Audio: Bertahun Baru dalam Pandangan Islam
Rekaman Kajian Aqidah “Bertahun Baru dalam Pandangan Islam” Oleh Ustadz Tata Abdullah, SHi, MPd di…
Rekaman Kajian Aqidah “Bertahun Baru dalam Pandangan Islam” Oleh Ustadz Tata Abdullah, SHi, MPd di…
Orang yang berjalan lurus akan tetap menghormati ulama yang berhak untuk dihormati, mencintai dan tetap loyal kepadanya, menempatkan kebenaran pada tempatnya. Mereka tetap mengagungkan kebenaran dan mengasihi makhluk Allah. Mereka sadar, bahwa seorang manusia mempunyai banyak kebaikan, dan tak akan terluput dari kesalahan.
Hukum Memanfaatkan Diskon Natalan dan Tahun Baru Oleh Ustadz Muhammad Yusran Anshar, Lc. MA.
Entah direncanakan atau sekadar latah, pada malam itu orang-orang seakan secara serempak melonggarkan moralitas dan kesusilaan. Bunyi terompet diselingi gelak tawa (bahkan dengan minuman keras) bersahut-sahutan di setiap tempat. Sepeda motor mengepulkan asap hingga mirip ‘dapur berjalan’ meraung-raung. Mobil-mobil membunyikan klakson sepanjang jalan. Cafe, diskotik dan tempat-tempat hiburan malam sesak padat. Orang-orang ‘tumpah’ di jalanan dengan satu tujuan: merayakan Tahun Baru.
Kemudian mereka berkata kepada yang seeorang lagi, “Berikanlah korban!” Orang yang kedua ini menjawab, “Aku tidak akan berkorban sedikitpun kecuali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kemudian ia memenggal leher orang itu, dan ia masuk surga.”
ustad Zaitun mengajak agar “kita tidak perlu alergi dan apriori secara berlebihan terhadap perbedaan. Karena para sahabat pun berbeda pendapat. Akan tetapi hal ini bukan bermaksud melegitimasi setiap perbedaan yang terjadi. Karena pada prinsipnya, tidak semua perbedaan dapat diterima dan ditolerir. Perbedaan yang dapat diterima adalah ikhtilaf yang bukan dalam masalah pokok dan prinsip”
Dr. Aswar Hasan, M.Si, yang menjadi salah satu pembicara dalam kegiatan ini mengatakan bahwa, seorang da’i atau lembaga dakwah harus menjadi “jembatan emas” yang menghubungkan antara kebutuhan dan kepentingan masyarakat dengan kewajiban pemerintah. “
“Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar.” Demikian ungkapan yang sangat populer dari Imam Syafi’i.
Lihatlah bagaimana Allah menyuruh berlaku adil, namun tidak cukup sampai di situ, Allah kemudian memerintahkan berbuat ihsan (kebajikan), dan tidak cukup dengan ihsan secara mutlak, Allah kemudian merincinya dengan menyuruh memberi kepada kaum kerabat, dan masih belum cukup hingga Allah menekankan agar kita meninggalkan perbuatan serta perkataan keji dan mungkar.
Syaikh Al-Islam juga telah menegaskan: “Siapa saja yang mengikuti hawa nafsu dan prasangkanya, kemudian memaki seorang alim karena kesalahan dalam ijtihad yang ia anggap benar, maka orang tersebut telah terjebak dalam bid’ah yang menyalahi Sunnah. Karena ia juga akan mendapat balasan serupa, atau lebih besar, atau mungkin lebih kecil dari orang-orang yang memuliakan sang alim tersebut.