10 Kunci Mentadabburi Al-Qur’an
Kita sangat percaya dan tidak ragu lagi, bahwa Al-Qur’an ini apabila diturunkan kepada sebuah gunung, niscaya gunung itu akan tertunduk khusyu’, hancur terpecah belah dikarenakan takutnya kepada Allah. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لَوْ أَنزَلْنَا هٰذَا الْقُرْءَانَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُۥ خٰشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللّٰـهِ ۚ وَتِلْكَ الْأَمْثٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Kalau sekiranya Kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir”. (Al-Hasyr :21)
Khusyu’ berarti tunduk dan ruku’, maka Anda saksikan gunung itu menundukkan kepalanya dan bersimpuh peluh di bumi. Tasyaddu’ artinya terpecah belah, yaitu bergetar dahsyat dan hancur terpecah belah lantaran takut kepada Allah Azza wa Jalla.
Jika sekiranya sebuah gunung dengan kekokohannya dan kekerasannya, memahami Al-Qur’an ini -sebagaimana yang kita pahami- akan tertunduk dan terpecah belah karena takutnya kepada Allah Azza wa Jalla, maka apa yang terjadi pada diri kita selaku manusia yang memiliki hati. Apakah hati kita tidak tersentuh, tidak bergetar dan tidak tertunduk karena takut kepada Allah Azza wa Jalla? Padahal kita mengetahui dan memahami seruan Allah Azza wa Jalla dan mampu merenungi ayat-ayat-Nya!.
Tetapi realitanya, kebanyakan manusia yang justru punya hati, malah biasa-biasa saja ketika mendengarkan atau membaca Al-Qur’an. Kita tidak menemukan apa yang telah Allah Azza wa Jalla gambarkan pada ayat di atas. Tidak ada pengaruhnya dan bahkan tidak meninggalkan bekas sama sekali. Waiyadzu billah
Di manakah letak kesalahannya?
Jika itu dari Al-Qur’an, maka hal itu mustahil. Sebab, tidak diragukan lagi kalau dia adalah ayat-ayat Allah yang punya daya pengaruh yang sangat kuat dan sudah terbukti. Jadi, tidak ada kemungkinan lain kecuali kesalahan itu ada pada diri kita sendiri dan cara kita berinteraksi dengan Al-Qur’an.
Sesungguhnya segala sesuatu pasti ada kuncinya. Kunci shalat adalah bersuci, kunci surga adalah kalimat tauhid (Laa ilaaha illallaah), kunci kemenangan adalah sabar, dan kunci–kunci yang lain. Begitu pun permasalahan yang sedang kita hadapi ini pasti ada kuncinya. Kunci agar kita khusyu’ ketika membaca Al-Qur’an, mentadabburi dan menghayatinya sepenuh hati.
Ulama kita Syaikh DR. Khalid ibn Abdil Karim al-Laahim mencoba memberikan dan memaparkan hasil penelitian/pengkajian mendalam beliau. Maka, kesepuluh kunci inilah yang paling utama yang dapat mengeluarkan seseorang dari berbagai problematika hidup dan yang dapat mengangkatnya ke derajat tertinggi. Sepuluh kunci mentadabburi dan menghayati Al-Qur’an. Kesepuluh kunci dibawah ini bukan berarti hanya terbatas padanya semata.
10 (Sepuluh)Kunci tersebut adalah :
Kunci Pertama: Hati yang Cinta Al-Qur’an
Sudah dimaklumi bahwa jika hati sudah cinta pada sesuatu, maka dia akan tertambat, selalu ingin bertemu dan rindu padanya. Begitu juga Al-Qur’an. Kalau seseorang sudah cinta padanya maka dia akan selalu merasa senang membacanya dan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memahami dan menyelami makna yang terkandung dalam Al-Qur’an. Maka lahirlah dari situ penghayatan dan pentadabburan yang sangat dalam. Sebaliknya, kalau tidak ada cinta ini, maka orang akan sangat sulit sekali menyelami makna-makna Al-Qur’an.
Pada kenyataan sehari-haripun kita dapatkan hal seperti ini. Anak yang cinta pelajaran dan punya semangat belajar, maka dia akan lebih mudah dan cepat menyerap pelajaran dibandingkan dengan anak yang tidak cinta ilmu dan cenderung bermalas-malasan.
Sudahkah kita mencintai Al-Qur’an?
Cinta Al-Qur’an mempunyai beberapa tanda, di antaranya :
1. Gembira bila bersua dengannya
2. Duduk bersanding lama dengannya tanpa bosan
3. Selalu rindu padanya bila lama tak bertemu atau adanya kesibukan yang menghalangi dia darinya, serta selalu berusaha menghilangkan apapun penghalang antara dia dengannya
4. Selalu minta petunjuknya, percaya dan puas dengan pengarahannya dan selalu merujuk kepadanya bila mendapatkan permasalahan hidup, baik yang berat ataupun yang ringan
5. Selalu mentaatinya di perintah dan larangannya
Abu Ubaid rahimahullah berkata: “Seorang hamba ditanya tentang dirinya hanya dengan Al-Qur’an. Apabila dia cinta Al-Qur’an, maka sungguh dia cinta Allah dan RasulNya”
Kunci Kedua: Meluruskan Tujuan Membaca Al-Qur’an
Ada lima tujuan yang agung ketika membaca Al-Qur’an, yaitu :
1. Mengharapkan pahala, maksudnya ketika membaca Al-Qur’an menghadirkan niat memperoleh pahala
2. Bermunajat dengan Penciptanya
3. Berobat
4. Mendapatkan ilmu
5. Bertujuan untuk mengamalkannya
Bilamana seorang muslim membaca Al-Qur’an dengan menggabungkan lima tujuan agung ini di dalam hatinya, maka pahalanya akan lebih besar dan manfaatnya akan lebih banyak.
Nabi Muhammad shallalluhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Taimiyah berkata: “Barangsiapa yang mentaddabburi Al-Qur’an untuk mendapatkan petunjuk darinya, maka jalan kebenaran akan menjadi jelas baginya”.
Al-Qurthubi menuturkan dalam kitab tafsirnya, “Apabila seorang hamba mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan niat yang benar sesuai dengan yang dicintai Allah, maka Allah akan memahamkannya sebagaimana lazimnya dan menjadikan hatinya bercahaya”.
Maka setiap kali niat itu lebih ikhlas, lebih murni, lebih tinggi nilainya maka pahala dan hasilnya pun akan lebih besar.
Siapa yang membaca Al-Qur’an dengan niat mendapatkan ilmu, maka Allah akan mengaruniakan ilmu baginya. Siapa yang membaca Al-Qur’an karena ingin mendapatkan pahala saja, maka Allah akan memberikan pahala kepadanya. Dan siapa yang membaca Al-Qur’an karena ingin mendapatkan kesuksesan, maka pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mempermudah kesuksesan baginya.
Kunci Ketiga: Sholat Malam Bersama Al-Qur’an
Maksudnya adalah kita membaca Al-Qur’an dalam shalat malam. Ini adalah termasuk kunci yang paling utama untuk bisa mentadabburi Al-Qur’an dengan baik. Banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkan pentingnya shalat malam, di mana amalan ini bisa menjadikan bacaan Al-Qur’an lebih bermakna.
Di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (Al-Isra : 79)
Juga firman Allah Ta’ala:
يٰٓأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ
قُمِ الَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا
نِّصْفَهُۥٓ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلًا
إِنَّا سَنُلْقِى عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
إِنَّ نَاشِئَةَ الَّيْلِ هِىَ أَشَدُّ وَطْـًٔا وَأَقْوَمُ قِيلًا
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu, Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. (Al-Muzzammil: 1-6) .
Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam juga bersabda:
“Apabila seorang ahli Al-Qur’an mengamalkannya, dia membaca Al-Qur’an di malam dan siang hari, niscaya hafalannya terjaga. Tapi kalau ia tinggalkan, maka hilanglah hafalannya”. (HR. Muslim 789)
Kunci Keempat: Membacanya di Malam Hari
Waktu malam, apalagi menjelang fajar adalah waktu yang sangat baik untuk menghayati dan merenungi ayat-ayat Al-Qur’an. Itu dikarenakan waktu itu adalah waktu yang barokah, dimana Allah turun ke langit dunia dan dibukanya pintu-pintu langit. Di samping waktu itu adalah waktu yang tenang dan sunyi.
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa membaca Al-Qur’an di malam hari adalah kunci tadabbur Al-Qur’an adalah firman Allah Ta’ala:
وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (Al-Isra: 79).
Dan juga firman Allah Ta’ala:
إِنَّ نَاشِئَةَ الَّيْلِ هِىَ أَشَدُّ وَطْـًٔا وَأَقْوَمُ قِيلًا
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. (Al-Muzzammil: 6).
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma berkata dalam hal membaca Al-Qur’an di malam hari ini ; “Itu lebih mudah untuk memahami Al-Qur’an”
Kunci Kelima: Berusaha Mengkhatamkan Al-Qur’an Setiap Pekan (jika tidak mampu, maka mengkhatamkannya setiap 10, 20 atau30 hari)
Inilah yang diamalkan oleh kebanyakan Sahabat radhiyallahu anhum dan para Salafusshaleh, dimana mereka adalah orang-orang yang paling menghayati dan mentadabburi serta mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata: “Janganlah Al-Qur’an itu di khatamkan kurang dari tiga hari. Khatamkanlah dalam tujuh hari sekali, dan hendaklah dijaga hizbnya (tanda penunjuk bacaannya)”
Dalam hal ini, Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Seperti itulah amalan kebanyakan para Salaf”.
Adapun Imam Suyuti rahimahullah, beliau berkata: “Amalan yang seperti ini lebih baik dan lebih seimbang. Dan itu adalah amalan kebanyakan para Shahabat dan yang lainnya”.
Kunci Keenam: Membacanya Melalui Hafalan
Orang yang hafal Al-Qur’an, dia lebih mudah untuk merenungi dan menghayati Al-Qur’an, karena Al-Qur’an telah mendarah daging di dalam tubuhnya dan mudah untuk menghadirkannya kapan saja dan di mana saja. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela orang yang sama sekali tidah hafal Al-Qur’an.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya orang yang di dalam dirinya tidak ada Al-Qur’an walaupun sedikit, dia itu seperti rumah yang telah usang” (HR. Tirmidzi : 2913, beliau berkata : hadits hasan) .
Kunci Ketujuh: Mengulang-ulang Ayat yang Dibaca
Tujuan diulang-ulangnya ayat adalah untuk memahami ayat yang dibaca. Lebih sering diulang maka pemahaman dan penghayatan akan lebih dalam. Para Salafussalih kita dahulu selalu mengulang ayat-ayat yang mereka baca, mengikuti suri tauladan mereka, makhluk yang paling mereka cintai yaitu Rasulullah shallalluhu ‘alaihi wa sallam.
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu menceritakan: Rasulullah melaksanakan shalat malam hingga shubuh dengan mengulang-ulang satu ayat, yaitu ayat:
إِن تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِن تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Maidah :118).
Kunci Kedelapan: Mengkaitkan Al-Qur’an Dengan Makna dan Realita Kehidupan
Artinya adalah selalu mengaitkan apa yang kita baca dari Al-Qur’an dengan makna di kehidupan nyata kita sehari-hari. Apapun yang kita temukan di kehidupan kita, kita selalu ingat Al-Qur’an dan mengaitkan dengannya. Dengan ini, Al-Qur’an selalu ada di dalam jiwa kita, hidup dan mendarah-daging.
Misalnya ketika tertimpa musibah, maka ia akan langsung mengingat firman Allah dalam surah Al-Baqarah, ayat 155-156 :
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوٰلِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرٰتِ ۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِينَ
الَّذِينَ إِذَآ أَصٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلّٰـهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رٰجِعُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.
Begitupun terhadap peristiwa-peristwa yang lain yang dihadapinya.
Kunci Kesembilan: Membaca Al-Qur’an Secara Tartil
Membaca tartil artinya membaca dengan perlahan tidak tergesa-gesa. Ini dilakukan ketika si pembaca bisa memahami dan menghayati apa yang kita baca.
Allah Ta’ala telah memerintahkan kita semua untuk membaca Al-Qur’an dengan tartil.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلًا
“Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan” (Al-Muzzammil :4).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini: “Maksudnya adalah bacalah dengan pelan dan tidak tergesa-gesa, karena yang seperti itu membantu sekali dalam memahami dan menghayati Al-Qur’an“.
Kunci Kesepuluh: Mengeraskan Bacaan Al-Qur’an
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita umatnya agar memperbagus lantunan Al-Qur’an dan mengeraskan bacaannya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Bukanlah termasuk dari golongan kami orang yang tidak melantunkan Al-Qur’an dengan mengeraskan bacaannya” (HR. Bukhari : 7089 dan yang lainnya).
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata kepada orang yang membaca Al-Qur’an dengan cepat:
“Jika kamu membaca Al-Qur’an, maka bacalah dengan bacaan yang bisa didengar telingamu dan difahami mata hatimu”.
Ibnu Abi Laila rahimahullah berkata: “Kalau anda membaca Al-Qur’an maka usahakanlah didengar telingamu, karena hati itu pertengahan antara lidah dan telinga”.
Semoga kita semua bisa memahami, menghayati, mentadabburi dan mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an. Dan semoga kita mendapatkan syafaat dari Al-Qur’an. Amin. Wallahu A’lam.
(Abu Maryam, disarikan dari kitab: Mafaatih Tadabbur Al-Qur’an oleh Syaikh Khalid ibn Abdil Karim dengan sedikit tambahan)