Published On: Fri, Nov 4th, 2011

Berhari Raya Idul Adha Sesuai Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Hari Raya qurban, termasuk kekhususan umat ini dan termasuk tanda-tanda agama yang tampak, juga termasuk syi’ar-syi’ar Islam, maka hendaknya kita menjaganya dan menghormatinya.

“Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (Al Hajj 32).

Adab-Adab dan Hukum-Hukum Seputar ‘Idul Adha

Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas adab-adab dan hukum-hukum tentang hari raya :

1. Takbir.

Disyari’atkan bertakbir sejak terbit fajar pada hari Arafah hingga waktu Ashar hari tasyrik terakhir, yaitu pada tanggal tiga belas Dzulhijjah. Allah berfirman:

“Dan berzikirlah (dengan menyebut) dalam beberapa hari yang terbilang.” (Al Baqarah 203)

Caranya dengan membaca:

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laailaha Illallah, Allahu Akbar. Allahu Akbar walillahilhamdu.

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan bagi-Nya segala pujian”

Disunnahkan mengeraskan suaranya bagi orang laki di masjid-masjid, pasar-pasar dan rumah-rumah setelah melaksanakan shalat, sebagai pernyataan atas pengagungan kepada Allah, beribadah kepada-Nya dan mensyukuri-Nya.

2. Menyembelih binatang qurban.

Hal tersebut dilakukan setelah selesai shalat Id, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka hendaklah dia menggantinya dengan hewan qurban yang lain, dan siapa yang belum menyembelih, maka hendaklah dia menyembelih” (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Waktu menyembelih qurban adalah empat hari, hari raya dan tiga hari tasyrik, sebagaimana terdapat dalam hadits shahih dari Rasulullah beliau bersabda: Semua hari tasyrik adalah (waktu) menyembelih (Lihat Silsilah Shahihah no. 2476)

3. Mandi dan mengenakan wewangian.

Hal ini bagi orang laki dan memakai pakaian yang paling bagus tanpa berlebih-lebihan, tanpa isbal (menjulurkan pakaiannya hingga melebihi mata kaki), tidak mencukur janggut karena hal tersebut haram hukumnya.

Sedang-kan wanita disyari’atkan baginya keluar menuju tempat shalat Id tanpa tabarruj (berhias), tanpa memakai wewangian dan hendaklah seorang muslimah berhati-hati berangkat dalam rangka ta’at kepada Allah dan shalat sedang dia melakukan maksiat kepada-Nya dengan tabarruj, membuka aurat dan memakai wewangian di hadapan orang laki.

4. Makan daging qurban.

Rasulullah tidak makan daging korban sebelum pulang dari shalat Id, setelah itu baru dia memakannya.

5. Pergi ke tempat shalat Id.

Berjalan kaki jika memungkinkan dan disunnahkan shalat Id di lapangan terbuka, kecuali jika terdapat uzur seperti hujan misalnya, maka pada saat itu sebaiknya shalat di masjid berdasarkan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

6. Shalat bersama kaum muslimin dan mendengarkan khutbah.

Adapun yang dikuatkan oleh para ulama seperti Syaikh Islam Ibnu Taimiyah bahwa shalat Id hukumnya wajib berdasarkan firman Allah (yang artinya).

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (Al-Kautsar : 2)

Perbuatan tersebut tidak gugur kecuali dengan uzur syar’i. Adapun wanita tetap diperintahkan menghadiri shalat Id bersama kaum muslimin, bahkan sekalipun yang haid dan para budak dan bagi mereka yang haidh di jauhkan dari tempat shalat.

7. Menempuh jalan yang berbeda.

Disunnahkan untuk berangkat ke tempat shalat Id lewat satu jalan dan pulang lewat jalan yang lain berdasarkan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

8. Ucapan selamat.

Tidak mengapa saling mengucapkan selamat seperti :

“Taqabbalallahu minna waminkum”

“Semoga Allah menerima (amal) kita dan anda sekalian”.

Sekian, semoga kecintaan kita terhadap sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi penolong bagi kita untuk mendapat syafaat dari Rasulullah di akhirat atas izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sumber: Diringkas dari tulisan “Hukum-hukum dalam merayakan Iedhul Adha, dan Kemungkaran-kemungkaran yang terjadi di Hari Raya” yang ditulis oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari dan Syaikh Salim Al Hilali.

Pasang toolbar wahdahmakassar.org di browser Anda, Klik Di sini!

About the Author