Ayah, Ibu Inilah Aku..
Anak sholeh merupakan dambaan setiap orang tua, kesholehan seorang anak sangat dipengaruhi oleh andil kedua orang tuanya. Tapi tidak jarang seorang anak menjadi durhaka juga disebabkan karena kelalaian kedua orang tuanya.
Harapan pada kebaikan seorang anak membutuhkan nafas yang panjang, tidak cepat puas dengan kesholehannya dan juga tidak putus asa dengan kedurhakaannya. Kekeliruan dalam pembinanan, serta porsi waktu yang kurang merupakan kegagalan yang mendasar dalam pembentukan kepribadian seorang anak.
Dalam upaya penyempurnaan kepribadian anak, orang tua hendaknya bisa memahami sifat fitrah dari anaknya, olehnya itu kelapangan dada dan kesabaran tinggi sangat dibutuhkan. Diantra sifat fitrah seorang anak yaitu :
1. Tidak senang jika tidak dipercaya
Allah Ta’ala telah menciptakan naluri harga diri pada setiap manusia, sebagaimana dalam firman-Nya : “….dan sungguh Kami telah memuliakan anak-anak adam” . (Qs 17:70). Sejak kecil manusia telah memiliki tuntutan untuk dihargai oleh orang lain. Anak-anak pun demikian adanya keinginan dihargai oleh orang tua. Penghargaan yang diharapkannya dari kedua orang tuanya minimal rasa percaya, terutama bila anak-anak telah dewasa dan telah mampu berbuat sendiri.
Anak merasa kehilangan kemandirian bila orang tuanya selalu mengendalikan atau mengarahkan atau menggurui apa yang akan dikerjakan olehnya. Anak yang telah mampu berpikir mandiri sangat mendambakan orang tuanya melepaskan dirinya untuk mendapatkan pengalaman sendiri dalam kehidupannya, hal ini untuk menyatakan jati dirinya kepada orang lain. Disinilah diperlukan sikap obyektif orang tua menanggapi sikap anaknya. Anak yang berhasil memperoleh kepercayaan orang tuanya maka ia merasa dirinya sangat dihargai.
Allah Ta’ala telah memberikan contoh kepada orang tua akibat ketidak percayaannya kepada anaknya, didalam Al-qur’an Allah berfirman : “ Mereka anak-anak ya’kub berkata : Wahai Ayah kami mengapa engkau tidak mempercayai kami tentang yusuf, padahal kami sungguh-sungguh berlaku jujur kepadanya.” (QS 12 : 11). Contoh yang Allah kemukakan dalam kasus putra-putra Nabi Ya’qub yang ingin membawa Yusuf bermain-main bersama mereka ke tengah padang pasir adalah sesuatu yang sangat fitrah. Walaupun masalahnya sangat sederhana, yaitu mengajak adiknya untuk bermain-main ditempat yang jauh, tetapi karena orang tuanya tidak mau mempercayai apa yang hendak dilakukan terhadap adiknya, maka hal ini membuat mereka bersedih.
Adanya fitrah anak tidak senang kalau tidak dipercayai oleh orang tuanya, hendaknya menjadi petunjuk dalam membina hubungan dengan anak, rasa percaya orang tua kepada anak dapat membantu membina kepribadiannya yang baik. Sebaliknya, sikap orang tua yang tidak percaya kepada anaknya atau kejujurannya dapat mengganggu sikap percaya diri anak.
2. Senang diperlakukan secara dewasa
Pada usia baligh, pada diri seorang anak akan muncul fitrah atau naluri kemampuan mempertimbangkan secara rasional apa yang dilakukan bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu, pada saat seperti ini seorang anak menuntut orang lain, baik orang tuanya maupun orang luar untuk memperlakukannya secara dewasa. Bersamaan dengan itu juga anak tidak akan menerima perlakuan otoriter, doktriner, pemaksaan maupun serba membeo kepada orang lain. Segala hal yang mereka lakukan dituntut penjelasan secara masuk akal.
Allah Ta’ala memperlihatkan kembali kepada para orang tua bagaimana sikap Nabi Ibrahim kepada putranya Ismail sebagaimana dalam firman-Nya : “Maka tatkala anak itu sampai (umur) sanggup berusaha bersama-sama ibrahim, ibrahim berkata: “ Wahai anakku tercinta, sungguh aku telah melihat dalam mimpiku bahwa aku benar-benar menyembelihmu. Karena itu, pikirkanlah, bagaimana pendapatmu”? Jawabnya : “Wahai ayahku tercinta, lakukanlah yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan dapati diriku termasuk orang-orang yang bersabar.” (Qs 37;102). Ketika Nabi Ibrahim mengahadapi Ismail yang mulai menginjak dewasa, beliau menyadari adanya tuntutan fitrah terhadap anaknya untuk diperlakukan secara dewasa.
Oleh karena itu, dalam menyampaikan perintah Allah yang menyangkut dirinya dengan putranya, Nabi ibrahim menggunakan cara yang demokratis. Yaitu Ismail diminta pendapatnya terlebih dahulu tentang sesuatu yang akan dilakukan ayahnya terhadap dirinya, Ismail pun menerima hal tersebut secara totalitas karena beliau paham bahwa hal ini merupakan wahyu Ilahi yang akan mengangkat martabat diri dan ayahnya disisi Allah Ta’ala.
Orang tua yang memperlakukan anaknya secara dewasa akan memudahkannya untuk berkomunikasi dengan anaknya, persoalan apapun yang hendak dibebankan orang tua kepada putra-putrinya insya Allah akan berhasil dengan sangat baik
3. Tidak senang dianak-tirikan
Orang tua yang memiliki lebih dari satu anak harus menyadari adanya fitrah pada setiap diri anaknya. Setiap anak tidak senang dianak-tirikan dengan alasan apapun, Allah Ta’ala berfirman : “ (Ingatlah) ketika mereka (putra-putra Ya’qkub) berkata : “Yusuf dan saudara-saudaranya lebih dicintai oleh ayah daripada kita, padahal kita ini banyak. Ayah kita jelas sekali kekeliruannya.” (Qs 12: 8). Fitrah anak untuk menuntut orang tuanya memperlakukan dirinya secara adil diantara saudara-saudaranya telah Allah tanamkan sejak dahulu kala.
Kisah yang Allah ungkapkan dalam kasus Nabi Ya’qub dengan putra-putranya dari istri pertamanya merupakan contoh kongkrit sehingga kisah diatas bukan sekedar riwayat hidup perorangan melainkan pernyataan Allah yang berlaku universal pada fitrah semua anak. Sebagaimana orang tua mempunyai fitrah ingin anak-anaknya memuliakan dirinya dan berbakti kapadanya secara jujur dan ikhlas, maka anak-anak pun menghendaki orang tuanya berlaku jujur dan adil terhadap semua anaknya.
4. Senantiasa mengharapkan Do’a orang tua
Do’a merupakan ibadah yang agung dan mulia, didalam alqur’an Allah Ta’ala telah mengabadikan do’a para Nabi dan Rasul-Nya yang juga sebagai orang tua bagi anak-anaknya, yang menunjukkan akan kemulian ibadah do’a ini. Maka terlebih lagi kepada kedua orang tua harapan dan upaya pada kebaikan seorang anak hendaknya tidak melupakan yang satu ini.
Permintaan anak kepada kedua orang tuanya agar memohonkan ampunan kepada Allah merupakan cerminan jiwa anak, Allah Ta’la berfirman : “ Merka (putra-putra) Ya’qub berkata : “ Wahai Ayah kami yang tercinta, mohonkanlah pengampunan bagi kami dari dosa-dosa kami. Sesungguhnya kami adalah orang yang berbuat dosa”. (QS 12: 97), ayat ini menjadi bukti bahwa apa yang dilakukan putra-putra Ya’qub ribuan tahun yang lalu, ternyata dilakukan juga oleh anak-anak pada masa kini, kerena itu patutlah bagi orang tua untuk selalu membantu anaknya dengan do’a agar mereka mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan.
Keempat fitrah anak ini, semoga menjadi rujukan kepada orang tua yang telah membina anaknya sekian lama, tetapi tidak juga memberikan hasil yang dapat dirasakannya. Terjadinya perilaku durhaka anak terhadap orang tua haruslah mendorong orang tua untuk melakukan instropeksi diri demi kebahagian diri dan anak-anaknya. Wallahul musta’an
Sumber :20 sifat fitrah Anak (Drs. M. Thalib)
Buletin Al Balagh Edisi 09 Tahun IV/Rabiul Awal 1430 H