Antara Ukhuwah Islamiyah dan Persatuan Jahiliyah
Di zaman sekarang ini persatuan, kesatuan, persaudaraan antara kaum muslimin atau sering dikenal dengan ukhuwah islamiyah semakin tergerus. Kebanyakan bentuk persatuan hanya berdasarkan kepentingan kelompok atau golongan tertentu.
Semangat persatuan ataupun persaudaraan yang mengacu kepada sikap jahiliyah berupa fanatisme kelompok, suku, ras, kampung, geng bahkan nasionalisme sempit yang mengukur kebenaran pada kelompok. Persaudaraan bukan atas dasar rasionalitas dan hati nurani yang bersumber dari ajaran Ilahi. Sehingga sering kita dapatkan dua kelompok kemudian bertikai hanya karena kepentingan dan fanatisme tersebut. Jika terjadi perselisihan pada umat Islam dan mengakibatkan pertikaian bahkan permusuhan maka tentu hawa nafsu telah berperan di situ bukan lagi kebenaran.
Pada masyarakat Islam, ukhuwah Islamiyah merupakan sesuatu yang sangat penting dan mendasar, apalagi hal ini merupakan salah satu ukuran keimanan yang sejati. Karena itu, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, yang pertama dilakukannya adalah Al-Muakhah, yakni mempersaudarakan sahabat dari Makkah atau muhajirin dengan sahabat yang berada di Madinah atau kaum Anshar. Ini berarti, ketika seseorang atau suatu masyarakat beriman, maka seharusnya ukhuwah Islamiyah yang didasari oleh iman menjelma dalam kehidupan sehari-hari, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS Al-Hujurat:10)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, menyebut bahwa segala bentuk jargon, simbol-simbol jahiliyah dan fanatisme golongan adalah busuk dan menjijikkan. Pada suatu ketika ada seorang muslim dari kalangan Muhajirin bertengkar dengan saudaranya dari kalangan Anshar, lalu keduanya memanggil kawannya masing-masing, sehingga nyaris terjadi tawuran antar kelompok kaum muslimin. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima laporan mengenai kejadian itu, beliau bergegas datang, dan berkata : “Mengapa masih ada kebiasaan Jahiliyah (di tengah-tengah kalian). Mereka mengatakan: ya Rasulullah, ada orang muhajirin menendang seorang dari Anshar. Maka beliau berkata: “Tinggalkanlah kebiasaan jahiliyah, sebab itu sangat busuk dan menjijikkan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat membenci perpecahan dan mencintai persatuan sebagaimana dalam firman-Nya, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai..” (QS Al Imran: 103)
Perpecahan adalah kehancuran, sebaliknya persatuan (ukhuwah islamiyah) adalah keberhasilan berpegang teguh pada tali Allah yaitu Kitabullah. Perpecahan hanya akan melemahkan kaum muslimin dan membuat musuh-musuh Allah bergembira dengan hal tersebut.
Karena itulah Islam melarang hal-hal yang dapat memicu perselisihan dan perpecahan diantara kaum muslimin seperti saling mencurigai, saling memata-matai, saling ber-su’udzan, dan lainnya. Sungguh indah wasiat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jangan kalian saling hasad, jangan saling melakukan najasy (menawar dengan harga tinggi tanpa bermaksud membeli), jangan kalian saling membenci, jangan kalian saling membelakangi, jangan sebagian kalian membeli barang yang telah dibeli orang lain, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim bagi lainnya, karenanya jangan dia menzhaliminya, jangan menghinanya, jangan berdusta kepadanya, dan jangan merendahkannya. Ketakwaan itu di sini -beliau menunjuk ke dadanya dan beliau mengucapkannya 3 kali-. Cukuplah seorang muslim dikatakan jelek akhlaknya jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim diharamkan mengganggu darah, harta, dan kehormatan muslim lainnya.” (HR. Muslim)
Ukhuwah Islamiyah, Persaudaraan Hakiki
Pembaca yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Persatuan karena kepentingan dunia sesaat bisa dipastikan tidak akan berlangsung lama. Mungkin hari ini bersatu tapi besok sudah jadi musuh dan begitupun sebaliknya. Makanya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita dalam ayat telah dituliskan di atas, hendaknya kita bersatu dengan memegang teguh agama Allah Ta’ala, bersatu di atas kecintaan kepada Allah semata, bersatu atas dasar akidah dan manhaj yang benar. Itulah persaudaraan yang hakiki dan bermanfaat hingga di akhirat kelak.
Kelak di akhirat semua manusia saling bermusuhan kecuali orang-orang yang bertakwa. Dimana ia mendasari ukhuwahnya dengan saling mencintai karena Allah Ta’ala. Ini digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa…”(QS. Az-Zukhruf: 67)
Salah satu penjelasan tentang ayat ini adalah bahwa persahabatan dan kecintaan yang dibangun di atas kekafiran dan kemaksiatan maka pada hari kiamat akan berubah menjadi permusuhan. Maka orang akan selamat darinya hanyalah orang-orang yang bertakwa yaitu yang benar-benar mentauhidkan Allah Ta’ala. Kecintaan yang akan kekal adalah kecintaan yang dijalin diantara orang-orang yang bertakwa kepada-Nya.
Perusak Ukhuwah Islamiyah
Agar ukhuwah islamiyah tetap terjaga kita perlu memperhatikan beberapa hal yang dapat merusak ukhuwah dan berupaya untuk menghindarinya sehingga ukhuwah bisa terjalin secara langgeng.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut hal-hal yang bisa merusak ukhuwah di dalam firman-Nya (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan) dan jangan pula wanita wanita-wanita mengolok-olokan wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita (yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 11-12)
Dari ayat di atas, ada enam hal yang harus kita hindari agar ukhuwah islamiyah tetap terpelihara:
Pertama, memperolok-olokan, baik antar individu maupun antar kelompok, baik dengan kata-kata maupun dengan bahasa isyarat karena hal ini dapat menimbulkan rasa sakit hati, kemarahan dan permusuhan. Manakala kita tidak suka diolok-olok, maka janganlah kita memperolok-olok, apalagi belum tentu orang yang kita olok-olok itu lebih buruk dari diri kita.
Kedua, mencaci atau menghina orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan, apalagi bila kalimat penghinaan itu bukan sesuatu yang benar. Manusia yang suka menghina berarti merendahkan orang lain, dan iapun akan jatuh martabatnya.
Ketiga, memanggil orang lain dengan panggilan gelar-gelar yang tidak disukai. Kekurangan secara fisik bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk memanggil orang lain dengan keadaan fisiknya itu. Orang yang pendek tidak mesti kita panggil si pendek, orang yang badannya gemuk tidak harus kita panggil dengan si gembrot, begitulah seterusnya karena panggilan-panggilan seperti itu bukan sesuatu yang menyenangkan. Memanggil orang dengan gelar sifat yang buruk juga tidak dibolehkan meskipun sifat itu memang dimilikinya, misalnya karena si A sering berbohong, maka dipanggillah ia dengan si pembohong, padahal sekarang sifatnya justru sudah jujur tapi gelar si pembohong tetap melekat pada dirinya. Karenanya jangan dipanggil seseorang dengan gelar-gelar yang buruk.
Keempat, berburuk sangka, ini merupakan sikap yang bermula dari iri hati (hasad). Akibatnya ia berburuk sangka bila seseorang mendapatkan kenikmatan atau keberhasilan. Sikap seperti harus dicegah karena akan menimbulkan sikap-sikap buruk lainnya yang bisa merusak ukhuwah islamiyah.
Kelima, mencari-cari kesalahan orang lain, hal ini karena memang tidak ada perlunya bagi kita, mencari kesalahan diri sendiri lebih baik untuk kita lakukan agar kita bisa memperbaiki diri sendiri.
Keenam, bergunjing dengan membicarakan keadaan orang lain yang bila ia ketahui tentu tidak menyukainya, apalagi bila hal itu menyangkut rahasia pribadi seseorang. Manakala kita mengetahui rahasia orang lain yang ia tidak suka bila hal itu diketahui orang lain, maka menjadi amanah bagi kita untuk tidak membicarakannya.
Demikianlah beberapa hal yang dapat merusak tali ukhuwah yang perlu diwaspadai serta dihindari oleh setiap insan, agar hubungan persahabatan dan persaudaran yang selama ini terjalin dapat terus terbina dan dilestarikan sehingga kekuatan muslim semakin kokoh di segala sendi-sendi kehidupan yang pada akhirnya terwujudlah masyarakat Islam yang Rahmatan lil a’lamin seperti yang telah dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta’ala.[af]
————————————————————————–
Anda punya tulisan berupa artikel, opini ataupun kisah nyata yang ingin dipublikasikan di website ini? Silahkan kirim ke info@wimakassar.org