Berpuasa Pada Hari yang Meragukan
Dari ‘Ammar bin Yasir radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ
“Barangsiapa berpuasa pada hari syak (yang diragukan),maka ia telah bermaksiat (durhaka) kepada Abul Qasim (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).” (Hadits ini disebutkan oleh Imam Bukhari secara mu’allaq, dan dinilai maushul oleh lima Ahli hadits, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Pelajaran dari Hadits:
- Dilarang berpuasa pada hari yang diragukan pada bulan Ramadhan, yaitu jatuhnya hari pertama bulan Ramadhan tanpa keyakinan (kepastian). Pada saat itu tidak diketahui apakah hari pertama itu termasuk bulan Ramadhan atau tidak, yaitu malam ketigapuluh dari bulan Sya’ban jika ada sesuatu yang menghalangi tampaknya bulan.
- Keharaman berpuasa pada hari syak (meragukan) tersebut, disebabkan menjadi bentuk kedurhakaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”
- Hadits di atas menunjukkan satu kaidah hukum yang menyatakan,Yang asal atau kuat tetap berlakunya apa/hukum yang ada menurut keadaanya semula. Implementasi kaidah ini adalah tetapnya bulan Sya’ban dan belum masuknya bulan Ramadhan, selama kita meyakini masih berlangsungnya bulan Sya’ban dan belum adanya tanda-tanda masuknya bulan Ramadhan.
- Abul Qasim adalah kuniyah/gelar atau panggilan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Qasim adalah nama putra beliau dari istri beliau Khadijah radhiyallaahu ‘anha.
(Sumber: Disalin dari Taudhiyhul Ahkam Min Bulughul Maram).