Asal Usul Penamaan Rafidhah
Sebab Penamaan Syiah dengan Rafidhah
Penamaan syiah dengan rafidhah dinyatakan sendiri oleh pembesar mereka yang bernama al Majlisi dalam bukunya al Bihar, ia menyebutkan empat hadits dari hadits mereka sendiri.
Mereka diberi nama rafidhah disebabkan mereka mendatangi Zaid bin Ali bin al Husain seraya berkata “Berlepad dirilah kamu dari Abu Bakar dan Umar, dengan demikian kami akan bergabung bersamamu,” kemudian Zaid menjawab, “Mereka berdua adalah sahabat kakek saya, saya tak akan bisa berlepas diri dari mereka, bahkan akan selalu bergabung dengannya, dan berloyalitas kepadanya.” Lalu mereka berkata, “Jika demikian kami menolakmu.” Dengan demikian mereka diberi nama rafidhah yang artinya golongan penolak. Adapun orang-orang yang berbaiat dan setuju dengan Zaid diberi nama Zaidiyyah.
Dalam suatu pendapat disebutkan, mereka diberi nama rafidhah karena penolakannya akan keimaman Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma. Dan dalam pendapat lain, mereka diberi nama rafidhah karena penolakannya terhadap agama.
Berbagai Macam Sekte Rafidhah
Dijelaskan dalam Dairah al Maarif bahwa syiah ini bercabang-cabang menjadi lebih 73 sekte yang terkenal. Bahkan disinyalir sendiri oleh Mir Baqir al Damad, seorang rafidhah bahwa hadits yang menjelaskan tentang terbaginya umat menjadi 73 golongan adalah golongan syiah, dan yang selamat dari golongan-golongan ini adalah syiah al Imamiyyah.
Dikatakan oleh al Maqrizi bahwa golongan mereka berjumlah sampai tiga ratus golongan. Disebutkan oleh asy Syahrastani bahwah rafidhah terbagi menjadi lima bagian: al Kisaniyyah, az Zaidiyyah, al Imamiyyah, al Ghaliyyah, dan al Islamiyyah.
Al Baghdadi berkata, “Rafidhah setelah masa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu terbagi menjadi empat golongan: Zaidiyyah, Imamiyyah, Kisaniyyah, dan Ghulaati.” Dengan catatan bahwa Zaidiyyah tidak termasuk dalam golongan rafidhah, melainkan al Gharudiyyah bagian atau sempalan dari Zaidiyyah yang masuk ke dalam rafidhah.
Aqidah Bada’ yang Diyakini oleh Rafidhah
Bada’ artinya jelas, yang sebelumnya masih samar atau berarti munculnya pendapat baru. Bada’ dengan kedua arti di atas berkaitan erat dengan didahuluinya ketidaktahuan, atau munculnya pengetahuan baru, kedua sifat itu mustahil bagi Allah tapi rafidhah menisbatkan sifat bada’ kepada Allah subhanahu wata’ala.
Ar Rayyan bin as Shalt berkata, “Saya pernah mendengar ar Ridha mengatakan, ”Allah tidak mengutus Nabi kecuali diperintahkan untuk mengharamkan khamr dan menetapkan sifat bada’ kepada Allah.” (Ushul al Kafi, hal. 40). Abu Abdillah berkata, “Seseorang belum dianggap beribadah kepada Allah sedikitpun, sehingga ia mengakui sifat bada’ padaNya.” (Ushul al Kafi dalam kitan at Tauhid, 1/331) Mahatinggi Allah setinggi-tingginya dari tuduhan seperti ini.
Bayangkan wahai saudara seiman, bagaimana mereka menisbatkan kebodohan kepada Allah subhanahu wata’ala, yang Dia berfirman tentang Dzat-Nya sendiri,
“Katakanlah, Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib, kecuali Allah.” (QS. an Naml: 65)
Di balik itu rafidhah berkeyakinan dan beranggapan bahwa para imam mereka mengetahui segala ilmu pengetahuan, tidak ada sedikitpun yang samar baginya. Apakah ini aqidah islamiyah yang dibawa oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam?
Sumber: Buku “Menyingkap Hakikat Aqidah Syiah” oleh Syaikh Abdullah bin Muhammad