Batasan antara Ghibah dan Nasehat
Dari saudara Anugrah Budianto di jl. Sultan Alauddin
Pertanyaan:
Bismillahirrahmanirrahim, assalamu ‘alaikum. Ustadz ana mau bertanya, apa hukumnya jika kita menyampaikan aib si fulan secara terang-terangan tetapi tidak menyebut nama si fulan itu sndiri, namun secara tidak langsung menyindir orang tersebut. Terus ustadz apa hukumnya jika tertawa yang keras namun karena kebiasaan yang terbawa waktu masih kecil. Syukran atas jawabannya, wa jazakallah khairan.
Jawaban:
Wa’alaikum salam warahmatullah. Secara asal hal itu diharamkan dan masuk dalam kategori ghibah namun dibolehkan jika ada maslahat yang besar didalamnya. Seperti untuk memberi peringatan kepada orang lain agar berhati-hati dari sifat orang tersebut. Apatah lagi ketika ia tidak berhenti dari keburukan yang ia lakukan setelah ia dinasehati dan nampak darinya kebanggaan dalam melakukan keburukan tersebut. Maka dalam kondisi seperti ini tidak mengapa diceritakan keburukannya sekadarnya dan ia masuk dalam kategori nasehat insya Allah. Namun jika tidak maka kembali ke hukum asal bahwa haram hukumnya menceritakan kejelekan orang lain, bahkan pelaku dosa besar sekalipun selama terlihat penyesalan dan taubat darinya, dan merupakan kewajiban bagi kita untuk menutupi aib dan kesalahannya.
Sifat bawaan yang tercela bisa dirubah sedikit-demi sedikit dengan melatih diri insya Allah dengan berusaha mencontoh dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kalau sulit mencontoh keseluruhan minimal kita berusaha mendekati sesuai kemampuan kita. Wallahu A’lam.
Dijawab oleh Ustadz Harman Tajang, Lc. hafidzahullah
——————————
Silahkan kirim pertanyaan Anda seputar masalah Islam di Konsultasi Syari’ah. Jawaban akan kami posting di Rubrik Konsultasi atau kami kirim ke alamat email Anda.