah illallah. Patrikanlah dalam diri kita bahwa setiap gerak akan membawa berkah.
Mampu menjadi pionir dan mengajak saudara kita yang belum mengenal islam ataupun mengislamkan orang islam sungguh butuh perjuangan, keteguhan, komitmen dan dedikasi tinggi penuh pengorbanan. Bukan aktivis dakwah namanya ketika tidak ada pengorbanan didalamnya. Terlebih keihklasan mutlak adanya. Kita adalah generasi terbaik. Akankah kita sia-siakan kesempatan emas itu, bukankah manusia begitu angkuhnya menerima amanah mulia ini, ketika langit dan bumi pun enggan menerimanya.
Ketika kita mampu mengambil bagian dalam kafilah dakwah, sungguh merupakan suatu perniagaan yang akan dibalas dengan jannahNya.
”Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan jannah” (At-Taubah :11).
Hendaklah setiap kita memiki himmah (cita-cita) demi tegaknya dienul islam dimuka bumi ini, karena kalau bukan kita siapa lagi. Seperti kata imam syafi’i motto hidupnya.
Aku, jika aku masih hidup, aku pasti akan bisa makan
Dan jika aku mati, aku pasti kebagian kuburan
Semangatku adalah semangat para raja
Jiwaku adalah jiwa yang merdeka
Yang melihat kehinaan hanya pada kekafiran
Apalagi yang kita cari selain mencari keridhaan-Nya. lalu sudahkah kita mengorbankan diri kita untuk menggapai ridha-Nya?. Dan apakah Allah telah ridha kepada kita?. Hanya jiwa – jiwa yang kitalah yang mampu menjawabnya, karena hati yang bening tidak akan pernah dusta. (dien)