Berpuasa Sehari atau Dua Hari Sebelum Ramadhan
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi yang terbiasa berpuasa. maka hendaknya ia (tetap) berpuasa (seperti biasa)”. (Muttafaqun ‘alaihi).
Biografi Singkat Sahabat Perawi Hadits.
Nama beliau adalah ‘Abdurrahman bin Shakhr ad Dausi. Pada masa jahiliyyah, beliau bernama Abdu Syams, dan ada pula yang berpendapat lain. Kunyah-nya Abu Hurairah (inilah yang masyhur) atau Abu Hir, karena memiliki seekor kucing kecil yang selalu diajaknya bermain-main pada siang hari atau saat menggembalakan kambing-kambing milik keluarga dan kerabatnya, dan beliau simpan di atas pohon pada malam harinya. Dalam Shahihul Bukhari disebutkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanggilnya, “Wahai, Abu Hir”.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu masuk Islam antara setelah perjanjian Hudaibiyyah dan sebelum perang Khaibar. Beliau radhiyallahu ‘anhu datang ke Madinah sebagai muhajir dan tinggal di Shuffah (di samping masjid Nabawi).
Ibunya pernah didoakan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, agar Allah memberinya hidayah untuk masuk Islam, dan do’a tersebut dikabulkan.
Para Ulama hadits sepakat, beliau adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan bahwa, dalam Musnad Baqiy bin Makhlad terdapat lebih dari 5300 hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Beliau radhiyallahu ‘anhu wafat pada tahun 57 H menurut pendapat yang terkuat.
Penjelasan Umum:
Hadits di atas berisi larangan mendahului ramadhan dengan berpuasa sehari atau hari sebelumnya. Sebagian Ulama berpendapat, haram berpuasa sehari/dua hari sebelum Ramadhan. Namun kebanyakan Ulama berpendapat, hukumnya makruh dan tidak haram.
Hikmah dari larangan tersebut adalah untuk membedakan antara puasa wajib dan puasa sunnah dan sebagai persiapan menghadapi puasa Ramadhan dengan penuh semangat dan antusias. Mengenai hikmah ini Ibnu Hajar rahimahullah berpendapat bahwa hukum puasa ramadhan bergantung pada ru’yatul hilal. Barangsiapa mendahului puasa Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari (sebelumnya), maka ia telah berusaha menyelisihi hukum tersebut.
Namun demikian hadits tersebut di atas memberikan keringanan (rukhshah) kepada orang yang telah terbiasa berpuasa sebelumnya (misalnya puasa sunnah senin & kamis, puasa Daud). Orang yang telah tebiasa berpuasa sebelumnya diberikan keringanan untuk tetap berpuasa. Demikian pula dengan orang yang memilki kewajiban berpuasa seperti puasa qadha Ramadhan dan puasa nadzar dan ia tidak memiliki waktu untuk menunaikan kewajibaanya tersebut, maka ia tidak hanya mendapatkan keringanan untuk tetap berpuasa, bahkan ia wajib berpuasa meskipun sehari/dua hari sebelum Ramadhan.
Sebagian Ulama Syafi’iyyah melarang puasa jika telah lewat pertengahan Sya’ban (16 sya’ban ke atas). Mereka berhujjah dengan hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika telah masuk pertengahan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa”. (HR Abu Daud, Tirmidziy dan Ibnu Majah). Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban rahimahullah. Namun mayoritas Ulama melemahkan hadits ini dan mereka tetap membolehkan berpuasa meski telah lewat pertengahan Sya’ban. Dasarnya adalah perbuatan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tetap berpuasa meski telah lewat pertengahan Sya’ban, bahkan beliau banyak berpuasa pada bulan Sya’ban. Sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban, bahkan beliau berpuasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban.
Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata:
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berpuasa sebulan lebih banyak dari pada bulan Sya’ban, sesungguhnya beliau berpuasa pada seluruhnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad yaitu hadits Ummu Salamah radhiyallaahu ‘anha beliau berkata:
“Bahwasanya Nabi tidak pernah berpuasa sebulan penuh dalam setahun kecuali bulan Sya’ban yang diteruskan dengan puasa Ramadhan”.
Kesimpulan:
- Larangan mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau hari sebelumnya.
- Ada keringanan dan diperbolehkan bagi orang yang telah terbiasa berpuasa sebelumnya untuk tetap berpuasa.
- Hikmah dari larangan tersebut adalah untuk membedakan antara puasa wajib dan puasa sunnah dan sebagai persiapan menghadapi puasa Ramadhan dengan penuh semangat dan antusias.
- Orang yang memilki kewajiban berpuasa, baik berupa puasa qadha atau puasa nadzar, maka ia wajib untuk tetap berpuasa meski sehari/dua hari sebelum Ramadhan.
- Boleh berpuasa meski telah masuk/lewat pertengahan bulan Sya’ban.
Wallaahu a’lam bishawab.
Sumber: Taudhiyhul Ahkam Min Bulugul Maram.