Published On: Tue, Dec 25th, 2012

2 Prinsip Interaksi dalam Islam

Oleh: Burhanuddin.

Ajaran Islam mengandung nilai-nilai aplikatif, sempurna, yang mengatur konsep hidup, mulai dari yang terbesar hingga terkecil.

Konsep Islam dalam kehidupan telah termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits, yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang dilanjutkan oleh para sahabat Assalafu shaleh. Konsep-konsep hidup tersebut, terutama berkenaan dengan akhlak dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari.

Konsep akhlak tersebut, bak mutiara yang tetap terjaga dan dilaksanakan umat Islam hingga hari ini. Selama kaum muslimin masih tetap berpegang teguh dengan dua kitabnya, Al Qur’an dan Hadits. Selama itu pula konsep akhlakul kharimah Islam akan tetap menjadi pedoman dasar kaum muslimin dalam menjaga hubungan manusia, tanpa membeda-bedakan Suku, Agama dan Ras.

Hubungan dengan Manusia

Islam sebagai agama yang paripurna dan sempurna. Tidak hanya, menjaga hubungan secara vertikal (hubungan dengan Allah), yang mengabaikan hubungan horisontal (hubungan dengan manusia). Sama sekali tidak. Sebaliknya, Islam tetap menekankan kewajiban beribadah kepada Allah. Namun, kewajiban berbuat baik kepada manusia tetap harus dijaga.

Begitu banyak dalil dan nash-nash dalam Al Qur’an dan hadits, yang menjelaskan tentang hubungan baik dan berakhlakul karimah kepada manusia. Bahkan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan akhlak manusia.

“Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad).

Logika sederhananya, jika Allah Azza wa Jalla mengutus Rasulullah sebagai penyempurna akhlak bagi manusia. Tentu saja, Rasulullah lebih sempurna akhlaknya. Pengakuan akan kesempurnaan Akhlak Rasulullah termaktub dalam Firmannya (yang artinya):

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung” (QS; Al Qalam : 4).

Keagungan akhlak Rasulullah, bukan hanya diperuntukkan bagi kaum muslimin. Tapi bagi seluruh umat manusia. Hal telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam kehidupannya. Tersebutlah sebuah kisah di masa kehidupan Rasulullah, ada tetangganya, seorang Yahudi. Acapkali orang Yahudi tersebut melemparkan tahi pada Rasulullah. Bahkan suatu ketika tahi tersebut mengenai dada Rasulullah, membuat putrinya Fatimah naik pitam, dan mengutuk Yahudi tersebut. Namun, Rasulullah tetap bersabar.

Sampai suatu ketika, orang Yahudi ini, tidak lagi melempari Rasulullah. Rasulullah malah heran, dan bertanya-tanya, kenapa tidak datang melemparinya. Usut punya usut. Ternyata orang Yahudi tidak datang melempari tahi Rasulullah karena sakit. Mendengar kabar tersebut, Rasulullah langsung menjenguk Yahudi tersebut. Yahudi tersebut kagum akan akhlak Rasulullah. Betapa tidak, orang yang selalu di lempari tahi, malah datang menjenguknya ketika sakit. Akhirnya, yahudi tersebut menyatakan masuk Islam dan bersyahadat di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Interaksi dengan Binatang

Dalam berinteraksi dan bergaul dengan binatang, Rasulullah telah mengajarkan akhlak yang terpuji. Misalnya saja; dalam menyembelih binatang, Rasulullah mengajarkan supaya menggunakan pisau yang tajam. Tujuannya agar binatang yang disembeli tidak tersiksa. Rasulullah juga pernah menceritakan dalam sebuah hadits bahwa ada wanita yang dimasukkan ke dalam neraka karena membunuh seekor kucing.

Beginilah Islam mengajarkan kepada umatnya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pola Interaksi yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, yang dicontohkan oleh Rasulullah. Bukan hanya pola interaksi dengan manusia semata. Tapi, juga dengan makhluk lainnya, dengan binatang, tumbuhan, hingga makhluk tidak hidup sekalipun.

Muslim dengan non-Muslim

Terlebih lagi pola interaksi antara manusia dengan manusia lainnya. Muslim atau non muslim diatur sedemikian rupa dalam Islam. Mulai dari persoalan sepele –menurut anggapan manusia- hingga persoalan besar. Sebut saja, persoalan buang air kecil, dilarang buang air kecil di tempat terbuka, masuk WC dengan kaki kiri, keluar dengan kaki kanan, yang disertai dengan baca doa.

Apabila Islam begitu terperinci mengatur kehidupan, yang biasa disepelekan seperti buang air kecil tadi. Lalu bagaimana dengan kehidupan yang lebih besar? Bagaimana pola interaksi yang rawan dengan gesekan-gesekan dan konflik? Apakah Islam mengatur juga?

Jawabannya sangat jelas, Islam mengatur dengan gamblang dan terperinci. Pola kehidupan bertetangga adalah salah satu pola kehidupan yang rawan dengan gesekan. Dalam persoalan ini, banyak dalil dalam Al-Qur’an yang menjelaskan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang maknanya,

“Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapa wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya?”.(HR. Bukhari)

Sekali lagi beginilah Islam sangat memperhatikan pola interaksi umatnya. Sampai-sampai kerukunan hidup dengan tetangga dikaikan dengan keimanan. Bahkan, Allah Azza wa Jalla, lewat Rasul-Nya mengancam, bahwa tidak beriman seseorang apabila kerap mengganggu tetangganya.

Olehnya itu dalam Islam diajarkan akhlak bertetangga. Tanpa pandang bulu, baik yang muslim ataupun non muslim. Seorang muslim dilarang mengganggu tetangga, dilarang mengambil barang tetangga tanpa izin, masuk ke rumahnya harus minta izin dan mengucapkan salam.

Interaksi dengan Pemimpin

Dalam lingkup interaksi yang lebih luas, dalam kehidupan bernegara Islam juga telah mengatur dan mengajarkan pada umatnya. Islam mengatur bagaimana berakhlak dengan baik dengan pemimpin, bagaimana pemimpin berakhlak kepada orang yang dipimpinnya. Semuanya ada dijelaskan dalam banyak ayat dalam Al-Qur’an dan Hadits, yang disertai dengan contoh dari Rasulullah, sahabat, serta para ulama hingga sekarang.

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa; 59)

Ayat di atas betapa gamblang menggambarkan etika dan akhlak kepada pemimpin. Seorang yang dipimpin (masyarakat) tetap punya peluang berbeda pendapat dengan pemimpinnya. Perbedaan pendapat tersebut, tidak membuat mereka bermusuhan. Apalagi, saling menjatuhkan, saling mendzhalimi satu sama lain. Sama sekali dalam Islam tidak dibolehkan.

Sebaliknya, perbedaan tersebut dimusyawarahkan agar didapatkan titik temu, yang tidak merugikan, saling menguntungkan kedua belah pihak. Landasan yang dipakai dalam mengukur kebenaran dan mencari titik temu tersebut, tetap mengacu pada Al-Qur’an dan Hadits.

Begitu juga sebaliknya. Pemimpin juga harus mempergauli orang yang dipimpinnya. Menyayanginya,. Menghormatinya, serta mendoakan keselamatannya. Hal ini ditegaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya; “pemimpin-pemimpinmu yang paling baik adalah orang yang engkau sayangi atau kasihi dan ia menyayangimu (mengasihimu) dan yang engkau do’akan dengan keselamatan dan merekapun mendo’akanmu dengan keselamatan… Dan pemimpin-pemimpinmu yang paling jahat (buruk) ialah orang yang engkau benci dan ia membencimu dan yang engkau laknati serta mereka melaknatimu. Lalu kami (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Wahai Rasulullah! Apakah tidak kami pecat saja mereka? Rasulullah menjawab: jangan ! selagi mereka masih mendirikan salat bersama kamu sekalian”

Begitulah akhlak Islam dalam mengatur pola dan interaksi umatnya, baik sesama manusia, atau dengan makhluk lainnya. Islam menekankan prinsip saling menghormati, saling menyayangi, tidak saling mencaci, dan mendzhalimi. Sehingga, tudingan bahwa Islam ajaran keras, umatnya kerap berbuat anarkis, teroris dan melanggar HAM. Adalah tudingan tidak benar, tendensius, yang bertujuan mendeskreditkan Islam.

Andai saja ada yang berbuat seperti itu. Pasti mereka tidak memahami Islam secara benar. Menyalahi ajaran Islam. Islampun tidak bisa disalahkan atas perbuatan mereka. Seperti halnya yang lain. Jika, oknumnya berbuat, tidak bisa serta merta disalahkan agama atau institusinya.

Tegas dalam Aqidah

Sekali lagi. Islam bukanlah agama anarkis. Islam adalah yang mengajarkan akhlak yang mulia, kasih sayang dan kelemahlembutan. Islam mengajarkan bergaul dengan manusia, dengan non muslim sekalipun. Dalam persoalan muamalah, Islam terbuka dengan siapaun, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Meskipun begitu tidak berarti Islam, agama yang tidak bisa tegas. Dalam persoalan Akidah, Islam sangat tegas, tanpa kompromi, dan tidak tawar menawar. Islam menganut prinsip. “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. Islam tidak akan mencampuradukkan dengan aqidah agama lain.

Islam berlemah lembut dalam interaksi sosial, tegas dalam persoalan Aqidah. Inilah prinsip ajaran Islam dalam berinteraksi sosial dengan masyarakat. Prinsip ini harus dipegang teguh oleh setiap kaum muslimin, agar bisa selamat kehidupan dunia dan akhirat.[]

Pasang toolbar wahdahmakassar.org di browser Anda, Klik Di sini!

About the Author