Berbicara mengenai kehidupan, kita tidak bisa sama sekali memisahkannya dengan berbagai macam permasalahan yang mendera. Baik itu permasalahan di dalam keluarga maupun permasalahan dengan masyarakat di sekitar kita. Salah satu permasalahan yang akut didalam masyarakat adalah penyakit hasad (dengki). Hasad adalah penyakit yang secara sadar atau tidak sadar sudah melekat dan menjadi kronis di tubuh umat ini. Penyakit ini dapat membuat sebuah keluarga hancur berantakan dan masyarakat tercerai-berai. Itu adalah akibat dari tajamnya lisan-lisan dan sengitnya sikap seseorang yang tidak senang terhadap orang lain.
Definisi hasad
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah melakukan pengkajian yang mendalam mengenai makna dari hasad hingga beliau menyimpulkan bahwa definisi hasad yang benar adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain.
Bahaya hasad
Berikut ini 7 bahaya hasad yang perlu untuk diketahui agar kita dapat menjauhkan diri dari sifat tersebut.
1. Hasad adalah sifat orang-orang yahudi
Hasad merupakan salah satu sifat buruk yang dimiliki oleh orang-orang yahudi. Allah telah berfirman di dalam al-Qur’an (yang artinya),
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.” (QS. AnNisaa : 54)
Ayat di atas telah memberikan penjelasan kepada kita bahwa orang-orang yahudi adalah orang-orang yang memiliki hasad yang besar kepada umat Islam. Oleh karena itu, tak ayal mereka selalu memerangi umat Islam dari zaman ke zaman. Dengan kebencian yang mendalam kepada umat Islam, mereka tidak akan senang dan rela jika Islam tersebar luas di dunia. Oleh karena itu mereka selalu melancarkan propaganda-propaganda yang dapat membuat cahaya Islam redup.
2. Orang yang memiliki sifat hasad tidak sempurna imannya
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak sempurna iman salah seorang kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya segala sesuatu yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (Muttafaqun ‘alaih).
Dalam hadits di atas Rasulullah menerangkan bahwa diantara bukti sempurnanya iman seseorang yaitu ia mencintai segala sesuatu yang baik untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai kebaikan tersebut dimiliki oleh dirinya sendiri. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat sulit ditemui di hari ini. Dimana banyak sekali orang yang tidak senang dengan kenikmatan dan kesenangan yang diperoleh oleh tetangganya. Bahkan yang lebih buruk, ia berdo’a agar nikmat yang diterima tetangganya tersebut hilang dan berpindah kepadanya. Na’udzubillah min dzalik.
3. Tidak suka dengan takdir yang Allah tetapkan untuknya
Mengapa bisa demikian? Jikalau kita menelisik lebih dalam, kita akan menemukan bahwa orang yang di dalam dirinya terdapat penyakit hasad, seakan-akan dia ingin berperan dalam menentukan takdir dirinya sendiri karena ia merasa bahwa dirinyalah yang paling pantas dalam menerima kenikmatan yang telah Allah ciptakan itu sehingga ia tidak ingin orang lain mendapatkannya. Ini merupakan sifat yang buruk yang dapat menimpa kita sadar maupun tidak. Oleh karena itu, marilah kita jaga diri kita dari sifat yang buruk ini.
4. Menciptakan sifat keegoisan yang tinggi
Karena dengan perasaan hasad yang ia miliki, ia sama sekali tidak senang akan apa yang dimiliki oleh orang lain, bahkan ia menganggap bahwa dialah yang seharusnya mendapatkan itu, bukan orang lain. Dan yang paling parah dari semua itu adalah bahwa ia memikirkan cara-cara yang jahat agar bagaimana nikmat tersebut bisa pindah kepada dirinya. Ini sangat berkaitan erat dengan bahaya nomor dua yang telah disebutkan di atas.
5. Hasad dapat menghancurkan kebaikan yang ada di dalam dirinya
Benar saja pernyataan di atas, karena orang yang memiliki sifat hasad akan terus merasa gerah dengan orang lain sehingga ia tidak akan pernah rela orang lain memiliki ini dan itu. Lalu ia menyebarkan propaganda-propaganda dan gosip-gosip agar tetangganya tersebut jatuh harga dirinya di hadapan masyarakat. Oleh karena itu, Rasulullah melarang seseorang untuk hasad kepada orang lain dikarenakan ia dapat menyebabkan hilangnya kebaikan-kebaikan yang ada di dalam diri orang tersebut sebagaimana sabda beliau, “Jauhilah oleh kalian hasad karena ia akan memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu daud).
Inilah sebab terlarangnya hasad. Karena ia akan menyebabkan pahala-pahala yang telah kita dapatkan selama ini berguguran satu demi satu.
6. Hasad dapat memecah belah persatuan
Karena sifat dengki atau hasad apabila telah bercokol di dalam dada seseorang maka akan sangat sulit sekali sembuh. Apalagi ketika ia telah mencapai stadium akhir, maka akan sangat berbahaya sekali. Sampai-sampai sifat ini bisa memecah belah persatuan kaum muslimin. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Janganlah kalian saling hasad, saling berbuat curang, saling membenci, saling menjauhi, dan janganlah kalian membeli barang yang telah dibeli orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim).
Hadits ini memberikan gambaran kepada kita tentang bahaya hasad bahwa hasad bisa membuat seseorang bermusuhan dengan yang lainnya.
7. Hidupnya tidak akan pernah tenang dan tentram, apalagi bahagia.
Orang yang terjangkiti penyakit hasad akan selalu dalam keadaan gundah gulana dan resah melihat orang lain lebih darinya. Semakin orang lain mendapat kesenangan maka dia semakin menderita.
Terapi hasad
Setelah kita mengetahui bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penyakit hasad, maka selanjutnya kita akan membahas apa yang dapat kita lakukan ketika penyakit hasad ini timbul di dalam hati.
1. Mendiamkan dan menyembunyikannya
Apabila penyakit itu mulai timbul di dalam diri kita, hendaklah kita menyembunyikan dan mendiamkan penyakit tersebut di dalam hati kita. Janganlah sekali-kali kita menampakkannya di hadapan orang lain, karena hal tersebut akan menyulut api kehancuran yang dapat mendera di tubuh kaum muslimin.
Berdo’alah kepada Allah agar menghilangkan hasad dari dalam hati kita. Sebagaimana do’a yang telah diajarkan Allah di dalam al-Qur’an (yang artinya), “Ya Rabb Kami, ampunilah kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hasyr : 10)
Allah telah menuntun kita untuk berdo’a kepada-Nya dalam ayat di atas untuk menghilangkan hasad yang ada di dalam diri kita. Karena bisa saja di saat kita lengah, setan memenfaatkannya untuk menghancurkan diri kita.
2. Berusaha ridho dengan takdir Allah
Allah telah mengajarkan kita untuk ridho dengan semua yang telah Ia tetapkan dengan firman-Nya (yang artinya), “Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al Furqan : 2)
Maka marilah wahai saudaraku seiman, kita tanamkan rasa qana’ah di dalam diri kita, sehingga kita tidak merasa dengki atau hasad atas apa yang di miliki oleh orang lain.
3. Jadikan surga dan ridha Allah sebagai cita-cita tertinggi kita
Hal ini dimaksudkan agar kita tidak memiliki hasad dan dengki kepada nikmat yang dimiliki orang lain. Maka apakah lagi yang kita harapkan seandainya kita mengetahui kenikmatan-kenikmatan yang ada di surga? Tentu kita tidak akan lagi menginginkan kenikmatan yang dimiliki oleh orang lain di dunia ini. Namun sedikit dari kita mengetahui hal tersebut, sehingga kita lebih menginginkan apa yang ada di dunia ini dan tidak menginginkan apa yang ada di surga. Allah berfirman (yang artinya),
“Dan janganlah engkau tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia, agar Kami uji mereka dengan kesenangan itu. Dan karunia Tuhan-mu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Thaha : 131)
Ayat ini telah memberikan bukti kepada kita, jikalau seandainya kita mengetahui apa yang telah Allah sediakan di dalam surga, niscaya kita tidak mungkin ingin harta benda yang ada di dunia ini.
Maka marilah kita jauhkan sifat hasad di dalam diri kita, qona’ah-lah terhadap apa yang telah kita miliki, dan jadikanlah kenikmatan surga sebagai tujuan kita hidup di dunia.
Beda hasad dan ghibtoh
Ghibtoh adalah keinginan agar semisal dengan orang lain, namun tidak menginginkan nikmat orang lain hilang. Ghibtoh dihalalkan untuk 2 hal, sebagaimana dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Hasad yang dimaksud di sini adalah hasad yang dibolehkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bukan hasad yang tercela.” Ibnu Baththol mengatakan pula, “Inilah yang dimaksud dengan judul bab yang dibawakan oleh Imam Bukhari yaitu “Bab Ghibthoh dalam Ilmu dan Hikmah”. Karena siapa saja yang berada dalam kondisi seperti ini (memiliki harta lalu dimanfaatkan dalam jalan kebaikan dan ilmu yang dimanfaatkan pula, pen), maka seharusnya seseorang ghibthoh (berniat untuk mendapatkan nikmat seperti itu) dan berlomba-lomba dalam kebaikan tersebut.”
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud hadits di atas adalah tidak ada keringanan pada hasad kecuali pada dua hal atau maksudnya pula adalah tidak ada hasad yang baik (jika memang benar ada hasad yang baik). Disebut hasad di sini dengan maksud hiperbolis, yaitu untuk memotivasi seseorang untuk meraih dua hal tersebut. Sebagaimana seseorang katakan bahwa hal ini tidak bisa digapai kecuali dengan jalan yang keliru sekali pun. Dimotivasi seperti ini karena adanya keutamaan jika seseorang menggapai dua hal tersebut. Jika jalan yang keliru saja ditempuh, bagaimana lagi jika jalan yang terpuji yang diambil dan mungkin tercapai. Intinya masalah ghibtoh ini sejenis dengan firman Allah (yang artinya):
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (QS. Al Baqarah: 148.)
Karena musobaqoh yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah berlomba-lomba dalam kebaikan, siapakah nantinya yang terdepan. Wallahu a’lam.[]