Di zaman khilafah ash-Shiddiq, kaum muslimin ditimpa kekeringan panjang yang membinasakan tanaman dan hewan-hewan ternak. Di suatu pagi, mereka menghadap kepada ash-Shiddiq, mereka berkata, “Wahai Khalifah Rasulullah, sesungguhnya langit tidak menurunkan airnya dan bumi tidak menumbuhkan, orang-orang sudah berada di jurang kebinasaan. Apa yang engkau lakukan?”
Ash-Shiddiq memandang mereka dengan wajah yang teriris oleh kesedihan, dia menjawab, “Bersabarlah dan berharaplah pahala dari Allah. Aku berharap sore tidak tiba sehingga Allah telah mengangkat kesulitan yang menimpa kalian.”
Siang hampir berlalu, berita terdengar bahwa sebuah kafilah dagang milik Utsman bin Affan datang dari Syam dan bahwa ia akan tiba di Madinah di pagi hari. Begitu shalat Shubuh ditunaikan, orang-orang langsung berhamburan berbondong-bondong menyambut kafilah.
Para pedagang ikut menyambutnya, kafilah tersebut terdiri dari seribu ekor unta dengan gandum di punggungnya, minyak dan kismis.
Unta-unta itu menderum di depan rumah Utsman bin Affan, para pelayan mulai menurunkan muatan di punggungnya. Para saudagar menemui Utsman, mereka berkata, “Juallah apa yang baru tiba kepada kami wahai Abu Amru.” Utsman menjawab, “Dengan senang hati, tetapi berapa keuntungan yang kalian tawarkan kepadaku?” Mereka menjawab, “Satu dirham dengan dua dirham.” Utsman berkata, “Ada yang berani lebih tinggi dari itu.” Maka mereka menaikkan tawaran. Utsman berkata, “Ada yang berani lebih tinggi dari tambahan kalian itu.” Mereka pun menaikkan tawaran. Utsman berkata, “Ada yang berani lebih tinggi dari itu.” Maka mereka berkata, “Wahai Abu Amru, di Madinah ini tidak ada pedagang lain selain kami dan tidak ada yang mendahului kami kepadamu. Lalu siapa yang berani lebih tinggi daripada kami?”
Utsman menjawab, “Allah memberiku sepuluh dirham dengan setiap satu dirham. Ada yang berani lebih tinggi?” Mereka menjawab, “Tidak, wahai Abu Amru.” Maka Utsman berkata, “Sesungguhnya aku menjadikan Allah sebagai saksi bahwa aku mensedekahkan muatan kafilah kepada orang-orang miskin kaum muslimin, aku tidak mencari dinar atau dirham dari siapa pun. Aku hanya mencari pahala dan ridha Allah.”
At-Tarikh al-Islami, Mahmud Syakir.