Published On: Fri, Jul 3rd, 2009

Cerdas Beribadah di Bulan Rajab

Alhamdulillah, bulan Rajab kembali bersua dengan kita, yakni salah satu bulan haram di antara empat bulan lainnya, sebagaimana firman Allah:
“Daripadanya ada tempat bulan haram.” (Qs. At-Taubah:36).

Namun banyak sekali amalan-amalan yang dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin untuk memuliakan bulan ini dengan sesuatu yang tidak berdasar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga tidak sedikit yang hanya sekedar ikutan saja melaksanakan amalan tersebut tanpa mengetahui apa yang menjadi dasar dari amalannya tersebut. Entah dengan mengkhususkan puasa, shalat bahkan acara-acara lainnya. Salah satu kaidah yang disepakati oleh para fuqaha bahwasanya “Setiap ibadah itu pada dasarnya adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkannya”.

Dalam kaidah hukum Islam, aktifitas apapun apakah urusan akidah atau ibadah jika tidak dikerjakan atau dibenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka aktifitas itu dinamakan bid’ah dan Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu di neraka.”

Sebagai seorang Muslim kita semua pasti telah sepakat bahwa standar kebenaran dalam agama kita berasal dari al-Qur’an dan as Sunnah. Tidak semua yang kelihatan baik di mata manusia itu baik di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, meski kebanyakan manusia atau bahkan seluruh manusia melakukannya. Misalnya puasa, pada dasarnya puasa adalah ibadah yang amat dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tapi jika itu dilakukan dengan sebab atau pengkhususan yang tidak ada perintahnya baik dari Allah maupun contoh dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka jelas puasa itu akan tertolak.

Menanggapi banyaknya amalan bid’ah yang dilakukan oleh sebgaian kaum muslimin di bulan Rajab, dalam salah satu khutbahnya Syaikh Muhammad Shalih bin ‘Utsaimin mengatakan,
“…Maka janganlah engkau menganiaya dirimu di dalamnya (empat bulan tersebut), dan yang Allah Ta’ala telah haramkan di dalamnya berperang kecuali untuk membela diri. Inilah bulan-bulan yang salah satunya ialah bulan Rajab, tidaklah dikhususkan dengan sesuatu yang telah dijelaskan dari ibadah-ibadah, kecuali bulan Muharram, maka di dalamnya terdapat keutamaan berupa shiyam, dan bulan Dzulhijjah, maka di dalamnya terdapat ibadah qurban.
Sedangkan bulan Rajab, maka sesungguhnya tidak ada pengkhususannya berupa shiyam maupun qiyam, tidak ada hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap hadits yang datang tentang keutamaan shalat di bulan rajab atau keutamaan shiyam di bulan rajab, seluruhnya merupakan hadits-hadits dha’if sekali, bahkan sebagian ulama telah mengatakan bahwa sesungguhnya hadits-hadits tersebut maudhu’ah (palsu) dan makdzubah (dusta) atas nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka tidaklah halal bagi seseorang untuk menyengaja (berbuat sesuatu) atas dasar hadits-hadits yang dha’if ini. Bahkan yang dikatakan sesungguhnya itu adalah hadits-hadits maudhu’, tidaklah halal bagi seseorang untuk menyengaja (berbuat sesuatu) atasnya, dan dia mengkhususkan bulan rajab dengan shiyam atau shalat. Tidak halal.”

Karena sandaran yang lemah lagi palsu

Amalan-amalan yang umumnya dilakukan dengan berdasar pada hadits lemah bahkan palsu, sebagaimana kebanyakan kaum muslimin sekarang ini yang mengkhususkan berpuasa di bulan Rajab dengan berdasar pada hadits:
“Sesungguhnya di surga terdapat sebuah sungai yang dinamakan Rajab yang lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang berpuasa selama satu hari dibulan Rajab, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memberinya minum dari sungai tersebut.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Hibban dalam al-Majrubin dan al-Baihaqi dalam Fadhail al-Auqat dan al-Syairazi dalam al-Alqab seperti yang diisyaratkan oleh al-Suyuti. Kesemuanya dari Anas. Hadits ini telah dihukumi palsu oleh beberapa ulama seperti Ibn al-Jauzi, al-Dzahabi dan Ibn Hajar dalam Lisan al-Mizan. Penyebabnya adalah di dalam sanad hadits ini terdapat perawi pendusta yaitu Manshur ibn Yazid. Ibn al-Jauzi mengatakan banyak yang tidak diketahui. Akan tetapi al-Suyuti dan Ibn Hajar dalam kitab Tahyin al-’Ajab hanya mendhaifkan hadits ini, berbeda dengan hukuman beliau dalam kitab Lisan al-Mizan. Beliau berkata ”Isnadnya secara umum adalah dha’if, akan tetapi ia belum sampai menjadikan hadits ini palsu”.

Dalam Kitab Durratun Nashihin yang ditulis oleh Dr Ahmad Luthfi Fathullah MA, setidaknya ada 9 hadits dhaif dan palsu yang berkaitan dengan bulan Rajab termasuk hadits di atas.

Ibnu Hajar al-Asqalani ketika beliau berkata: “Tidak dijumpai hadits shahih yang dapat dijadikan hujjah mengenai keutamaan bulan Rajab, puasa Rajab, puasa pada hari tertentu dibulan Rajab dan beribadah pada malam tertentu dibulan Rajab. Kepastian ini telah ditetapkan sebelumnya oleh al-Imam al-Hafizh Abu Ismail al-Harawi, dia berkata:”Adapun hadits-hadits mengenai Keutamaan bulan Rajab atau Keutamaan puasa Rajab atau puasa pada hari-hari tertentu dibulan Rajab cukuplah jelas dan tebagi menjadi dua bagian yaitu Dha’if (lemah) dan Maudhu’ (Palsu)”

Ibnu Qayyim al-Jauziyah juga telah mengisyaratkan qaidah yang disebutkan oleh Ibnu Hajar. Beliau berkata dalam kitab al-Manar al-Munir
“Semua Hadits mengenai puasa Rajab dan Shalat pada beberapa malam di bulan Rajab adalah dusta yang nyata”

Syaikh ‘Utsaimin sendiri pernah mendapati orang-orang pendatang di negeri beliau berpuasa pada hari pertama bulan Rajab dengan alasan bahwa hal ini umum mereka laksanakan di negeri asalnya. Kemudian syaikh menasehati mereka bahwa sesungguhnya amalan tersebut adalah bid’ah dan sesungguhnya tidak boleh seseorang untuk mengkhususkan suatu waktu ataupun tempat dengan ibadah yang Allah dan rasul-Nya tidak meng-khususkannya dengannya. Oleh karena kita beribadah dengan syari’at Allah, bukan dengan hawa nafsu kita dan bukan dengan kecenderungan kita dan keinginan kita. Sesungguhnya wajib atas kita untuk berkata “Kami mendengar dan kami taat, kami mengerjakan apa-apa yang Allah perintahkan dan meninggalkan apa-apa yang Allah larang, dan kami tidak mensyariatkan diri-diri kami dengan ibadah-ibadah yang Allah dan rasul-Nya tidak mensyariatkannya.”

Menjauhi Bid’ah
Sesungguhnya di dalam apa-apa yang datang dalam kitabullah dan di dalam apa-apa yang telah shahih dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dari amal-amal yang shalih telah cukup daripada apa-apa yang datang di dalam hadits-hadits dha’ifah (lemah) atau maudhu’ah makdzubah (palsu lagi dusta) atas Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Sebuah ungkapan yang sangat bijak dan cerdas dari salah seorang sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah, Sedikit tapi sunnah jauh lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid’ah.”

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka siapa saja yang hidup sepeninggalku niscaya ia akan menemukan banyak perselisihan. Oleh karena itu ikutlah sunnahku dan sunnah para penerusku yang mendapat petunjuk (al-Khulafaur Raasyidun)…gigitlah (peganglah) sunnah tersebut kuat-kuat dan jauhilah olehmu perkara-perkara baru yang diadakan orang karena apa yang diada-adakan tersebut adalah bid’ah”.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam melewati hari-hari kita dengan ibadah-ibadah yang kita laksanakan sesuai apa yang telah diperintahkan dan dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Amin. Wallahu a’lam. (AF)
Buletin al Balag edisi 23 tahun IV Rajab 1430

Pasang toolbar wahdahmakassar.org di browser Anda, Klik Di sini!

About the Author